Lembar 113 : Daral

1.4K 50 2
                                    

''LO mau gue pesanin makanan apa, Her ... burger atau nasi?'' ucap Daral menawari aku.

''Tidak usah, Daral ... aku baru makan tadi, aku minta minuman aja!''

''Oke ... Lo mau minuman apa?''

''Frapucino Float ... ''

''Baiklah ... Gue akan pesanin dulu!''

Daral bangkit dari tempat duduknya dan berjalan ke meja kasir untuk meng-order makanan dan minuman. Sementara aku duduk manis sambil memperhatikan seisi ruangan restoran yang sebagian terisi dengan pengunjung. Mataku mendadak fokus ke sebuah meja dimana meja tersebut menampakan satu rombongan yang terdapat 7 orang (cowok dan cewek yang usianya masih belasan tahun, seusia Rangga) dan mereka sepertinya sedang merayakan ulang tahun salah satu dari mereka. Wajah-wajah mereka terlihat bahagia dengan mengumbar tawa dan senyum yang cemerlang.

Mereka ketawa-ketiwi penuh dengan canda ria sembari ber-selfie bersama dengan pose-pose kocak yang mengundang tawa. Walaupun terkesan norak tapi begitulah cara pengekspresian diri ABG jaman now. Eksistensinya mereka tunjukan dengan mengunggah foto-foto atau video mini garing mereka ke semua media sosial yang mereka miliki biar dianggap gaul dan kekinian.

''Hai ... Bengong aja ... lihatin apaan sih lo, Her?'' celetuk Daral yang datang membawa nampan yang sudah penuh dengan makanan dan minuman.

''Hehehe ... itu lihatin mereka kelihatannya seru sekali ...'' Aku memberikan kode tengokan ke arah rombongan itu dan seketika itu pula Daral melengos ke arah mereka.

''Oh ... cabe-cabean sama terong-terongan ...'' komen Daral sambil meletakan nampan di atas meja.

''Hehehe ... mereka lucu-lucu dan imut-imut, ya?''

''Emang lo suka, Her ... sama anak-anak brondong bau kencur seperti mereka?''

''Mmm ... asik aja sih, melihatnya ... ngegemesin!''

''Gue mah ... tidak terlalu suka, Her ... Gue lebih suka sama yang seumuran atau lebih tua, dikit ... tapi bukan GADUN, ya! Hehehe ....''

''Iya, selera sih ... masing-masing orang berbeda.''

Sejenak kami terdiam, kami larut dalam alam pikiran kami masing-masing.

''Oh ya, Her ... ini minuman pesanan lo ... Frapucino Float!'' Daral menyodorkan gelas minuman itu ke tanganku.

''Terima kasih, Daral ...'' sahutku sembari menerima minumannya.

''Dan ini ... Gue belikan kentang goreng buat cemilan ... monggo disantap dulu!''

''Siip deh, Bro!''

Aku dan Daral menikmati hidangan khas di restoran cepat saji yang cukup terkenal ini.

''Kamu mau curhat soal apa sih, Bro?'' tanyaku di tengah menikmati freench fries.

''Hehehe ... sorry ya, Her ... sebenarnya gue tidak mau curhat ... Gue cuma mau minta bantuan lo aja!'' jawab Daral enteng sambil meringis, lalu cowok berkulit putih ini mengeluarkan beberapa kertas dari dalam tas pribadinya.

''Kamu minta bantuan aku? Bantuan yang bagaimana?''

''Bantuin gue bikinin nota ... ntar gue tunjukin sampelnya!'' Daral mengambil salah satu nota dan ditunjukan kepadaku, ''ini nih, Bro ... contohnya. Lo cukup tulis item-nya, banyaknya item dan harga satuan item-nya ... gimana gampang 'kan?'' lanjut Daral lebih rinci.

''Hmmm ... gampang sih ... tapi kenapa kamu tidak buat sendiri aja, Bro?''

''Kalau gue yang buat nanti ketahuan dong itu hasil tulisan gue?''

''Jadi kamu mau melibatkan aku dalam skandal yang kamu lakukan?''

''Bukan begitu maksudnya, Herio ...''

''Aku tahu maksudnya ... kamu mau memalsukan data 'kan? Kamu membuat nota dengan skenario dan rincian yang kamu buat sendiri ... Daral ... itu tidak sesuai dengan fakta, itu namanya manipulasi ... dan manipulasi adalah bentuk kebohongan ... aku tidak mau tulisanku dimanfaatkan oleh kamu untuk melancarkan aksimu, Bro ... Sorry!''

''Ah ... Herio ... Lo tahu aja, sih ... tapi ini bukan seperti yang lo pikirkan, Bro ... Gue cuma menyalin aja, kok ... dan apabila lo tidak mau bantuin ya, sudah ... Gue juga gak bakal memaksa, kok ... tenang aja!''

''Daral ... aku mempunyai pengalaman buruk dengan sesuatu kebohongan ... aku trauma, dan aku tidak ingin mengulanginya lagi ... aku ingin bersih dan berusaha untuk bersikap jujur apa adanya.''

''Hehehe ... sok suci lo, Her ... Lo pikir menjadi gay itu bersih?''

''Daral ... menjadi gay bukan berarti kita kotor dan bebas bertindak tidak rasional. Walaupun gay kita semestinya tetap memiliki nilai-nilai sikap yang baik ... termasuk menjunjung tinggi sikap integritas.''

''Oke ... Oke ... Gue setuju ama lo, karena lo emang benar ... tapi percayalah ini bukan seperti yang lo pikirkan!''

''Terus apa, dong?''

Daral tak segera menjawab, dia hanya membereskan kertas-kertas itu dan memasukan kembali ke kantong tasnya.

''Gue salut dengan lo, Bro ... Lo memiliki pemikiran yang cerdas dan tidak gampang dihasut!''

''Aku tidak cerdas ... ini masalah prinsip, dan aku hanya tidak mau dimanfaatkan oleh orang-orang yang memliki tujuan yang kurang baik ... sorry aku ngomong blak-blakan!''

''Iya, sudahlah kalau lo tidak mau membantu gue, tidak apa-apa ... nanti gue cari orang lain aja yang mau ikhlas membantu gue ...''

Aku dan Daral jadi terdiam, suasananya mendadak jadi kaku seperti kanebo kering. Apa yang dilakukan Daral sesungguhnya mengungkit rasa bersalahku terhadap tindakan yang tidak bisa dibenarkan. Memalsukan dokumen sama saja berbuat kecurangan dan itu adalah bentuk penyelewengan yang bisa merugikan orang lain. Dan aku tidak mau terlibat dalam penyelewengan yang dilakukan oleh Daral walaupun peranku sangat kecil dan mungkin sangat sepele karena hanya memanfaatkan tulisan tanganku.

__Aduh ... ada-ada saja, banyak orang yang melakukan berbagai macam cara untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Mereka tidak memikirkan efek yang ditimbulkannya. Sebagai teman ... sudah selayaknya aku menasehati mereka, tapi apakah mulut homo seperti aku ini masih bisa dipercaya dan dibenarkan. Soalnya, walaupun apa yang kita ucapakan benar, terkadang dipandang sebelah mata hanya karena status orientasi seksual kita yang menyimpang.

Tinta Putih Di Lembar HitamWhere stories live. Discover now