Lembar 138 : Terpaksa

1.4K 51 4
                                    

''HISAP kontolku ... Sedot pejuhnya ... Aackkhhh ..." rancau laki-laki keturunan China ini sembari menjambak rambutku dan menarik paksa kepalaku. Kemudian kepalaku dimaju-mundurkan dengan tempo yang cepat sejalan dengan keluar-masuknya batang kelamin yang tebal di mulutku.

''Sssshhhiiittttt ... Aaacckhhhh ... Hangat bacotmu ... Mmmmm .... Ackhhhh....'' desis laki-laki muda ini dengan memerem-melekan matanya serta mendongakan kepalanya hingga menghadap ke atas. Sementara tangannya terus menjambak rambutku dengan kuat agar alat kejantanannya tetap berada di lubang oralanku.

Dengan ritme yang bertubi-tubi, dia hentakan senjata persenggamaannya itu bersamaan dengan goyangan pantatnya yang kasar menghujami mulut mungilku.

''Aackhhh ... ahhh  .. njiiirrrr ... mulutmu sempit sekali ... sedot terus! Sepong! Aaaackhhh ....'' desahan dan kicauan mulut laki-laki ini benar-benar berisik, namun aku tak bisa apa-apa, tangannya yang kuat mencengkram tengkukku dan memaksakan organ vital ngacengnya itu menusuk jauh lebih dalam hingga di kerongkonganku.

Aku hanya pasrah tanpa melakukan perlawanan, aku seperti budak yang lemah yang harus patuh dengan majikannya. Aku membiarkan mulut manisku ini dijadikan objek pelampiasan nafsu bejadnya. Dia terus mengentoti liang mulutku hingga dia mencapai kenikmatan puncak yang dia harapkan. Sekian lamanya dia menggoyang pantat dan mengobrak-abrik dinding-dinding mulutku dengan kelamin jumbonya itu hingga akhirnya sekujur tubuhnya bergidik, otot-ototnya mengejan hebat, matanya mendelik, keringatnya bercucuran tak terkendali dan mulutnya menganga lebar bersamaan dengan semburan sel-sel peranakan yang muncrat dari lubang kontolnya.

Croot ... Crooot ... Crooot!

Cairan putih nan ketal dan berliter-liter itu membanjiri rongga mulutku hingga organ oralku terasa penuh dan tak kuasa menampung semua cairan kenikmatannya itu. Lendir spermatozoa-nya tumpah ruah dan berceceran di lantai.

Puas berejakulasi di lubang mulutku, pria berkulit putih bersih ini menarik alat vitalnya dengan segera dari jepitan mulutku. Lalu tanpa mempedulikan aku dia bergegas masuk ke dalam bilik toilet dan mengunci rapat-rapat pintunya dengan cepat. Sementara aku sendiri masih duduk terkulai di atas lantai sambil menyeka cairan keperjakaan yang belepotan di tepian bibirku.

Perlahan aku bangkit dari tempatku terduduk, lalu aku berjalan ke arah wastafel. Aku memutar krannya dan menampung airnya dengan kedua telapak tanganku. Lalu aku berkumur-kumur dengan air ledeng tersebut untuk menghilangkan semua sisa-sia spermatozoa yang masih bersarang di rongga mulutku. Setelah merasa bersih aku membasuh mukaku sembari bercermin di depan kaca.

Aku pandangi wajahku sendiri yang nampak memucat. Mataku sedikit nanar dan berkaca-kaca. Entahlah, tiba-tiba saja aku merasa bersedih ... aku merasa sangat hina dan murahan. Aku seperti gay yang tak punya harga diri, gay yang terlalu mudah dengan bujuk rayuan dan gampang tergoda dengan makhluk berjenis kelamin laki-laki yang mempunyai penampilan yang bening-bening.

Sungguh tak dapat ku percaya ... aku ternyata memiliki sifat semacam ini. Bedebah ... aku memaki diriku sendiri, aku membenci ini. Aku tidak mau seperti ini.

Aaaaccchhhh .... hatiku menjerit, tapi apalah artinya ini semua. Aku memang tak ada bedanya dengan gay-gay yang lainnya yang hanya memngedepankan nafsu belaka.

Kleeekkk!

Laki-laki tampan berdarah Tionghoa itu keluar dari bilik toilet dia menatapku dengan pandangan datar seolah tak mengenalku dan tak pernah menganggap terjadi sesuatu bersama aku. Kemudian dia berjalan ke wastafel dan berdiri di sebelahku, kami berdua saling terdiam dan tidak saling menatap. Kami fokus pada bayangan kami masing-masing di cermin.

''Terima kasih ... '' ucapnya dingin sembari merapikan pakaiannya sendiri dan pandangannya juga lurus ke arah kaca.

Aku hanya terdiam, dan aku semakin merasa tak ada gunanya di hadapan orang itu. Aku seperti sebuah tebu, habis manis sepah dibuang atau sebuah tisu habis dipakai dicampakan.

(Bangsat!)

Aku menggigit bibirku sendiri merasa geram dan menyesal karena sudah terpedaya olehnya, aku terjebak dengan akal liciknya yang sengaja memancingku dan memanfaatkan aku sebagai objek pelampiasan nafsu birahinya.

PLAAAAKKK!

Satu pukulan talak ku hantamkan ke pipinya hingga dia tersungkur di depan wastafel. Dia merintih dan meringis kesakitan. Namun aku tidak mempedulikannya, dengan rasa dongkol aku memaki-maki dia dengan bahasa sakarme yang selama ini tak pernah aku ucapkan sebelumnya.

''BAJ*NGAN ... ANJ****NNGGGG ... BAB*****!''

Lalu dengan amarah yang memuncak aku pergi meninggalkan dia.

''FUCK YOU!"

Tinta Putih Di Lembar HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang