Arctic

4.3K 399 170
                                    


Changbin sibuk mengerjakan pekerjaannya dengan berkas-berkas yang menumpuk di sampingnya. Sesekali matanya akan melirik ke depan kemudian lelaki itu menghela nafas sebelum kemudian kembali sibuk dengan pekerjaannya. Namun semakin lama ia justru merasa semakin tidak fokus karena terus diperhatikan.

Changbin mendongak menatap seseorang di depannya yang terus tersenyum lebar kemudian lelaki itu berucap dengan sesabar mungkin.

"Masih belum bosan?"

Orang di depannya hanya menggeleng kencang sampai poninya bergerak mengikuti gelengan kepalanya. Manis sih, Changbin gemas, tapi ia merasa terganggu juga karena ia jadi tidak fokus dengan pekerjaannya.

"Felix yang manis, pulang ya? Sudah malam," ucap Changbin dengan wajah sok ramah sedikit memaksa.

Orang di hadapan Changbin itu adalah Lee Felix, anak SMA yang tinggal di apartemen depan bersama keluarganya. Anaknya manis, matanya selalu berbinar lucu, hidungnya mungil, bibirnya berwarna pink alami, dan yang paling ikonik dari anak itu adalah bintik-bintik di sekitar wajahnya, orang menyebutnya freckless. Tapi khusus Changbin, ia menyebutnya keindahan bintang.

Anak itu selalu bersemangat, mereka sudah bertetangga sejak Changbin pindah ke apartemen itu, tepatnya sejak pemuda itu mulai kerja. Kira-kira 4 tahun yang lalu saat Felix masih duduk di bangku SMP. Pertemuan pertama mereka terjadi saat Changbin sedang mengangkat kardus berisi buku-bukunya, lalu dengan tiba-tiba anak itu muncul menghalangi jalan dengan mata indahnya yang mengerjap lucu. Changbin seketika gemas namun segala kekagumannya buyar ketika mendengar satu kalimat pertama yang anak itu lontarkan.

"Paman baru pindah kesini?"

Changbin benar-benar masih mengingatnya. Karena anak itulah yang pertama kali dan satu-satunya yang memanggilnya dengan panggilan tak mengenakkan itu. Jarak usia mereka tak lebih dari 10 tahun, tapi dengan teganya anak itu memanggilnya paman. Padahal kan Changbin masih sangat tampan dan muda.

Sejak pertemuan itulah mereka menjadi mengenal satu sama lain. Felix selalu mengatakan jika ia kagum pada Changbin dan anak itu akan selalu memuji tetangganya itu. Karena kedekatan itulah mereka jadi akrab satu sama lain. Seperti sekarang, Felix akan sering menghabiskan waktu di apartemen Changbin.

"Aku mau menginap disini!"

Changbin hanya bisa menghela nafas untuk kesekian kali. Anak itu mulai lagi. Changbin tak bisa menolak, tapi ia merasa tak enak pada kedua orang tua Felix karena anak itu sering menginap di apartemennya. Takut-takut ia dituduh mau mencabulinya. Aduh.

"Bukannya besok sekolah?"

"Kan apartemenku hanya di depan, dua langkah sudah sampai. Tinggal pulang besok pagi."

Merasa tak akan menang jika berdebat, yang lebih tua memilih mengalah dan kembali melanjutkan pekerjaannya.

"Aku kagum dengan paman."

Changbin berdehem dengan masih fokus menatap laporan yang ada di hadapannya.

"Kenapa?" Tanya Changbin pelan untuk sekedar basa-basi.

"Paman masih muda, tapi sudah bisa mendapatkan posisi yang mumpuni di tempat kerja. Paman juga selalu ramah pada semua orang. Ketika aku dewasa nanti, aku ingin jadi seperti paman. Sukses dan rendah hati."

Changbin merasa tersanjung dipuji begitu tapi ia merasa itu agak berlebihan, ia tak merasa sehebat itu. Setelahnya keadaan menjadi hening, tak ada lagi yang bicara di antara keduanya.

Changbin menyelesaikan pekerjaannya dengan kembali mengoreksi laporannya kemudian mematikan laptop dan membereskan kertas-kertasnya yang berantakan. Ketika ia menatap ke depan, pemandangan yang ia lihat adalah Felix yang tertidur di karpet. Matanya melirik ke arah jam yang bertengger di dinding, pukul 1 dini hari, pantas saja Felix sudah tidur.

Three Words 3 [ChangLix] Where stories live. Discover now