Lembar Ke-34 : Teman FB

2.1K 76 5
                                    

Aku tidak ingin berlarut-larut dalam rasa kesedihan, dengan cepat aku menyeka air mataku, kemudian aku bergerak menuju ke sebuah toilet. Disini aku membasuh mukaku untuk menyamarkan mata bekas tangisanku. Setelah itu Aku berdiri di depan cermin yang terpasang di toilet ini, ukurannya cukup besar sehingga aku bisa dengan jelas melihat setiap garis rupaku yang sedikit sendu. Aku mencoba tersenyum dan menghibur diriku sendiri untuk selalu bersikap tegar dan percaya diri.

Lihatlah dirimu ... dengan segala kelebihanmu, kamu adalah pribadi yang berbeda namun justru di situlah sisi yang menjadikanmu sesuatu yang sangat spesial. Kamu adalah apa yang kamu pikirkan. Ketika hal-hal positif yang berada di pikiranmu, maka segala hal dalam dirimu akan menjadi positif pula.

Aku menasihati diriku sendiri dalam hati.

Entah, berapa lama aku berhadapan dengan bayanganku di depan kaca. Aku merasa berkomunikasi dengan suara hati kecilku yang selalu membuatku kuat dalam menghadapai segala hal dalam hidup ini. Untuk terakhir kali aku tersenyum, aku meyakinkan pada diriku sendiri bahwa aku ini adalah sosok yang menarik, dan aku bisa mendapatkan kebahagiaanku dengan caraku sendiri.

Cling ... cling!

Nada notifikasi Facebook Messenger-ku berbunyi, ada sebuah pesan dari salah satu teman FB-ku yang mengajak ketemuan. Dia memberitahukan bahwa dia sudah sampai dan berada di area Monas. Aku langsung membalas pesannya dan menunjukan lokasi keberadaanku. Aku mengajak dia bertemu di depan pintu masuk museum yang berada di dalam Monas.

Dengan langkah yang lebih percaya diri aku keluar dari toilet, lalu aku bergegas ke tempat dimana aku tunjukan pada salah satu teman media sosialku itu untuk melakukan pertemuan dengannya.

Well ... setelah menunggu beberapa menit, akhirnya aku bertemu dengan temanku yang akun facebook-nya bernama, Adi Setiady itu. Dia adalah sosok cowok yang memiliki paras yang sangat elok. Wajahnya bersih dan bercahaya, alisnya tergambar rapi dan tebal seperti barisan semut hitam. Hidungnya tak terlalu mancung, namun justru menambah kesan imut di wajahnya. Pipinya chubby merona berwarna kemerahan. Bibirnya juga cukup gempal bagai buah delima yang merekah. Walau tidak tinggi tapi masih terlihat proposonal. Satu kata buat dia ... hensem!.

Adi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Adi

Sekilas aku kesemsem sama cowok ini akan tetapi dia tidak datang sendirian, dia menghampiriku bersama dengan seorang cowok yang lebih tinggi darinya tapi kulitnya lebih gelap, tubuhnya lebih kurus, dan wajahnya hanya berlevel standar.

Aku menyalami mereka ketika mereka berada tepat di hadapanku. Tak lupa aku menebar senyuman termanisku untuk memberikan kesan ramah kepada mereka berdua.

''Herio. .. kenalkan ini teman gue ... namanya, Ronal,'' ujar Adi memperkenalkan cowok di sebelahnya itu. Nada suara Adi terdengar agak centil, namun dia berusaha untuk mengatur pita suaranya agar terdengar lebih nge-bass.

 Nada suara Adi terdengar agak centil, namun dia berusaha untuk mengatur pita suaranya agar terdengar lebih nge-bass

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ronal

''Oh ya ... aku, Herio!'' balasku.

''Ronal ini sahabat terdekat gue ... dese udin seperti tas jinjing kemenong-menong selalu gue bawa. Hehehe ....'' Meskipun Adi berlagak sok manly tapi ada beberapa kata yang diujarkan dengan bahasa khas dengan nada manja. Gesture tubuhnya juga tak bisa disembunyikan kalau dia sebenarnya agak kemayu namun dia masih jaim.

''Oh gitu ...''

''Yes begindang. Hhehehe ....'' timpal Ronal berani mengeluarkan kartu aslinya. Setali tiga uang, sikap dan gesture Ronal juga sama seperti Adi, namun Ronal lebih lepas dan terbuka.

Meskipun mereka terlihat ngondek di mataku, namun bagiku tidak masalah selama mereka tidak berbuat yang lebih konyol dan mempermalukan diri sendiri dan orang di dekatnya. Karena aku tahu se-manly-manly-nya pria gay pasti ada sisi feminimnya. Dan se-ngondek-ngondek-nya cowok gay, dia masih punya sisi maskulinnya, hanya saja kadarnya yang berbeda.

''Oke ... aku senang berkenalan dengan kalian, kalian lucu dan menyenangkan!'' ungkapku jujur pada mereka yang disambut dengan tawa mereka yang menggelitik.

''BeTeWe ... Lo tinggal dimenong, Herio?'' tanya Adi.

''Di Cempaka Putih, kalau kamu?''

''Gue, di Ciputat ...."

''Oh ... jauh juga ya, Di ....''

''Jauh kalau jalan kaki.'' timpal Adi bikin ngakak.

''Hehehe ... kamu bisa aja.'' Ternyata Adi doyan ngocol juga.

Aku, Adi, dan Ronal terlibat ngobrol ngalur ngidul. Kita ketawa-ketiwi ketika mereka melontarkan lawakan yang bikin suasana jadi gerrr ... sungguh kehadiran mereka membuat suasana hatiku lebih baik dan lebih ramai, namun saat kita bertiga asik bersenda gurau, tiba-tiba saja telepon genggamku berdering kencang, ada sebuah panggilan suara yang masuk, namun dari nomor yang belum aku kenal.

Nomor siapakah gerangan? Aku bertanya-tanya dalam hati.

Tinta Putih Di Lembar HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang