Part 70 : Esensi

43 3 1
                                    

"Langkah yang bagus Zhan'er,"

"Duoxie, shifu"

Ma Yuanzhi kemudian menggeser bidak catur itu setelah tiba gilirannya. Zhuge Zhan sebagai lawan mainnya tampak serius mengamati satu pergerakan yang bisa memengaruhi seluruh jalan permainan itu.

Laki-laki setengah baya itu tersenyum lebar setelah Guru Ma meletakkan bidak itu dengan penuh kepercayaan diri. Sepertinya ia menyadari pergerakan bidak Guru Ma adalah sebuah pergerakan yang dapat mengunci pergerakannya.

"Aku percaya denganmu," bisik Ma Yuanzhi.

Tiba-tiba guru Taois itu menyibakkan cambuk ekor kudanya lantas melesat ke belakang sehingga membuat seluruh bidak catur itu terbang.

Zhuge Zhan yang tercekat segera mencabut pedangnya yang ia sandarkan di tembok.

Kemudian ia melesat ke belakang lantas memutar tubuhnya 360° di udara. Pedang di tangan kanannya ia mainkan sedemikian rupa dengan indah. Meliuk-liuk luwes di udara bagaikan kain yang terbang.

Beberapa buah bidak catur berbentuk kepingan itu berhasil ia kumpulkan di ujung pedangnya tanpa merusak kepingan bidak itu.

Setelah semua bidak itu berhasil ia tangkap, lantas Zhuge Zhan menata bidak itu di atas meja yang dilukis persis dengan kotak-kotak di papan catur.

"Tidak rugi aku mengajarimu ilmu pedang sejak kamu masih kecil. Dan sampai saat ini kamu masih mengingatnya dengan baik," tutur Ma Yuanzhi.

"Terimakasih, guru. Saya harap Anda juga berkenan untuk mengajarkan ilmu pedang kepada puteriku," kata Zhuge Zhan sambil membungkuk member hormat.

"Zhuge Luo ?"

Zhuge Zhan mengangguk.

"Aku tidak terlalu melihat bakat Zhuge Luo untuk menjadi pendekar--,"

Laki-laki bermarga Zhuge itu seperti sedikit kecewa dengan perkataan  gurunya. Wajahnya ia tundukkan ke bawah dan senyumannya sedikit pahit.

"--tapi, dia memiliki bakat di ilmu sastra. Mungkin aku bisa mengajarinya beberapa hal tentang pengolahan tenaga dalam yang halus,"

Ma Yuanzhi tampak jelas seperti menghibur Zhuge Zhan yang sedikit kecewa dengan perkataannya. Walaupun adalah kenyataan, tapi sudah pasti jiwa seorang ayah akan kecewa bila anaknya tidak bisa meneruskan kemampuan orang tuanya.

"Guru !"

Dari kejauhan tampak Ma Yitian berjalan cepat seperti terburu-buru mendekati Zhuge Zhan yang bersama dengan guru Ma Yuanzhi.

Orang yang merasa terpanggil lantas menengok ke sumber suara.

Ma Yitian mempercepat langkahnya agar segera sampai ke hadapan gurunya. 

"Guru, orang-orang Wu sudah tiba,"

...

"Masih berapa kali lagi ?" tanya Jiang Ren kepada Jayapati yang asik mewarangi kerisnya. Ia baru saja mencelupkan kerisnya di dalan larutan kehitaman yang ia tampung menggunakan gelondong bambu yang dibelah menjadi 2.

"5 kali lagi,"

Mendengar jawaban itu, Jayapati lantas merebahkan dirinya di atas kasur keras milik Jayapati sambil mengeluh. Sebenarnya ia masih penasaran dengan kegiatan Jayapati yang ia anggap unik itu, tapi ia tidak terlalu sabar untuk menunggu prosesnya.

"Kalau kamu bosan tinggal jalan-jalan dulu, nanti aku panggil kemari," ujar Jayapati.

Jiang Ren hanya diam saja sambil sesekali menggembungkan salah satu pipinya.

Vajra : Friend and Revengeजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें