Lembar Ke-87 : Tinta Putih

2K 70 2
                                    

''Rangga ... kamu boleh intrupsi bila kamu tidak menyukai sesuatu yang aku lakukan kepadamu ...''

''Iya, Mas Her ...''

Rangga mengangguk pelan sembari menatapku dengan tatapan gairah menahan syahwatnya yang kian berkobar. Wajah sangek-nya membuatku terpancing untuk memberikan pelayanan terbaik sehingga Rangga mendapatkan pengalaman bercinta yang akan membuatnya terkesan sepanjang hidupnya.

Aku membuka kedua paha Rangga lebar-lebar hingga Rangga terlihat mengangkang seperti seekor kodok dengan dedek imut yang mengacung ke atas bagai pentungan satpam. Kepala dedek imutnya yang seperti mahkota jamur merona mengkilap tersorot cahaya lampu, batangnya mulus dan belum terlalu banyak ditumbuhi rambut-rambut kelamin, dan biji-biji itu tergantung indah menambah pesona organ kejantanan Rangga yang membuat jakunku naik-turun karena harus menelan ludah.

Tanpa banyak membuang waktu lagi, aku segera menghampiri pusaka keramat Rangga yang sudah berdiri tegak itu dan menciuminya dari mulai bagian kepala, kemudian lehernya, batangnya dan juga dua biji kembarnya. Aku kembali menyulurkan lidahku dan menyapukannya perlahan di permukaan kulit biji-biji baso telor Rangga, hingga tubuh pemuda berkulit putih ini bergidik seperti tersengat aliran listrik, mulutnya mendesah dengan suara raungan manja setengah tertahan. Ough ... aaachhhh ... nafasnya jadi tersengal-sengal seperti habis ber-marathon. Ough ... ah ... ah ... ah ... kembali Rangga meraung tatkala aku menjepit buah pelirnya lalu menggigitnya perlahan-lahan. Aach ... ahhh ... Rangga jadi kelojotan. Sekujur tubuhnya menggeliat tak karuan. Tanpa sadar tangannya mencengkram kasur dan menarik-narik sprei-nya hingga berantakan.

Tubuh Rangga terus menggelinjang kekanan dan kekiri ketika lidah basahku ini menari-nari manja dan meliuk-liuk di sepanjang batang dedek imutnya, kemudian lehernya dan terakhir ku eksplore di bagian kepala bajanya. Srupp ... sruuup ... sruupp!!! Selanjutnya aku memasukan alat persenggaman Rangga ini ke dalam mulutku lalu menyeruput dan mengulumnya dengan ritme yang konstan seperti gerakan anak domba yang sedang menyusu induknya. Seketika itu seluruh badan Rangga mendadak jadi vibration mode on, kedua matanya jadi merem-melek dan mulutnya menganga dengan mengeluarkan desahan yang menggoda. Aackh ... ah ... ah ... mungkin karena tak tahan dengan rasa nikmatnya, Rangga mengambil sebuah bantal dan menaruhnya di atas mukanya sehingga suara desahan Rangga yang keras bisa teredam.

''Ough ... enak, Mas ... enak banget, Mas ... Aaackhhh ...'' rancau kenikmatan Rangga.

Aku semakin bersemangat dan tanpa lelah menyedot-nyedot dedek imut Rangga dan memberikan rangsangan kenikmatan yang mampu membuat tubuh Rangga meronta-ronta bagai hewan korban.

''Ough ... aaahhh ... sshiiittt ...'' guman Rangga mendesis.

Rangga rupanya sudah benar-benar terseret ke dalam arus permainan binal dengan oralanku, sehingga tanpa dia sadari dia menggerakan dedek imutnya maju-mundur dan menyodok-nyodok rongga mulutku yang terasa sempit, hangat, dan basah penuh dengan air liur.

''Ah ... ah ... ah ...'' Rangga mengeluar-masukan batang kejantanannya di lubang mulutku seirama dengan goyangan pantatnya berutar-putar dan maju-mundur, naik-turun.

''Ahhh ... enak, Mas ... enak, Mas ... aaaachhh ...'' Rangga kembali merancau, dia membuang bantalnya ke lantai lalu dia menarik kepalaku hingga dedek imutnya bisa menukik lebih dalam di kerongkonganku.

Rangga terus membuat gerakan-gerakan sesuai dengan kehendaknya sendiri, dia melakukan goyangan entotan yang biasa orang dewasa lakukan seperti dalam film-film porno yang pernah dia tonton. Cukup lama dia mempratikan aksi persenggamaan ala Rangga meskipun masih terlihat kaku tapi cukup membuat mulutku kualahan dan merasa pegal juga.

''Aaaacchhh ... Rangga mau keluar, Mas ... Rangga mau ngecroot, Mas ... accckkhhh ...'' celoteh Rangga sambil mengerang, tubuhnya mengejan dan bergetar-getar hebat, lalu sejurus kemudian ... Crooot ... crooot ... crooott ... Sperma brondong tengil ini muncrat membanjiri lubang mulutku. Sebagian cairan putih nan kental itu aku telan, dan sebagian lagi aku biarkan meleleh membasahi pinggiran bibirku dan kemudian menetes ke lantai.

Tubuh Rangga yang tegang berangsur-angsur melemas, keringatnya mendadak menjagung dan mengucur deras membasahi sekujur badannya. Rangga meringai sambil mengeluarkan dedek imutnya dari dalam mulutku ... tubuhnya kembali bergidik merasakan sisa-sisa kenikmatan yang masih diperolehnya.

''Rangga ... apa yang kamu rasakan?'' tanyaku.

''Hehehe... Makyuss, Mas ...'' jawab Rangga dengan meringis memancarkan butiran kepuasan dari rona wajahnya yang nampak ceria.

''Enak?''

''Enak banget, Mas ...''

''Kamu suka?''

''Suka sekali, Mas ...''

''Kamu puas?''

''Sangat puas, Mas ...''

''Kamu mau lagi?''

''Hehehe ...''

Rangga hanya nyengir.

Aku turut tersenyum, lalu mengacak-ngacak rambut Rangga dan mencubit mesra pipinya yang agak chubby. Senyum Rangga merekah sebagai tanda bahwa remaja laki-laki ini sangat menikmati ejakulasinya dan mendapatkan pengalaman kepuasan bercinta pertamanya. Aku tidak tahu, apakah dia menyesal atau malah ingin mengulanginya kembali. Aku sendiri walaupun sangat bangga karena bisa menaklukan Rangga, tapi dalam hati kecilku, aku merasa sedih karena telah menyeret Rangga ke dalam jurang cinta sejenis yang jauh lebih dalam ... Maafkan aku Rangga!

Tinta Putih Di Lembar HitamWhere stories live. Discover now