Part 14 : Mangsi Tinetes

64 8 0
                                    

Serangkaian upacara kremasi telah dilakukan. Para murid yang tersisa telah dipulangkan. Tiada satupun bangunan yang tersisa. Mungkin hanya tembok yang runtuh sebagian. Ketika itu, mulai memasuki musim dingin. Serbuk - serbuk salju mulai turun mematikan bara api yang tersisa.

"Qi'er.." Guru Ma memanggil lirih." Iya ?" Liu Lingqi menjawab. Kemudian ia mendekati gurunya. "Qi'er kau mungkin adalah tetesan tinta yang ditulis langit untuk mengisi kekosongan sejarah. Kau juga mungkin ditakdirkan sebagai malaikat penjaga kedamaian. Bersama dengan Yang'er dan Yi'er. Pesanku, pergilah kau menuju daerah
Jiangning di timur Khanbaliq. Tempat dimana negara Song dahulu berjaya. Disana terdapat sebuah desa tempat para pengelana beristirahat. Nama desa itu adalah Tianmeng. Temuilah teman lamaku, namanya Zhuge Zhan. Belajarlah semua ilmu yang ia miliki. Tiga bulan lagi aku akan menyusul ke sana. Aku harus berunding dengan praktisi Quanzhen lainya, untuk merencanakan langkah selanjutnya."

Guru Ma seketika pergi tanpa meninggalkan jejak apapun. Debu - debu abu berterbangan.

"Ayo kita pulang". Ajak Jayapati. Mereka bertiga kemudian meninggalkan tempat itu. Reruntuhan kuil Quanzhen mulai waktu itu ditutup permanen.

...

"Ada baiknya kita berangkat malam ini juga. Jiangning itu jauh, apalagi kita tidak akan melewati jalan utama. Karena pasti saat ini kita sedang diburu." Kata Liu Lingqi sambil mengemasi barangnya. "Jangan pakai atribut perang.".

Mereka bertiga mengemasi barang - barang mereka. "Sebenarnya apa motif mereka melakukan semua itu ?" Tanya Jayapati. " Sejak zaman dahulu, Quanzhen terkenal akan kesetiaanya kepada negara Song. Tidak hanya Mongol, tetapi juga negara Xia Barat dan Jin Timur". Jawab Liu Lingqi. "Mungkin karena aku juga ?" Kata Jayapati. "Kemungkinan besar iya !..." Liu Lingqi tiba - tiba menoleh pada Jayapati, kemudian berdiri dan menghampirinya. "... mungkin karena Cao Kang memberi tahu kepada pejabat Mongolia terkait kejadian beberapa waktu lalu. Kemudian, ia melaporkan kepada pembesar Mongolia lainya. Kemudian ia tidak menyerang kita. Namun menghancurkan guru kita".

...

Pada hari itu, toko tutup lebih awal. Dua ekor kuda yang diberi oleh mendiang guru Qiu dilepaskan tali tambatnya. Kemudian Liu Lingqi dan Jayapati menaiki kuda. Sementara Sun Yi sementara menumpang di kuda Jayapati. " Ayo berangkat !". Kata Liu Lingqi.

Sinar matahari yang berada di ufuk barat memancarkan sinar kemerah - merahan. Salju yang turun mulai menebal, tidak berbentuk serbuk - serbuk tipis. "Kalau sudah memasuki musim dingin, malam hari akan terasa lebih lama daripada siang hari, dan itu merupakan keuntungan kita. Kita tak akan melewati jalan utama. Ayo belok sini." Kata Liu Lingqi.

Mereka berbelok dari jalan utama menuju kedalam jalan setapak yang berada di tengah - tengah hutan. Salju makin menebal. Suasana semakin dingin.

...

Telah ber jam - jam mereka menyusuri jalan setapak yang beralaskan tanah dan diselimuti butiran salju yang semakin menebal. "Ahh dingin sekali" teriak Jayapati memecah keheningan malam. "Ada baiknya kita beristirahat sejenak" jawab Liu Lingqi.

Kemudian mereka membelokkan kuda mereka ke arah Utara. Kemudian, berhenti di sebuah pohon besar, kemudian turun dan menambatkan kudanya. Setelah itu membuat perapian untuk mengusir dinginnya malam.  Mereka bertiga membuka tas mereka dan menggelar tikar dan seketika tidur.

...

"Lho, kuda kita mana ????"
Mereka bertiga kebingungan. Matahari belum terbit. Bahkan bara api bekas perapian pun masih hangat. " Sial ada yang mau main - main sama kita " Seketika Liu Lingqi pun melesat menaiki ke atas pohon, disusul dengan Jayapati dan Sun Yi.

Vajra : Friend and RevengeWhere stories live. Discover now