Lembar 135 : Metronini

1.3K 45 1
                                    

PAGI hari ini, aku bangun dengan semangat yang baru. Aku benar-benar menyiapkan diriku untuk menghadapi interview di salah satu perusahaan yang bergerak di bidang distributor gadget smartphone.

Di depan sebuah kaca aku bercermin, aku memandangi wajahku sendiri dan memberikan penilaian yang positif. Kulit wajahku yang bersih nampak berseri dengan senyuman yang mengambang di bibir gempalku. Aku tanamkan dalam-dalam rasa kepercayaan diriku agar aku bisa bersikap tenang dan profesional saat wawancara nanti.

اَلْحَمْدُ ِللهِ كَمَا حَسَّنْتَ خَلْقِىْ  فَحَسِّـنْ خُلُقِىْ

Alhamdulillaahi kamaa hassanta kholqii fahassin khuluqii

Artinya:

"Segala puji bagi Allah, baguskanlah budi pekertiku sebagaimana Engkau telah membaguskan rupa wajahku"

Aku menata rambutku dengan gel pomade, kemudian merapikan kemejaku dan tak lupa menyemprotkan parfum wangi dengan aroma yang menyegarkan agar aku semakin kece dan semakin sempurna dalam berpenampilan. Setelah semuanya beres, aku pun siap berangkat menuju alamat perusahaan yang diberikan oleh HRD-nya kemarin lewat sambungan telepon.

Well...

Di depan pintu kamarku aku berdo'a. Aku memohon kepada Tuhan agar aku diberikan kelancaran dalam menjalani aktivitasku hari ini.

بِسْمِ اللَّهِ ، تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ ، وَلا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّه

"Bismilaahi tawakkaltu 'alallahi wa laa hawla wa laa quwwata illaa billaahi"

Artinya :
Dengan menyebut nama Allah, aku menyerahkan diriku pada Allah dan tidak ada daya dan kekuatan selain dengan Allah saja.

Usai berdo'a aku mengunci pintu kamar kost-anku dan berjingkat dengan langkah yang penuh rasa percaya diri. Aku pergi ke Ruko Mega Grosir Cempaka Mas yang letaknya tidak begitu jauh dari kost-an dan aku mengakses ke alamat tersebut dengan menggunakan jasa angkutan umum yang kita kenal dengan sebutan metromini. Saat aku memasuki kendaraan mini bus yang berwarna orange biru ini, aku melihat sudah ada beberapa penumpang yang duduk manis di kursi mereka masing-masing. Dan di antara mereka ada seorang laki-laki yang duduk di bangku paling belakang dengan posisi paling pojok berdekatan dengan jendela. Laki-laki itu wajahnya tidak terlalu jelas karena mengenakan masker, lalu kepalanya juga tertutup cindung yang menempel dengan jaket sweeter-nya. Aku duduk sederetan dengan bangku yang dia duduki, sehingga aku bisa memperhatikannya tanpa sepengetahuan dia.

Metromini ini terus melaju dengan kecepatan yang maksimal, sang sopir menyetir dengan sedikit ugal-ugalan yang memberikan kesan kalau sang sopir sangat berburu penumpang untuk mengejar setoran. Di tengah laju kendaraan umum roda empat ini yang terkadang berhenti mendadak, sesekali aku melirik ke arah pria misterius yang berada di sampingku dan hanya berjarak beberapa jengkal saja. Pas aku melirik ke arahnya, ada hal yang tak terduga dan membuatku jadi geleng-gelengkan kepala. Kedua mataku ini menyaksikan kalau laki-laki tersebut sedang mengeluarkan alat kelaminnya yang sudah dalam keadaan tegang dan dengan santainya dia mengurut-ngurut organ vitalnya itu seperti gerakan orang yang sedang mengocok. Kalau diperhatikan kepala kontolnya itu cukup besar berwarna merah keunguan dan nampak mengkilat. Batangnya penuh dengan urat-urat yang menjumbul di sepanjang badan alat seksualnya yang berwarna hijau kebiruan. Buah zakarnya tidak terlihat karena masih tertutup celananya.

Tak salah lagi ... laki-laki itu memang sedang bermasturbasi di dalam metromini. Semakin aku memperhatikan dia, dia semakin nekat mengeluarkan suara desahan sensual seperti orang yang sedang beradegan mesum dengan pasangannya.

Ough ... ahhh ... ahhh ....

Suara nakalnya itu memancingku untuk selalu melihat aksinya. Gila ... laki-laki ini benar-benar tidak tahu malu, dia terus melancarkan perbuatan konyolnya itu tanpa mempedulikan dengan orang-orang di sekitarnya.

Aku memalingkan mukaku dan berharap aku segera sampai di tempat tujuanku, aku tidak mau hari baikku ini dikotori dengan aksi nakal dari orang-orang nekat yang urat malunya sudah putus. Meskipun dia terus menggemakan suara desahan yang menggugah birahi, namun aku justru merasa muak dan ingin muntah. Untungnya, aku sudah dekat dengan tempat pemberhentianku, jadi belum sempat aku melihat dia ngecreet aku sudah berteriak kepada sang sopir untuk menghentikan laju kendaraannya. Setelah metromini ini berhenti, aku langsung bergerak ke depan untuk membayar ongkosnya kepada sang sopir karena dia tidak menggunakan jasa kernet. Lalu aku pun segera turun dari metromini tersebut.

Tinta Putih Di Lembar HitamWhere stories live. Discover now