Lembar 114 : Prinsip

1.3K 59 3
                                    

BICARA soal prinsip setiap orang pasti mempunyai pandangannya sendiri-sendiri. Kita tidak bisa memaksakan seseorang yang berbeda dengan prinsip kita untuk bisa selaras, namun kita dapat memberikan penjelasan nalar yang bisa diterima dengan akal. Sebagai contoh kehidupan para kaum homoseksual yang sebagian besar mempunyai prinsip hidup 'Just For Fun', mereka sering mengadakan pertemuan dengan orang yang menurutnya menarik dan melakukan hubungan intim untuk memuaskan nafsu birahinya. Bahkan mereka-mereka yang berpedoman pada prinsip 'Cinta Satu Malam' kerap mengadakan party-party seks bebas hingga di luar batas. Mereka tidak sadar bahwa apa yang mereka lakukan bisa berdampak buruk bagi dirinya atau pun pasangannya.

__Ya elah ... ngomong apa sih aku ini, kayaknya terlalu berat, ya? Padahal aku tidak suka hal-hal yang kelewat berat (gak kuat guys ngangkatnya!) secara aku ini 'kan tergolong cowok slim. Tinggi badanku cuma 167 cm dengan berat badan 55 kg (termasuk dalam kategori kurus kan?). Tidak apa-apa deh kurus, yang penting sehat wal'afiat. Betul ... tapi alangkah baiknya lagi kalau kita memiliki postur tubuh yang ideal, syukur bisa kekar seperti binaragawan minimal atletis-lah! (Duh ... body idaman banget!).

Well ... kenapa sih tiba-tiba aku menulis tentang prinsip di buku catatan harianku ini? Karena ini efek dari pertemuanku dengan Daral (salah satu teman kenalanku) pada beberapa malam yang lalu, kita sempat berdebat di restoran gara-gara aku tidak mau dijadikan alat pelancar untuk memuluskan aksinya yang menurutku kurang baik dan di luar prinsip hidupku yang mencoba memegang teguh sebuah kejujuran.

__Ah sudahlah ... lupakan Daral! Cowok itu hanya sebuah figuran dalam perjalanan hidupku dalam mengarungi mahligai kehidupan di Rainbow world.

Aku mengakhiri tulisan hari ini sampai di sini, aku meletakan buku dan pulpen di atas meja, aku mendongak jam di dinding yang sudah menunjuk angka 10. Sudah cukup malam, tapi mataku belum merasa mengantuk, aku pun memutuskan untuk keluar dari kamarku dan berdiri di balkon (di kost-anku yang baru tak ada rooftop) jadi aku hanya puas memandang langit malam dari balkon yang terdapat di depan kamarku.

''Herio ... durung turu (belum tidur), Bro?'' celetuk suara berat yang sudah sangat aku kenali, yups ... suara tenor, Mas Sofiano si tetanggaku yang macho dan ganteng itu. Sungguh suara seksi yang mampu membuatku agak terkejut.

''Eh ... Mas Sofiano ...'' sahutku sembari melengos ke arah pemilik suara indah tersebut. Mataku sedikit terpana kala menatap Mas Sofiano yang hanya mengenakan celana pendek tanpa baju atasan. Betul banget! laki-laki javanese ini sedang shirtless sehingga menampakan guratan otot dada dan ukiran sixpack perut datarnya.

''Tumben sampeyan metu kamar jam sak mene ... Her!'' (Tumben kamu keluar kamar jam segini)

''Iyo, Mas ... urung ngantuk, lan hawane rada gerah dadi pengen metu ben entuk angin ... sampeyan dewe kok urung turu toh, Mas ...'' (Ya Mas, belum ngantuk, dan hawanya juga gerah jadi ingin keluar biar dapat angin. Kamu sendiri kok belum tidur, Mas?)

''Aku mah biasa turune bengi ....'' (aku mah biasa tidurnya malam)

''Oh ngono toh, Mas ...''

''Iyo, Her ...''

''Emang Mbak Lastri ora nggoleki sampeyan, Mas ... ngajak kelon?''

''Hahaha ... kelon yo mengko mbengi-lah ...''

''Mbengi jam piro iki yo wis mbengi lho, Mas ...''

''Aku mah yen kelon esok-esok bar subuhan . . luwih kepenak, soale otong pas lagi ngaceng-ngacenge''

''Hehehe ....''

''Mulane ndang nikah, Her ... ben iso ngerasakake pinake surgo donyo ...''

''Iyo, Mas ... sampeyan wis sempurna dadi cowok ... duwe bojo, duwe anak ...''

''Alhamdulillah ...''

Aku dan Mas Sofiano ngobrol terus ngalor-ngidul, membicarakan sesuatu yang sebenarnya sama sekali tidak penting. Kami berdua ngoceh panjang kali lebar kali tinggi seperti menghitung volume. Tapi obrolannya tidak berbobot seperti tong kosong yang nyaring bunyinya tak ada gunanya. Meskipun demikian aku senang karena memiliki teman ngobrol seperti Mas Sofiano ini apalagi tampilan Mas Sofiano selalu sexy dan menggoda iman. Mataku tak henti-hentinya melirik jendolan di area selangkangannya yang nampak menonjol menggemaskan. Emmmm ... ingin sekali aku meremasnya, tapi aku tetap selalu menjaga sikapku, karena aku tidak mau menunjukan jatidiriku yang mempunyai penyimpangan dalam orientasi seksualnya.

Tinta Putih Di Lembar HitamWhere stories live. Discover now