Lembar Ke-42 : Fun

2.6K 75 6
                                    

Selesai makan, aku membawa Aldi ke tempat kost-ku. Kami berdua naik motor milik Aldi. Setelah berjalan selama 10 menit, kami tiba. Aldi memarkirkan motornya di pinggiran jalan tepat di muka bangunan kost-anku, karena di kost-anku tidak menyediakan ruang kosong untuk dijadikan garasi. Kamarku ada di lantai dua, jadi kami harus melintasi tangga terlebih dahulu untuk dapat mengakses ke area sana. Saat kami hendak menaiki anak tangga, kami berpapasan dengan si Rangga.

Rangga

''Hai, Mas Herio!'' sapa Rangga dengan suara yang renyah seperti rempeyek. Wajah cute-nya juga nampak sumringah.

''Halo, Rangga!'' balasku.

''Sudah pulang gawe, Mas?'' tanya Rangga.

''Iya, udah ...'' jawabku.

''Oh bareng temannya, ya?'' tanya Rangga lagi setelah menyadari ada kehadiran Aldi di antara kami.

''Iya ... ini temanku.''

Rangga melemparkan senyuman kepada Aldi, lalu Aldi membalas dengan senyuman pula sambil sedikit membungkukan badannya. Mereka hanya sepintas bertatapan dan tak ada obrolan, karena Rangga buru-buru masuk ke dalam rumahnya.

Aku dan Aldi melanjutkan melangkah untuk menaiki tangganya.

''Herio ... siapa tuh cowok?'' tanya Aldi dengan nada yang kepo.

''Dia, Rangga ... anak yang punya kost-an.'' terangku.

''Ohh ...'' Aldi menganggukan kepala.

''Ya ... emang kenapa?''

''Keren juga tuh, bocah ... Hehehe ...'' timpal Aldi memberikan penilaian terhadap sosok Rangga.

''Hmmm ... kamu naksir, ya?''

''Hehehe ...'' Aldi nyengir, ''ganteng banget, tahu! ... dia 'sakit' gak, sih?'' lanjutnya bertanya.

''Setahuku sih, straight ... lagian dia masih kelas 2 SMP, keles ... masih di bawah umur.''

''Masih kelas 2 SMP aja sudah segede itu, ya? ... wajahnya itu lho, ganteng, manis lagi! ... gila ... tuh brondong makannya apa, ya? ... Ekhmm ... aku jadi geregetan ... gemes lihatnya!"

''Kenapa kamu gak ajak kenalan aja tadi ...''

''Hahaha ... gak ah! ... nanti dikira Pedofilia.''

''Hehehe ...'' Aku nyengir sambil membuka pintu kamar kost-ku, aku menyalakan lampunya dan juga kipas anginnya.

''Welcome to my jungle!'' ujarku.

''Hahaha ...'' timpal Aldi terkekeh seraya memperhatikan seisi ruangan, ''waw ... luas juga kamarmu, Herio ... berapa sebulannya?'' lanjutnya.

''Gopek!'' jawabku singkat.

''Oh ... murah juga, ya!'' Aldi memanggut-manggutkan kepala. Lalu dia duduk di atas kasur. Matanya masih menyisir ke segala arah.

''Oh ya, Al ... kamu mau minum apa? Kopi atau teh?'' kataku menawarkan.

''Tidak usah repot-repot ... aku cuma mau kamu aja! Hahaha ...'' Aldi tertawa girang. Aku jadi ikutan tertawa juga, ''aku bercanda, Herio!'' imbuhnya. Aku hanya tersenyum geli.

''Cukup air putih aja!'' tanggap Aldi ringan seraya merebahkan tubuhnya di atas tempat tidurku.

''Oh, ya sudah kalau begitu!'' Aku mengambilkan sebotol air mineral dan meletakannya di hadapan Aldi.

Aldi masih memaparkan tubuhnya di atas kasur, kemudian dia melepaskan beberapa kancing bajunya dan membiarkan sebagian dadanya tertepa angin yang ditiupkan kipas baling-baling yang berputar di langit-langit kamarku.

''Wah ... enak juga ya, tinggal di sini ... anginnya sejuk ... walau tanpa AC (Air Conditioner).''

''Iya, Al ... makanya aku betah disini.''

Aldi membuka semua kancing bajunya, lalu tanpa segan lelaki ini melepaskan pakaiannya itu dan memamerkan dada bidangnya yang dipenuhi dengan rambut-rambut yang halus. Aku sempat terpana melihat bentuk perutnya yang six pack seperti roti sobek, sungguh jantungku mendadak berdegup lebih keras menatap pemandangan yang cukup menggiurkan itu.

''Herio ... ngapain kamu bengong di situ ... ayo sini mendekatlah!'' Suara Aldi membuyarkan lamunanku, tangannya menarik tanganku dan mendekatkan tubuhku ke tubuhnya.

''Aldi ... emang kita mau ngapain?'' ujarku dengan suara yang kaku.

''Ngapain ajalah ... yang penting enak. Hehehe ....''

''Tapi kita baru kenal, Al ...''

''Udahlah ... tidak usah munafik, apa sih yang dicari dari orang-orang seperti kita ini kalau bukan kesenangan ...''

''Emang kamu tidak punya BF, Al?''

''Jujur saja ... aku bukan tipe orang yang suka menjalin hubungan yang berkomitmen, karena menurutku itu bullshit ... aku lebih suka fun ... sama-sama suka! ... Sama-sama enak! ... simple 'kan?''

''Sepertinya kita berbeda pandangan, Al ...''

''Jadi kamu tidak mau nih, kalau kita fun aja?''

Aku terdiam, badanku masih gemetar dan tak tahu harus melakukan apa. Aldi memandangku dengan sorot mata yang liar, dia seperti singa yang sedang birahi, dia menarik tengkukku, kemudian tanpa permisi dia mencium bibirku dan melumatnya, aku berusaha mengelak tapi ciuman Aldi terasa sangat berbeda dan membuat tubuhku melayang. Tangan Aldi mengusap leherku, lalu turun ke dadaku kemudian meremas-remas putingku. Sungguh, aksi nakal Aldi benar-benar merangsangku, aku seolah terbawa arus permainannya yang cukup memabukan ini. Dia pintar dan lihai menjamah bagian-bagian super sensitif di tubuhku hingga aku bergidik dan mendapatkan sensasi kejutan elektrik yang selama ini belum pernah aku rasakan. Sambil melumat bibirku, Aldi diam-diam melepaskan bajuku hingga menyisakan kaos dalamanku. Dengan cepat laki-laki ini menyingkap kaos gantungku ini ke atas hingga dada dan putingku yang sudah melinting tersingkap, lalu dengan bringas dia mencocor daging dadaku dan menghisap-hisapnya dengan keras sehingga aku mendesah karena merasakan nikmat yang tak terkira.

Tinta Putih Di Lembar HitamWhere stories live. Discover now