Lembar Ke-58 : Ngocokin

2.3K 75 1
                                    


Aku mencoba menenggelamkan diriku ke dalam dunia tidur, namun tetap saja aku tidak bisa langsung terlelap. Pikiranku melayang kemana-mana dan tak jelas dimana pangkal ujungnya. Di saat aku gelimpangan dan setengah sadar, aku mendengar suara krusak-krusuk. Aku membuka mataku, tapi aku tidak bisa melihat apa-apa karena memang suasana dalam kamarku gelap gulita. Aku menyimak baik-baik suara itu, makin lama makin terdengar keras dan cukup menyita perhatian indra pendengaranku. Krusak-krusuk yang tak jelas itu berubah menjadi suara desahan orang yang sedang menikmati sebuah persenggaman.

"Ough ... ah ... ahh ...'' Suara itu diiringi dengan nafas yang terdengar berat dan memburu, kemudian terekam bunyi cepak-cepok seperti irama dua kulit yang saling bergesekan.

''Ough ... ahh ... ahhh ...'' Lagi-lagi desahan itu mengundang rasa penasaranku. Aku bangkit dari pembaringanku dan memeriksa sumber suara mesum itu. Aku tidak bisa melihat dengan jelas, tapi aku yakin dan bisa pastikan bahwa Andre dan Dimoz sedang bercumbu. Bayangan tubuh mereka bergelimpangan dan berpacu dalam persetubuhan menggapai kenikmatan puncak. Siapa menindihi siapa aku tidak tahu pasti, namun suara nafas mereka terdengar jelas kalau mereka sedang bercipokan dan saling merangsang pasangannya.

Ah ... ah ... ah ... desahan itu ku dengar lamat-lamat seiring dengan siluet tubuh dalam gelap yang bergerak maju-mundur. Nafas mereka terdengar memburu dan erangan mereka kian cepat dinamikanya.

Ough ... entah, itu suara siapa? Cukup nyaring bunyinya, suara itu adalah suara laki-laki yang sedang menyemprotkan spermanya. Ditambah dengan ritme nada suara nafas yang ngos-ngosan, aku percaya salah satu dari mereka telah mencapai klimaks hingga berejakulasi.

Sedetik kemudian suara desahan itu berangsur-angsur menghilang, krusak-krusuk tak terdengar lagi. Aku membaringkan tubuhku kembali dan mencoba untuk menutup mataku. Namun, baru sekejap aku terpejam, tiba-tiba aku tersentak kaget, ketika tubuhku ini digerayangi dari belakang, aku tidak tahu tangan siapa yang bergerilya menjamah bagian-bagian sensitif tubuhku.

Telapak tangan yang kasar itu menyentuh dan mengusap-usap puting susuku, kemudian turun ke pusar dan perutku. Tak hanya sampai di situ dia juga makin nekat menjamah area pribadiku, namun kali ini aku bereaksi aku menampik tangannya dan membuangnya jauh-jauh. Beberapa menit tangan itu memang tidak bergerilya lagi, tapi hal itu tak bertahan lama karena sedetik kemudian tangan itu menarik tanganku dan menuntun tanganku untuk masuk ke dalam celananya, tanganku dipaksa untuk menyentuh dan memegang senjata pribadinya. Rasanya hangat, kenyal, dan berdenyut-denyut seperti bernafas. Rambut-rambut kemaluannya terasa kaku dan tajam, aku mencoba meremas batanganya, sepertinya berurat, aku terus menjelajahi ukuran panjang benda kelelakiannya ini, ujungnya seperti ada tambahan daging yang tak disunat. Apakah kontolnya ini masih uncut, aku rasa begitu, hanya ada kemungkinan siapa pemilik dedek imut ini, dan aku berani pastikan bahwa dedek imut yang sedang aku pegang ini adalah dedek imut Andy, cowok China satu-satunya di kamarku.

''Kamu suka gantungan kunciku?'' bisik seseorang di kupingku, dan aku hapal betul kalau itu suara Andy yang terdengar agak cadel. Tidak salah lagi. Aku sedang menggenggam kontol milik Andy.

''Kalau kamu suka kocokin saja, Say!'' lanjutnya.

Aku tidak bersuara, aku hanya mengurut dedek imut pria bermata sipit ini naik-turun, aku cengkram kuat-kuat hingga batang kejantanannya mengembang dan berontak tak terkendali, aku terus meremas-remas benda tak bertulang ini dengan pijatan sensual yang membuat Andy mendesah-desah.

Aah ... ah ... ah ... aku meraih baso telor-nya kemudian aku memelintir perlahan-lahan hingga tubuh Andy menjadi kelojotan dan bergidik manja.

Ooughhh ... ahhh ... rancauannya sangat menggairahkan. Aku jadi makin bersemangat!

Semangat untuk ngocokin kontol berkulupnya.

Tinta Putih Di Lembar HitamWhere stories live. Discover now