Lembar Ke-85 : Pelan-pelan

2K 68 3
                                    

Aku terjaga dari lelapnya tidur, ketika tubuhku ini merasa ada yang menyentuh dari belakang, dan saat mataku terbuka, aku mendapati tangan Rangga melingkari pinggangku, kakinya menindihi pahaku dan jendolan di selangkangannya menempel di belahan pantatku. Rangga memelukku dengan sangat erat sehingga aku merasakan ada kehangatan yang dipancarkan dari tubuh Rangga dan menjalar ke sekujur tubuhku, pelukan Rangga terasa hangat dan membuatku jadi lebih nyaman. Rangga memperlakukan aku seperti dia sedang memeluk sebuah guling.

Aku membiarkan Rangga beraksi dengan sesukanya, aku berpura-pura tidak tahu dan menunggu apa yang akan dia perbuat selanjutnya. Dengan tenang aku merilekskan tubuhku agar Rangga bisa mengeksplore tubuhku dengan mudah dan dia bebas menjamah bagian-bagian tubuhku sesuai dengan keinginannya. Sedetik, dua detik dia hanya memelukku biasa saja, namun lama kelamaan aku merasakan tubuh Rangga bergerak-gerak terutama bagian pinggul ke bawahnya. Ada bagian tubuh Rangga yang cukup menonjol yang diam-diam menggesek-gesek di area belahan pantatku. Tonjolan itu cukup keras dan terasa sangat hangat. Entahlah, aku yakin sekali kalau dedek imut Rangga sedang tegang dan mulai merangsangkan diri dengan menekankan barang pribadinya itu di bongkahan pantatku yang tertutup celana pendek.

Lalu, tiba-tiba tangan Rangga menyentuh putingku dan mengusap-ngusapnya perlahan-lahan. Aku tersentak kaget karena tak percaya kalau Rangga bakal melakukan aksi ini. Aku hanya diam dan mencoba menikmati permainan Rangga yang masih nampak canggung dan malu-malu. Telapak tangan Rangga terus membuat usapan lembut di kedua pentilku hingga aku merasakan geli-geli nikmat yang membuat tubuhku bergidik. Aku masih pura-pura tidak tahu dan berakting tidur dengan memejamkan mataku, padahal aku diam-diam merasakan setiap jamahan tangan Rangga yang sebenarnya membuatku jadi terangsang juga. Acckhhh ... enak juga sentuhan bocah laki-laki ini, hingga tak ku sadari organ vitalku mendadak berdiri di luar komandoku. Dedek imutku ngaceng membentuk gundukan besar di celana pendekku.

Hmmm ... si Rangga menggerayangi tubuh bagian bawahku, lalu tanpa segan dia menyentuh benda yang berada di antara dua pahaku. Rangga meraih dedek imutku dan memeriksa alat kelaminku yang memang sudah tegang.

__Ah ... ketahuan deh, kalau aku jadi horny juga.

Ough ... tangan Rangga meremas-remas batang dan biji dua buah kembarku hingga perkakasku ini semakin besar dan mengeras hebat. Sentuhan tangan Rangga emang cukup bertenaga dengan tempo yang berdinamika seperti gerakan mengocok sehingga memberikan rangsangan maksimal di perkakas rahasiaku ini.

''Rangga ... kamu sudah bangun ...'' bisikku perlahan dan itu membuat Rangga jadi tersentak, buru-buru dia melepaskan genggaman tangannya di dedek imutku dan menjauhkan tubuhnya dari tubuhku.

''Eh ... Mas Herio ... sudah melek, ya?'' ucap Rangga yang terdengar gugup seperti orang yang sedang ketakutan.

Aku membalikan tubuhku pelan hingga wajahku dan wajah Rangga jadi saling berhadapan, raut wajah Rangga memerah dan nampak sekali ekspresi gugup yang bercampur dengan rasa takut. Bibirnya mendadak gemetaran dan perlahan wajahnya memucat.

''Ma-maa .... maaf, Mas ...'' ujar Rangga gagap. "Rangga ... ti-tidak ... sengaja ... me-me-gang barang, Mas Her ...'' imbuhnya masih tergagap-gagap.

''Tidak apa-apa, Rangga ...'' ucapku menenangkan Rangga.

''Mas Her ... tidak marah?''

Aku menggeleng.

