Lembar Ke-72 : Hujan

1.5K 58 4
                                    

''Herio ... terima kasih, ya ... kamu sudah mengijinkan aku main ke tempat kamu dan kamu juga mau mendengarkan keluh kesahku ...'' ujar Benk Benk.

''Iya, Bro ... sama-sama, aku juga senang kok, kamu masih mengingat aku dan mengenalku ... padahal kamu udah jadi orang tajir ... tidak seperti aku ...''

''Apaan sih, Her ....''

''Penampilan kita saja sudah berbeda, Benk ... body-mu keren ... tampang kayak model, dan semua yang kamu pakai adalah barang branded yang berkualitas tinggi dan aku tahu pasti mehong harganya.''

''Hehehe ... kamu bisa aja!'' Benk Benk terkekeh, ''tapi, aku tidak sebebas kamu, Bro ... kamu bisa bergaul dengan siapa saja dan bisa memilih dengan siapapun orang yang kamu sukai ... tidak seperti aku ...''

''Aku tidak sekece kamu, Sob ... tampangku pas-pasan ... body-ku kerempeng dan pendek pula ...''

''Kamu manis tahu, Bro ... kamu juga sexy ... kamu tuh punya kharismatik ... kamu seperti magnet yang bisa menarik semua orang dan ingin selalu berada di dekatmu  ...''

''Tunggu ... kata-katamu itu ... benar-benar mengingatkan aku pada seseorang ....''

''Hayooo ... siapa tuh, BF-nya, ya?''

''Bukan sih. .. Cuma temanku aja ... namanya Andy, dia cowok Chinese ... tapi ucapannya hampir serupa dengan apa yang kamu ucapkan barusan, Benk ... dia juga bilang kalau aku ini seperti magnet ... apa benar aku begitu?''

''Tidak salah, Her ... kamu tuh buat semua orang di dekatmu jadi nyaman ... jujur saja aku juga merasa nyaman dan ingin berdekatan dengan kamu ....''

''Hmmm ... jangan buat aku jadi melayang!''

''Iya ... tapi sayangnya aku tidak bisa berlama-lama dengan kamu Bro ... padahal aku pengen banget nginep dan tidur bareng kamu. Hahaha ....''

''Hahaha ...'' Aku dan Benk Benk tertawa ngakak.

''Sorry ya, Her ... aku mau langsung balik aja.''

''Hah ... kok cepetan sih, Benk?''

''Iya ... soalnya aku ada urusan yang harus aku selesaikan.''

''Urusan apalagi? Bukankah BF kamu lagi di luar negeri, Benk?''

''Ya, meskipun di luar negeri ... tetap aja aku tidak bebas lepas seperti burung gagak yang bisa terbang kemana-mana, aku hanya seperti burung merak, indah terlihat tapi badanku terkurung ... karena kebebasanku telah terbelenggu ... BF-ku punya banyak mata-mata.''

''Oh begono ya, Bro? Terus kamu mau naik apa baliknya?''

''Aku udah pesan Gojek ... udah di-pick up kok, sama driver-nya ... tinggal nunggu orangnya saja di sini ...''

''O, gitu ... ya udah, deh ... aku temani kamu dulu, sampai Driver Gojek-nya nyamperin kamu ...''

''Thanks ya, Her ... kamu memang sahabatku yang paling baik ...''

Aku hanya nyengir, memasang wajah cute-ku.

Tak lama kemudian, datanglah Sang Driver Gojek dan mengangkut Benk Benk. Sebelum naik ke atas motornya, Benk Benk menjabat tanganku dengan sangat erat penuh rasa persahabatan. Aku melepas kepergian Benk Benk dengan senyum keramahan yang biasa aku berikan kepada semua orang. Setelah bayangan Benk Benk menghilang dari pelupuk mataku, aku langsung bergerak melangkahkan kakiku menuju rumah kost-kostanku.

Di tengah jalan tiba-tiba saja gerimis datang tanpa diundang. Butiran airnya satu satu menempeleng kepalaku yang telanjang tanpa penutup kepala. Aku semakin mempercepat langkahku karena hujan semakin deras mengguyur dan membasahi sebagian tubuhku. Aku berlari secepat mungkin hingga aku tiba di pintu gerbang kost-anku. Syukurlah, akhirnya aku sudah berada di depan rumah utama dan bebas dari percikan air hujan yang menyerang seperti air bah dari langit.

Tok ... tok ... tok!

Aku mengetuk pintu rumah utama Ibu kost. Lalu selang beberapa detik pintunya terbuka dari dalam bersama munculnya kepala Ibu kost yang melengos dengan tatapan heran ke arahku.

''Eh, Nak Herio ...ada apa, Nak? Tumben malam-malam ketuk pintu rumah Ibu?'' tanya perempuan paro baya ini dengan nada kepo.

''Eh-mmm ... Rangga-nya ada, Bu?'' ujarku setengah ragu dan malu-malu.

''Gak ada, Nak ... Rangga keluar dari pukul 7-an!''

''Emang kemana Bu, perginya?''

''Gak tahu mungkin nongkrong bareng teman-temannya ....''

''Hujan-hujan begini masih nongkrong? Nongkrong dimana, ya?''

''Iya ... Ibu juga tidak tahu, Nak ... Ibu jadi mencemaskan dia ... kenapa belum pulang-pulang tuh bocah ... Ibu khawatir ... penyakitnya kambuh kalau kena hujan dan kedinginan nanti.''

''Emang Rangga punya penyakit apa, Bu?''

''Asma ....''

''O, gitu, ya!''

''Iya, Nak Her ... Ibu boleh minta tolong, nggak? Bantu cariin dia sekarang ... tolong ya, Nak Her!''

''Ya, sudah, Bu ...nanti aku akan cari dia ... Ibu jangan khawatir, aku akan segera membawa Rangga pulang.''

''Aduh ... terima kasih ya, Nak Her ... Maaf ya ... Ibu jadi merepotkan, Nak Herio ....''

''Tidak apa-apa, Bu ... maaf ya, Bu ... Herio mau naik ke atas dulu mau ambil payungnya!''

''Mari, Nak Her. ...''

Aku bergegas ke kamar kost-ku, aku meletakan bungkusan bakso yang aku beli di atas meja, kemudian aku mengambil sebuah payung yang agak lebar yang biasa aku letakan di dekat pintu. Aku bawa payung ini ke bawah. Lalu aku membuka payung bergambar doraemon ini lebar-lebar agar bisa melindungi aku dari derasnya guyuran air hujan. Di bawah rinai hujan yang rapat aku menyusuri jalanan becek dan mulai berpetualang mencari sosok Rangga yang tak tahu dimana rimbanya.

Tinta Putih Di Lembar HitamWhere stories live. Discover now