Lembar Ke-13 : Transjakarta

3.2K 116 13
                                    


Aku naik bus Transjakarta dari halte Rawa Buaya. Penumpang pada sore itu lumayan padat, namun aku masih dapat tempat duduk. Aku memilih duduk di pojok belakang dekat jendela karena dari situ aku bisa memperhatikan pemandangan di luar dengan jelas. Di samping aku duduk ada seorang cowok berkacamata dan mengenakan masker yang menutupi hidung dan mulutnya. Pada satu kesempatan, sekilas aku melirik cowok itu, dia nampak sibuk dengan gadget di tangannya. Entah, apa yang dibuka di smartphone pribadinya itu. Aku tidak begitu memperhatikannya, karena aku lebih fokus menatap ke arah luar jendela. 

Di sepanjang jalan aku memperhatikan lalu lalang orang dan bangunan-bangunan yang menjuntai baik berupa ruko maupun rumah pribadi. Ada berjuta warna dan bentuk bangunan yang cukup menyita perhatian mataku. Kesan indah, bagus, dan sekaligus sumpek jadi satu penilaian yang absolut. __Menurutku!

Di tengah asiknya aku melihat semua itu, tiba-tiba kaki cowok yang duduk di sebelahku menempel dengan kakiku. Aku tidak menghiraukannya karena aku berpikir ini adalah efek goncangan dari pergerakan laju si bus transjakarta yang sedang melewati jalanan yang tidak rata. Namun, makin lama paha cowok ini makin rapat menempel dengan pahaku, bahkan dengan sengaja atau tidak tangannya juga ikutan menempel lantas meraba-raba pahaku. Aku masih berpikir positif dan berusaha menggeser pahaku menjauhi sentuhannya. Akan tetapi, cowok ini sepertinya nekat juga, tanpa segan dia juga menggeser pahanya dan menempelkan kembali ke pahaku. Karena aku merasa tidak nyaman, akhirnya aku memberanikan diri untuk melirik cowok ini dan menatap dengan tatapan mata elang yang super tajam.

Mataku dengan mata dia saling beradu, aku melihat ada sesuatu yang membuat batinku berdesir yang berasal dari pancaran bola matanya yang sebening kristal itu

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.

Mataku dengan mata dia saling beradu, aku melihat ada sesuatu yang membuat batinku berdesir yang berasal dari pancaran bola matanya yang sebening kristal itu. Cowok berkulit putih ini membuka masker-nya, sehingga aku bisa merekam jelas raut dan bentuk wajahnya yang ternyata kelewat tampan sekali. Hidungnya mancung, kumis baru cukuran dan bibir merona kemerahan. Jujur, aku terpana karena terpesona dengan parasnya yang seperti bintang sinetron.

''Ha i... mau turun dimana, Mas?'' ujarnya dengan suara lembut hampir tak terdengar. __Gila, berani juga nih cowok menegurku duluan!

''Eh, a-aku turun di Cempaka Putih!'' jawabku agak gagap karena sedikit gugup.

''Ooo ...'' Cowok ini nampak manggut-manggut, ''oh ya, kenalkan namaku, Dimas!'' ujarnya sambil mengulurkan tangan dan hendak menyalami tanganku, ''Dimas Anggara!'' lanjutnya seraya menjabat tanganku dengan sangat erat.

''Ooo .... i-iya ... ya!'' Aku hanya mantuk-mantuk tak jelas.

''Mas sendiri namanya siapa?'' tanya Dimas dengan penuh percaya diri.

''A-aku Herio ... Herio Purnama!'' jawabku masih gelagapan.

''Nama yang bagus ... sebagus wajahmu yang terang, seterang namamu!''pujinya dengan senyuman yang membuatku jadi GR (gede rasa).

''Hehehe ... terima kasih!''

''Aku boleh minta nomor kontak atau pin BBM-mu?''

''Mmm ... boleh, kita barcode aja!'' Aku mengambil ponselku lalu membuka aplikasi BBM-nya dan menyetel penambahan kontak dengan sistem barcode.

''Silahkan kamu scan aja kodenya!'' kataku sambil memaparkan layar handphone-ku di bawah handphone dia.

''Oke ... aku scanning ya, klik! Yess ... kita sudah berteman!'' ungkap Dimas dengan memasang wajah yang menyenangkan dan terlihat bersahabat.

''I-iya ... kita sudah bertukar kontak, Dimas!'' timpalku.

''Herio ... terima kasih ya, kamu sudah mau berbagi kontak BBM-nya. Aku senang bisa berkenalan dengan kamu!''

''Iya ... aku juga!''

Dimas Anggara bangkit dari tempat duduknya dan menyiapkan diri untuk turun di sebuah halte.

''Herio ... aku turun duluan, ya ... dahhh!'' kata Dimas dengan menyunggingkan senyuman manis sambil melambaikan tangannya saat bus transjakarta ini berhenti di halte Indosiar.

Aku hanya mengangguk dengan senyuman simpul mengiringi langkah Dimas yang turun di halte tesebut. Mataku masih memperhatikan sosok cowok ganteng itu hingga bayangannya hilang dari pelupuk mataku. 

Huh ..., Aku menghela nafas panjang, aku masih tak percaya bisa berkenalan dengan cowok sekeren, Dimas Anggara. __Oh Tuhan ... mimpi apa aku semalam, hari ini aku bertemu dengan banyak pria-pria ganteng. Namun, seganteng apapun mereka, aku hanya sebatas mengaguminya tanpa memiliki perasaan yang lebih. Karena hatiku, hanya untuk Aa' Iyan seorang. Maafkan aku, Aa' ... karena aku sudah mengagumi lelaki lain.

Tinta Putih Di Lembar HitamKde žijí příběhy. Začni objevovat