Part 2 : Sinayeng Manggelung

615 40 10
                                    

Jayapati namanya. Begitu mengerikan. Jaya karena membunuh artinya. Untungnya itu hanyalah gelar yang disematkan oleh sang Raja. Nama aslinya tidak diketahui.

Ketika itu dia berusia 15 tahun. Sekelompok  perampok yang terdiri dari 20 orang  menghadang jalan sang Raja. Kemudian terbunuh oleh goloknya. Ketika itu ia sedang mencari kayu bakar. Semenjak itu ia pindah dari desa itu ke dalam benteng kesatrian.

Kini ia berusia 18 tahun. Menjadi seorang panglima muda kepercayaan sang Raja. Berbagai peperangan telah dilalui. Pangkatnya meningkat sangat pesat.

Malam itu ia tak bisa tidur. Ia membolak balikkan tubuhnya di pembaringan. Sabetan pedang secara vertikal menebas telinga utusan mongol terngiang dalam pikiranya.

Ia kemudian turun dari pembaringan dan mengambil minuman. Keadaan sekitar sepi sekali. Ia keluar rumah. Menghirup udara malam. Kemudian ia masuk lagi ke dalam rumah.

Kemudian ia naik kembali ke pembaringan. Namun ia tetap tak bisa tidur. Ia memejamkan mata, tapi tidak bisa tidur juga

....

Fajar menyingsing. Ia bangun. Matanya memerah. Ia benar - benar tak bisa tidur malam itu. " Ibu, aku hendak ke sungai. Aku ingin menikmati arus sungai " Ia pamit pada ibunya dan pergi menaiki kuda. Anak sungai brantas menjadi tujuannya.

Setibanya disana ia melihat jajaran perahu kecil dengan bendera singhasari di atasnya. Ia terheran - heran. Siapa yang hendak pergi dengan kapal sebanyak itu ?.

Ia membatalkan niatnya dan segera memacu kudanya menuju ke dalam benteng. Ia segera memacu kudanya dan menambatkannya di depab pendapa agung. Ia kemudian berjalan memasuki benteng pendapa agung.

Sebuah tangan menepuk pundaknya. " Kakak Anabrang ? " ia kemudian menoleh. " Jayapati, Sang Raja hendak memanggil kita, tapi bukan disini". Anabrang mengajak Jayapati menuju kepatihan.

Disana sang Raja sudah duduk menghadap sebuah meja lingkaran. Semua dinding ruangan ditutupi kain hitam. Pencahayaanya remang - remang. " duduk Anabrang , Jayapati "
Kata sang Raja. Mereka kemudian duduk di hadapan sang Raja.

Asap tipis dupa memenuhi ruangan. Sang Raja kemudian meminum teh yang berada di depannya dan memulai berkata.

" Panglimaku, seperti yang telah kalian ketahui, aku memotong telinga Meng Qi. Orang - orang mongol itu pasti akan balas dendam. Oleh karena itu aku ingin kalian menggalang kekuatan ! Suwarnadwipa sudah kita taklukkan. Namun, aku ingin kalian menginspeksi prajurit yang ada di sana, karena aku dengar ada yang membangkang kepadaku. Sudah kusiapkan kapal - kapal di sungai Brantas untuk kalian. Juga sudah kusiapkan 20.000 prajurit di pelabuhan Surabaya dan 500 prajurit di sepanjang perjalanan menuju Surabaya. ". Sang Raja mengakhiri sabdanya dengan menyerahkan pataka berwujud naga.

Kedua panglima kemudian menangkupkan tangannya sejajar dengan dahi. Anabrang menerima pataka dari sang Raja. Kemudian sang Raja mundur dari ruangan tersebut. Dua panglimanya segera memacu kuda menuju Kesatrian.

Jayapati memasuki rumahnya. Segera memakai baju perangnya kemudian menyelipkan keris ke pinggang bagian belakang. Kemudian menyelipkan pedang ke pinggang sebelah kiri. Ia kemudian mendekati ibunya dan berkata " Ibu sang Raja menginginkan aku dan Anabrang untuk maju ke Swarnadwipa. Mongolia hendak menyerang. Jika mereka menyerang sebelum aku kembali. Aku mohon Ibu pergi menuju ke desa tempat tinggal kita dulu. ". Ia memeluk Ibunya.

Ibunya kemudian mengikatkan ikat kepala berwarna merah hitam tersebut. Kemudian ia menyerahkan tombak kepada Jayapati. Kemudian Jayapati pergi .

Anabrang telah menunggu diluar dengan pakaian lengkap. Mereka kemudian memacu kudanya ke arah luar benteng. Menuju ke sungai Brantas.

Vajra : Friend and RevengeKde žijí příběhy. Začni objevovat