Lembar 100 : Merenung

1.6K 57 4
                                    

Esok harinya.

Aku mulai mencari-cari tempat kost-an baru, aku juga mencari informasi dari teman-temanku dan terus melakukan survey tempatnya.

Dari beberapa tempat itu akhirnya aku memutuskan untuk memilih salah satu kost-an yang menurutku terbaik. Kamarnya lumayan luas dengan fasilitas kamar mandi di dalam, ada kasur, meja, rak sepatu, dan lemari. Entahlah ... sejak pertama kali melihat tempat kost-an itu aku langsung jatuh hati pada ruangannya meskipun harga sewanya dua kali lipat dari kost di rumah Rangga.

Hmmm ... mungkin inilah cara Tuhan agar aku berpindah, meskipun perpindahanku ini bukan murni dari keinginanku pribadi bahkan bisa dibilang terpaksa. Namun begitu, pada akhirnya aku memahami bahwa perpindahan ini adalah perpindahan menuju ke tempat yang jauh lebih baik. Dan Aku yakin serta percaya bahwa Tuhan mempunyai rencana yang jauh lebih indah.

Well ...

Hampir 80 % barang-barangku telah dikemas dan siap untuk diangkut kapanpun juga. Aku sendiri juga sudah sangat ikhlas untuk meninggalkan kost-an yang penuh dengan kenangan ini. Aku rela melepaskan kamar yang memang bukan hak-ku menempati untuk selamanya.

Dan karena seharian aku ber- packing ria dengan barang-barang yang cukup banyak hingga badanku jadi merasa sangat capek. Untuk menghilangkan capek, lelah, dan letih ini dari tubuh, aku pun tiduran sebentar. Aku memejamkan mata hingga hari menjelang malam. Setelah puas beristirahat, aku pun bangkit dari tempatku berbaring, aku bergerak ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuhku. Aku mandi untuk membuang semua rasa lesu yang masih menghinggapi tubuh ini. Usai mandi, aku berpakaian alakadarnya, aku tahu ini malam minggu tapi aku tidak memiliki selera untuk pergi menghibur diri, padahal banyak teman-teman dunia maya yang mengajakku ngumpul di berbagai tempat hiburan yang populer di kalangan kaum LGBT dan khusunya Gay.

I don't know ... aku lagi pengen sendirian saja. Aku ingin merenung sambil menatap langit malam yang bertabur bintang dan hanya ditemani oleh secangkir teh manis hangat. Aku berdiri tepat di tengah rooftop pada bangunan kost-an. Seperti biasa aku berdiam, memikirkan banyak hal. Menikmati semilirnya angin malam yang begitu dingin menusuk tulang. Namun, aku tidak mempedulikan itu, aku membiarkan tubuhku bersinergi dengan udara malam yang sebenarnya kurang bersahabat.

Di saat aku berada dalam alam benakku yang bercerita pada desiran angin yang berbisik, tiba-tiba aku dikejutkan dengan sebuah pelukan hangat yang serta merta menyelimuti tubuhku. Dari belakang orang ini melingkarkan tangannya di pinggangku kemudian dia menyandarkan kepalanya di punggungku dengan begitu nyamannya. Sungguh aku sangat kaget dengan sikap orang ini yang benar-benar membuatku jadi tak percaya kalau ada orang yang mendekapku dengan sebegitu erat hingga kehangatan tubuhnya menjalar ke seluruh bagian tubuhku. Awalnya aku bertanya-tanya siapa gerangan orang yang melakukan hal ini, namun ketika aku melihat gelang yang melingkar di pergelangan tangan kirinya itu aku jadi bisa memastikan bahwa orang yang sedang memeluku dari belakang ini adalah Rangga. Iya ... aku sangat mengenali gelang itu, karena gelang itu adalah gelang yang ku beli di Ragunan dan ku berikan kepada brondong tampan itu.

''Rangga tadi masuk ke kamar Mas Herio ... tapi Mas Herio tidak ada ... akhirnya aku cari Mas Her ke sini ... dan memang benar Mas Herio ada di sini ...'' ungkap Rangga yang masih memelukku dengan manja.

''Kenapa kamu mencariku, Rangga?''

''Gak apa-apa ... Rangga kangen aja pengen ngobrol sama Mas Herio ...''

''Memang kamu tidak malam mingguan dengan teman-temanmu?''

''Tidak ... Rangga pengen malam mingguan sama Mas Herio, aja ...''

''Rangga ... kok kamu jadi melankolis begini, sih?''

''Ya ... karena Rangga masih tidak rela untuk melepaskan Mas Herio pergi ... setelah Mas Herio pindah ... mungkin Ragga tidak akan bisa memeluk Mas Her dan bermanja-manja-an lagi ...''

''Rangga ... kamu tidak boleh begitu ... kamu jangan membuatku jadi galau dan sedih ... aku sudah mendapatkan kost-an yang baru ... jadi aku harap kamu tidak membebaniku dengan sikap childish-mu seperti ini ...'' Aku melepaskan pelukan Rangga dan membalikan tubuhku. Aku menatap raut wajah ABG tampan ini yang telah memasang ekspresi sendu.

Rangga mendongak ke arahku, dan ketika itu aku melihat pancaran bola matanya yang telah berkaca-kaca. Mulutnya tak bergeming, namun aku bisa merasakan ungkapan perasaan dalam batinnya. Sebuah rasa yang mungkin bisa ku terjemahan dengan rasa kasih dan sayang.

''Rangga ... apa yang kamu inginkan dariku?'' Aku meraih tengkuk Rangga dan mendekatkan kepalanya ke kepalaku hingga jarak wajahku dan wajahnya jadi teramat dekat, bahkan aroma nafasnya bisa tercium di hidungku.

''Rangga tidak menginginkan apapun ... Rangga hanya ingin sebelum Mas Herio pindah ... Mas Herio menunjukan sesuatu yang membuktikan bahwa Mas Her, benar-benar sayang sama Rangga ...''

''Apa yang harus aku tunjukan kepadamu, Rangga?''

''Entahlah ... Rangga juga tidak tahu ...''

''Rangga ... apa kamu menyukaiku?''

Rangga tidak bisa menjawab, namun mata bingungnya bisa menjelaskan bahwa dia juga sebenarnya memiliki rasa yang sama denganku. Aku yakin Rangga juga menyukai aku, seperti aku menyukainya.

''Rangga ... aku tahu kamu menginginkan ini ...'' ujarku sambil mengecup bibir Rangga kemudian perlahan-lahan melumatnya dengan penuh rasa cinta. Rangga jadi memejamkan matanya, dia benar-benar pasrah dan membiarkan bibir tipisnya dikulum dan diseruput manja olehku. Brondong manis ini diam-diam membalas ciumanku dan turut hanyut dalam indahnya kenikmatan bergumul mengadu lidah dan merujak bibir.

Malam ini, aku dan Rangga menghabiskan malam terakhir sebelum aku pindahan.

__Terima kasih buat seluruh pembaca yang sudah mengikuti cerita ini ... semoga terhibur. I LOVE YOU ALL.

Tinta Putih Di Lembar HitamWhere stories live. Discover now