Lembar Ke-71 : Pria Simpanan

1.6K 64 4
                                    

Puas mengobrol ngalor-ngidul, akhirnya aku mengajak Benk Benk keluar untuk mencari makanan. Malam itu aku membawa Benk Benk ke warung bakso pangkalan yang letaknya tidak jauh dari tempat kost-ku. Kami berdua memesan dua porsi dan makan di tempat. Sambil menikmati hidangan baksonya, Benk-benk menceritakan rahasia pribadinya yang belum pernah dia ceritakan kepada siapapun bahwa dia saat ini sedang menjalin sebuah hubungan istimewa dengan seorang pengusaha kaya.

Hidupnya jadi glamor dan penampilannya berubah total karena finansialnya ditopang oleh laki-laki sang pengusaha tersebut. Semua kebutuhan Benk Benk dipenuhi bahkan dia mendapatkan sebuah apartemen mewah di kawasan Green Pramuka. Benk Benk memang beruntung karena bisa mendapatkan itu semua, kehidupannya terjamin dan bergelimang harta. Namun, dibalik kesenangan-kesenangan itu, ada jeritan hati yang memberontak. Benk Benk jadi kehilangan kebebasannya karena dibelenggu dan dia juga dijadikan budak nafsu seksual Si Pengusaha itu.

Dia harus menuruti semua keinginan-keinginan pacar lelakinya itu dan tidak boleh membantah, bila tidak ... nyawa bakal jadi taruhannya. Dia diancam akan dibunuh bila berani melanggar aturan-aturannya. Sangat mengerikan, karena BF Benk Benk itu terlalu posesif meskipun dia sangat menyayangi Benk Benk.

''Terus ... kenapa kamu sekarang berani keluar dan menemui aku, Benk? Kamu tidak takut nanti ketahuan sama BF kamu?'' tanyaku sambil menusukan garpu ke sebuah bakso lalu memakannya.

''Tidak ... soalnya BF-ku lagi pergi ke luar negeri'' jawab Benk Benk seraya mengunyah makanannya.

''O, gitu ... pantesan kamu kelihatan tenang-tenang saja ...''

''Iya, Bro ... kalau dia di Jakarta mana berani aku keluar, chating-an aja sama teman-temanku, aku diomelin. HP-nya dibanting ... itu sebabnya aku jarang sekali ngasih kabar sama kamu, Her ...''

''Serem iihh ... sebenarnya kamu bahagia gak sih, Bro?''

''Dibilang bahagia aku bahagia ... karena aku enjoy dengan semua ini ... Cuma kebebasanku saja yang terbatas, tidak seperti dulu ....''

''Kamu tidak ada niat untuk meninggalkan dia?''

''Hehehe ... Herio ... itu sama saja aku cari mati."

''Mmmm ...'' Aku kembali menusuk bakso dan mencaploknya pelan-palan.

''Aku tahu, dia melakukan ini semua karena dia sangat mencintai aku ... dia rela memberikan apapun yang dia miliki dan dia akan melakukan apapun demi aku, karena dia tidak ingin kehilangan aku ....''

''Iya ... dia cintanya sudah kelewatan dan berlebihan ... sesuatu yang berlebihan itu akan berujung menjadi kurang baik ... dia jadi over protektif dan sangat posesif ... dan yang lebih parahnya lagi dia akan bertindak nekat seperti psikopat!''

''Iya, Herio ... aku juga kadang berpikir hal-hal yang menakutkan seperti itu ... tapi aku tidak bisa untuk meninggalkannya ...''

''Kamu mencintai dia?'' Aku menatap mata Benk Benk lekat-lekat.

Benk Benk jadi terdiam, dia menghentikan aktivitas makannya dan menatapku dengan wajah yang lebih serius.

''Pada awalnya ... aku hanya mengincar hartanya ... aku pura-pura mencintainya ... tapi tak ku sangka dia malah jatuh cinta sama aku beneran ... aku jadi terjebak dalam kerumitan ini, dia memberikan semua yang aku butuhkan ... dia yang merubah penampilanku menjadi seperti sekarang ini, aku jadi merasa berhutang jasa padanya ...''

''Dan, kau membayarnya dengan tubuhmu ... iya, 'kan?''

''Iya ... karena aku tidak punya pilihan lain.''

''Aku jadi kasihan sama kamu, Benk ....''

''Tidak ... kamu tidak perlu mengasihani aku ... karena ini mungkin kesalahanku sendiri ... dulu aku berpikirnya hanya uang, uang, dan uang ... memang aku bisa mendapatkan itu semua ... tapi ada pengorbanan yang mahal yang harus aku bayar. Itulah resikonya ... dan aku harus berani menghadapinya ...''

''Mmmmm ....'' Aku mengunyah irisan bakso.

Aku dan Benk Benk tidak berkata-kata lagi, kami berdua jadi fokus pada mangkok baksonya. Lalu Kami menghabiskan porsinya. Usai makan, Benk Benk membayarkan semua tagihannya, dia bilang ingin mentraktirku karena aku sudah menemaninya dan menjadikannya sebagai teman curhat-nya.

Sebelum balik, aku memesan satu porsi untuk dibungkus dan aku membayarnya dengan uangku sendiri. Karena aku akan memberikan bakso ini kepada seseorang.

Tinta Putih Di Lembar HitamWhere stories live. Discover now