Part 44 : Pertemuan

28 3 3
                                    

Jayapati berjalan bersebelahan dengan Yuan Shui, diikuti dengan Anindhya, Liu Lingqi, dan Jiang Ren.

Mereka berlima memasuki sebuah ruangan megah yang dipenuhi dengan ukiran-ukiran yang indah bersepuh emas.

Ruangan itu tampak masih sepi. Hanya ada beberapa pelayan berlalu lalang mempersiapkan peralatan untuk jamuan makan.

"Kalian bisa duduk di situ". Yuan Shui mempersilahkan mereka untuk duduk di panggung kanan singgasana.

Yuan Shui kemudian meninggalkan mereka dan menuju ke ruangan yang ada di belakang singgasana.

Dari luar terdengar suara langkah beberapa orang yang semakin terdengar jelas.

"Silahkan masuk". Terdengar suara laki-laki yang berasal dari arah luar memasuki ruangan.

Masuklah 5 orang laki-laki ke dalam ruangan itu. 3 diantaranya tidak asing bagi Jayapati dan kawan-kawannya.

Cao Kang, Sima Qian, dan Pangeran Altan Luu

Sementara satu diantara yang tidak dikenal dari pakaiannya sepertinya adalah seorang pendeta Taoisme. Sedangkan yang satunya sepertinya adalah salah satu putra Tuan Yuan.

Cao Kang, Sima Qian, si Pendeta Taoisme dan Pangeran Altan Luu duduk di panggung kiri singgasana.

"Pelayan !". Jayapati memanggil seorang pelayan dengan suara berbisik.

Seorang pelayan pun datang.

"Pelayan, tuan muda itu siapa namanya ?". Jayapati menunjuk kepada orang yang sepertinya adalah salah satu putera tuan Yuan.

"Namanya tuan Yuan Huo, putera ke-3 dari tuan Yuan". Pelayan itu menjawab.

"Baik terimakasih".

Pelayan itu kemudian pergi. Hampir bersamaan dengan itu, Yuan Huo juga pergi ke ruangan belakang singgasana.

Jayapati mencoba memalingkan mukanya agar tidak terlihat oleh Cao Kang secara langsung.

"Hey, kita bertemu lagi". Sima Qian ternyata mengenali wajah Jiang Ren yang sedang meletakkan kepalanya di meja.

Seketika Jiang Ren mendongakkan kepalanya.

"Mau apa kamu ?".

"Tidak ada apa-apa. Aku hanya heran, sebesar itu impian orang Shu untuk melawan Mongolia, sampai-sampai membuat aliansi dengan mengirim surat ke berbagai pendekar di empat penjuru". Kata Sima Qian.

Liu Lingqi mencoba menyabarkan Jiang Ren yang tampaknya mulai tersulut emosinya.

"Bukannya kami tidak tahu, bahkan kami tahu semuanya lebih dari kalian, kalian lihat pendeta Taoisme yang kami ajak, ia berhasil menghabisi sisa-sisa perguruan Quanzhen. Setelah Cao Kang berhasil memusnahkan Qiu Changqing, kami mencoba mencari persebaran murid-murid Quanzhen.Benar saja, Quanzhen sekarang tidak sama dengan Quanzhen era Wang Chongyang maupun era setelahnya. Quanzhen sekarang hanya sampah !...". Sima Qian berkata dengan penuh kelicikan.

"...dari 7 pendeta Quanzhen yang ada, hanya 1 yang masih mampu menghindari kami dengan caranya yang licik. Ma Yuanzhi".

Liu Lingqi yang semula mencoba sabar, kemudian mulai meneteskan air mata.

"Sima Qian !".

"Lingqi, sabar ! Bisa jadi semua itu hanya bohong untuk memancing emosimu". Jayapati mencoba menenangkan Liu Lingqi.

"Kami sepertinya memiliki bukti yang cukup untuk menjelaskan kepadamu, tanya saja kepada semua pendekar yang ada. Atau kamu ingin melihat jenazah mereka untuk memberi penghormatan terakhir ?". Kata Sima Qian, sambil memainkan kipas lipatnya.

Vajra : Friend and RevengeWhere stories live. Discover now