''Tidaklah ... ngapain juga aku marah!''

''Oh ... syukurlah ... Rangga pikir Mas Herio akan marah pada Rangga ...''

''Hehehe ... jangan khawatir, aku tidak akan marah sama kamu ... sekarang sebaiknya kamu tidur lagi aja, Rangga!''

''Rangga tidak bisa tidur lagi, Mas Her ... soalnya Rangga lagi Horny ... mungkin Rangga mau shake the banana dulu ...''

Aku jadi kaget dengan pengakuan polos Rangga. Padahal beberapa waktu yang lalu dedek kecilnya itu sudah ku servis hingga memuncratkan lahar kejantanannya. Tapi sekarang dia bilang masih horny saja. Benar-benar hebat dedek imut Rangga.

''Rangga ... kamu tahu, 'kan ... kalau aku juga lagi ngaceng?''

''Hehehe ... iya, Mas ... aku tahu.''

''Hahaha ... kalau gitu kita shake the banana bareng aja!'' Aku tanpa segan melorotkan celanaku dan mencuatkan dedek imutku yang sudah berdiri kokoh seperti tiang bendera.

Mata Rangga jadi terpana melihat basoka tempurku yang manggut-manggut seolah mengajak bermain bersama.

''Kok, diam ... ayo lepaskan celanamu, Rangga!'' ujarku mengajak.

''Eh ... I-iya, Mas Her ...'' Dengan semangat brondong manis ini pun akhirnya melepaskan celana kolornya dan menunjukan batang kejantanannya yang sama-sama sudah mengeras seperti batang kayu mahoni.

''Pegang dedek imutku, Rangga ...'' titahku dan si Rangga manut saja.

''Wow ... kontol Mas Herio lumayan gede juga, Mas ...'' komen Rangga sambil mengelus-elus dedek imutku yang sudah tegang.

''Iya ... dedek imut kamu juga gede kok, Rangga...'' Aku pun melakukan hal yang sama dengan organ vital Rangga, tangganku juga mengelus-ngelus benda kelelakiannya ini yang terasa keras, hangat dan tetap menggoda.

''Isepin dedek imutku, Rangga!'' bisikku.

''Rangga belum pernah ... dan tidak tahu caranya, Mas ...''

''Apa kamu mau aku ajarin?''

''Iya ... tolong ajarin Rangga!'' Rangga mengangguk semangat.

''Apa kamu benar-benar ingin tahu caranya?''

''Iya, Mas ...'' raut wajah Rangga nampak antusias sekali.

''Baiklah ... aku akan mempratekannya denganmu ...''

''Segeralah, Mas ... Rangga jadi penasaran ...''

''Apa kamu tidak takut dan menyesal, Rangga ... karena apa yang akan aku ajarkan ini adalah salah satu bentuk hubungan seksual para Maho ...''

''Rangga ... hanya ingin tahu saja, Mas ... Rangga ingin tahu bagaimana rasanya menghisap dan dihisap ...''

''Baiklah ... tapi aku ingin kamu berjanji ... bahwa yang kita lakukan nanti ini adalah rahasia kita berdua ... jangan sampai kamu bocorkan dengan siapa pun juga!''

''Iya, Rangga berjanji, Mas...''

''Oke ... aku percaya sama kamu Rangga ... ingat, ya ... apa pun yang aku lakukan kepadamu ... kamu harus tetap diam dan kamu nikmati saja ... jangan bersuara terlalu keras dan jangan membantah perintahku!''

''Siap!'' Rangga menganggukan kepalanya dan mulai membaringkan tubuhnya di atas kasur. Bujang tanggung ini terlentang tanpa selembar kain pun yang menempel di tubuhnya. Dia bugil dan memaparkan kemolekan tubuhnya di hadapanku. Aku tidak tahu apa yang ada di dalam pikiran bocah laki-laki ini. Yang aku tahu bahwa aku sangat bahagia, karena akhirnya aku bisa menikmati tubuh Rangga seutuhnya. Dan aku sudah tak sabar untuk menjamah seluruh bagian tubuh remaja laki-laki ini yang sangat menggiurkan dan mengundang gejolak nafsu yang menggelora. Ah ... Rangga, kamu bagai secangkir anggur merah yang memabukanku.

Tinta Putih Di Lembar HitamWhere stories live. Discover now