Part 61 : Jiwa Leluhur

28 4 3
                                    

"Zhūgé xiānshēng! Wǒmen láile !"

Pagi itu para pemuda itu telah sampai di depan gerbang kediaman Tuan Zhuge, menunggu untuk gerbang dibukakan.

Tak lama, pintu gerbang terbuka dan menampilkan sosok laki-laki yang mereka kenal.

"Darimana saja kalian, lama sekali ? Yang lainnya sudah menunggu dari beberapa hari yang lalu," tutur Tuan Zhuge Zhan setelah menampakkan diri.

"Ada beberapa masalah kecil, guru,"ujar Jiang Ren sambil turun dari kudanya.

"Segera masuk, kemudian mandi. Akan ada persembahyangan bersama," kata Tuan Zhuge Zhan.

Para pemuda itu kemudian menuntun kuda masing-masing menuju dalam kediaman Tuan Zhuge.

"Jayapati," bisik Anindhya ketika berjalan bersama menuju istal untuk mengandangkan kuda mereka.

Jayapati membalasnya hanya dengan geraman pelan.

"Sudah lama kita tidak mengadakan upacara seperti di Nusantara dulu."

Jayapati tak membalas perkataan Anindhya secara langsung. Setelah mereka semua sampai di istal lalu mengikat kudanya di tempatnya, Jayapati membalas. 

"Upacara ?"

"Sekadar membuat skul paripurna,"

Pemuda itu menggerakkan bibirnya ke kanan dan ke kiri sambil menatap ke atas seperti orang yang berpikir.

"Ayolah," paksa Anindhya.

"Memangnya kamu punya uang ?"

Pertanyaan Jayapati membuat Anindhya tertegun. Pandangannya berpaling ke arah yang berlawanan dengan Jayapati. Kemudian ia berjalan keluar istal. Menjauhi Jayapati.

"Pokoknya tidak mengorbankan 100 ekor kerbau, sepertinya aku ada uang,"

Jayapati seketika melemparkan satu tael perak kepada Anindhya. Dengan sigap, perempuan itu menangkap benda berharga itu.

"Bilang ke Liu Lingqi atau Kakak Ji, besok pasti diantar belanja," kata Jayapati.

Anindhya yang keburu senang sudah berlari menyusul orang-orang yang sudah keluar dari istal. Meninggalkan Jayapati sendiri di kandang kuda itu.

...

Bau dupa menyeruak di depan sebuah ruangan kecil yang pintunya dikunci dengan gembok berukir. Beragam jenis sesajian dihidangkan di depan pintu. Mulai dari lauk pauk, sayuran, dan aneka cemilan.

Semua orang berkumpul menghadap ruangan itu dan bersembahyang di depannya.

Setelah semuanya selesai, Tuan Zhuge lantas maju kedepan dan membuka gembok pengunci ruangan itu.

"Ini adalah ruangan tempat penyimpanan senjata-senjata mendiang orang tua kalian--," kata Tuan Zhuge Zhan sambil menatap Ma Yitian, Zhao Mengshi, dan Ji Xiaoqian.

"--kecuali Jiang Ren, maaf,"

Jiang Ren seketika menundukkan kepalanya. Laki-laki itu jelas sedih. Orang tuanya sampai sekarang belum ditemukan. Entah masih hidup atau sudah meninggal.

Ma Yitian menenangkan perasaan Jiang Ren dengan mengelus pundak laki-laki itu. Setelah beberapa saat, pemuda bermarga Ma itu mendekati ruangan berisi senjata-senjata itu.

Ada berbagai jenis senjata yang tersimpan rapi di dalam ruangan yang wangi itu. Mulai dari tombak, pedang, busur, panah, dan banyak lainnya.

"Tian'er, Mengshi, dan Xiaoqian bisa mengambil senjata orang tua kalian," kata Tuan Zhuge Zhan.

Vajra : Friend and RevengeDonde viven las historias. Descúbrelo ahora