Lembar 110 : Peta Duniaku

1.6K 54 2
                                    

''RANGGA ... aku benar-benar tidak ingin menyesatkan dan menarikmu masuk ke lubang duniaku ...'' Aku memandang lekat-lekat wajah Rangga. Wajah lugu yang terlalu manis dan sangat disayangkan bila dia terseret ke dalam lembah pergumulan dunia cinta sejenis.

''Rangga tidak merasa tersesat, Mas ... Rangga hanya mengikuti kata hati Rangga ...''

''Kamu bukan HOMO, Rangga ... bahkan kamu sangat membenci kata-kata itu ...''

''Iya ... Rangga memang tidak suka itu.''

''Kamu tidak mau 'kan, jeruk minum jeruk?''

''Ya, itu benar!''

''Terus kenapa kamu memaksakan diri dan ingin terjun ke dunia per-MAHO-an?''

''Rangga juga tidak tahu, Mas ... Rangga hanya merasa nyaman saja dekat dengan Mas Herio ... sepertinya Rangga sudah jatuh cinta sama Mas Herio ... ''

''Rangga ... aku menyayangi kamu dan sudah menganggap kamu sebagai adikku ...''

''I-iya, Rangga tahu ... karena Rangga juga sudah menganggap Mas Herio sebagai Abang Rangga sendiri ... Rangga tidak menuntut kok, Mas Herio jadi pacar Rangga ... Yang Rangga minta hanya kasih sayang Mas Herio ... dan Rangga berharap kasih sayang itu tak pernah berubah ...''

''Iya, Rangga ... sampai kapan pun ... aku pasti akan selalu menyayangi kamu ...''

''Terima kasih, Mas Her ...''

Kembali si anak bungsu dari keluarganya ini memelukku dengan sangat manja. Kepalanya bersandar di atas bahuku serta kedua tangannya mendekap erat punggungku. Aku jadi terharu dan terhanyut dengan sikap Rangga yang seolah menginginkan belaian kasih dan sayang dariku.

''Mas Her ... tunjukan pada Rangga ... peta yang benar menuju hatimu, Mas ... agar Rangga tidak salah dan tidak tersesat ...'' guman Rangga setengah berbisik.

''Rangga ... apa maksud kamu?''

''Rangga ingin berlabuh dan menyatukan hati bersama Mas Herio ... Rangga lagi HORNY Mas ... dan ingin melakukan seperti dulu saat kita berada di Rooftop ...''

''Rangga ... kamu ngomong apa, sih ... Kamu tidak sedang mabuk 'kan? Jangan ngelantur begitu!''

''Rangga serius, Mas ... '' Rangga melepaskan pelukannya dari tubuhku, ''Rangga ingin bercinta lagi bersama Mas Herio ... Rangga siap ... dan Rangga ingin tahu lebih banyak dunia Mas Her ... Rangga ingin merasakan sesuatu yang belum pernah Rangga rasakan ...'' imbuhnya.

''Rangga ... kamu sadar gak dengan yang kamu ucapkan ini?''

''Iya, Rangga sadar, kok ...'' Bocah laki-laki ini tiba-tiba melepaskan satu persatu pakaiannya, hingga dia benar-benar bugil tanpa selembar kain pun yang menenpel di tubuhnya.

''Kamu jangan nekat, Rangga ... aku lagi tidak ada hasrat untuk begituan ...''

Rangga tersenyum menggoda, wajah polosnya berubah menjadi seperti pelacur yang merayu pelanggannya. Tangannya meremas dedek imutnya sendiri yang sudah nampak kaku karena tegang. Perlahan dia mengoyang badannya hingga benda kelelakiannya itu nampak bergelantungan bagai sebuah gantungan kunci. Gondal-gandul kesana-kemari. Aku benar-benar shock melihat tingkah brondong cakep ini yang sudah seperti penari striptis yang beraksi di club-club malam. Aku tidak tahu, dari mana dia mempelajari gerakan-gerakan sensual semacam itu. Aksinya memang konyol dan sedikit lucu, tapi memang harus aku akui ... kalau semua yang dilakukannya itu mampu membangkitkan birahiku. Aku terangsang dan tak tahan untuk mengikuti aksinya yang nakal.

''Kamu gila, Rangga!''

''Hehehe ... Rangga tidak gila, Mas Her ... Rangga cuma ingin membuat Mas Her bahagia ...''

Rangga mendekati tubuhku, lalu dengan sigap tangannya menarik bajuku dan melepaskan satu persatu kancing di kemejaku. Sambil membuka bajuku, tangan Rangga sesekali mengusap-usap lembut putingku, hingga aku meringai dan mendesah perlahan-lahan.

''Ough ... kamu membangunkan macan yang sedang tidur, Rangga!''

Rangga meringis, lalu tanpa segan dia melorotkan celana panjangku kemudian celana boxer-ku hingga dedek imutku yang mulai ngaceng ini mencuat bagai basoka tangguh yang siap bertempur.

''Jagung bakar Mas Herio gede juga, ya. .. serabutnya juga gondrong seperti ilalang!'' gerutu Rangga sebelum mulutnya yang mungil itu mencaplok dan mengulum-ngulum senjata persenggamanku. Aaah .... sensasi hangat dan becek menjalari di setiap syaraf batang kejantananku. Hisapan dan sedotan Rangga terasa enak dan nyaman membuat dedek imutku mengembang dan berkedut-kedut mengikuti irama dan tempo kuluman mulut Rangga.

''Ssssshiiitttt ... kamu makin pintar saja nyedotnya, Rangga ... ough ...'' desisku.

Rangga terus menyepog alat vitalku. Kepalanya turut maju-mundur sejalan dengan dedek imutku yang keluar-masuk di rongga mulutnya.

Plok ... plok ... plok!

Aku menjambak rambut Rangga, aku tarik kepalanya dengan kuat agar alat kelaminku makin masuk ke rongga mulut basahnya hingga terasa mentok di kerongkongannya.

Ough ... ah ... ah ... aku mulai melakukan gerakan mengentot ... memaju-mundurkan pantatku kemudian berputar-putar manja seirama dengan laju keluar-masuknya batang dedek imutku di organ oralan Rangga. Senjata rahasiaku terus bergerilya dan mengoyak-ngoyak dinding-dinding mulutnya hingga pemuda tanggung tampan ini tersedak lantas dengan refleks dia melepaskan dedek imutku dari dalam mulutnya.

Uhuk ... uhuk!

Rangga terbatuk-batuk, lalu dia menarik nafas panjang untuk menetralkan kondisi tubuh dan mulutnya.

''Rangga ... kamu tidak apa-apa?'' Aku jadi cemas.

''Ya, Mas ... aku tidak apa-apa!''

''Apa kamu mau melanjutkan permainan ini?''

''Iya, Mas ... lanjutkanlah!''

''Oke!''

Aku mengangkat tubuh Rangga, kemudian aku menuntunnya dan mendorongnya hingga dia terkapar di atas kasur. Sejurus kemudian aku menubruk tubuhnya dan menindihnya dengan kasar. Aku menciumi kening, pipi, dagu dan terakhir melumat bibir Rangga yang tipis. Selanjutnya aku menjilati lehernya hingga remaja lelaki ini bergidik dan menggeliat bagai seekor hewan kurban. Puas mengeksplore leher jenjangnya aku pindah ke area ketiaknya, kemudian aku menjilatinya dengan segenap nafsu yang ganas dan berapi-api. Dari ketiak turun ke kedua putingnya yang melinting, ku usap lembut dan ku kenyot puting-puting itu hingga Rangga merem-melek merasakan kenikmatan yang sangat luar biasa. Tubuhnya berkali-kali menggelinjang dan bergetar-getar seperti kapal yang oleng karena terpaan badai di tengah lautan.

''Rangga ... sungguhkah kamu ingin tahu peta duniaku?''

Rangga hanya mengangguk pelan-pelan, wajah pasrahnya nampak memerah karena efek ke-horny-annya yang bercampur dengan rasa nikmat yang diperolehnya.

''Baikalah ... aku akan tunjukan jalurnya.''

Aku merenggangkan kedua paha Rangga hingga dia terlihat mengangkang seperti seekor kodok yang terlentang, kemudian aku tarik lututnya ke atas sehinga bokongnya sedikit terangkat dan memperlihatkan lubang sarang belutnya yang nampak masih tertutup rapat.

''Kamu sudah siap, Rangga?''

''Rangga siap, Mas ...''

Aku merunduk dan mendekatkan kepalaku ke arah selangkangan Rangga, lalu tanganku meraih dedek imut Rangga dan mengurut-urutnya dengan cengkraman kuat sehingga alat kelamin Rangga ini menjadi ngaceng sengaceng-ngacengnya.

Beberapa saat kemudian, aku menyulurkan lidahku dan mulai menjilati bakso telornya. Ough ... tubuh rangga mendadak bergetar kala lidah basahku ini menyentuh dua bola kembarnya itu. Badan Rangga makin menggeliat dan bergerak-gerak tak beraturan.

''Aaahhh .... '' Rangga mendesah ketika ujung lidahku ini meliuk-liuk di lingkaran lubang sarang belutnya. Pelan namun pasti lidahku ini berputar-putar di liang sempit Rangga membuat gerakan mengebor, sehingga lubang sarang belut Rangga perlahan terbuka dan menganga kemerahan seperti mulut bayi.

__Wow sedap!

Tinta Putih Di Lembar HitamWhere stories live. Discover now