2. Wabyo

141K 9.4K 173
                                    

"Cinta itu luka yang tidak ada penawarnya." -Aldaraya

***

"Mang Eboy! Batagornya dua mang!"

"Teajus gulbat satu mang!"

Pemilik warung itu menjawab dengan acungan jempol. Panggil saja mang Eboy, sama seperti nama tempat yang tengah mereka kunjungi, tempat pelarian paling aman ketika mereka jenuh pada jam belajar sekolah, tempat yang selalu menjadi rumah ke dua bagi ketujuh siswa berandal hobi bolos itu.

'Warung Boyo', namun mereka lebih sering mempersingkat dan menyebutnya WABYO.

Hari ini mereka membolos lagi. Belum ada sedikitpun niat untuk masuk ke area sekolah. Jika pada biasanya orang-orang berseragam putih abu itu berada di dalam kelas menepati kewajibannya sebagai siswa yang harus menuntut ilmu, ternyata aturannya tidak berlaku bagi ke tujuh orang itu. Mereka malah bersantai mendatangi sebuah warung sederhana yang letaknya tak jauh dari perempatan lampu merah kota ini.

Memang pada faktanya tempat tersebut lebih nyaman dari sekolah. Tempat yang memang sudah biasa menjadi tongkrongan mereka, suasanya juga terbilang sunyi, letaknya ada di sudut ujung jalan dekat dengan bengkel. Kegiatan mereka sekarang bisa di katakan sedang bolos serta melanggar aturan tata tertib sekolah.

Ya, bagi mereka aturan ada untuk dilanggar.

"Gak sia-sia gua cabut buat ke sini." Ujar cowok yang menyandarkan tubuhnya pada dinding dengan kaki selonjoran di atas bangku.

Namanya Galuh Daksayuda. Dilihat dari seragamnya dia bukanlah murid SMA Padja Utama, tapi murid SMA Darujaya yang sering bolos sekaligus sahabat karib Raksa sejak mereka sekolah dasar. Jadi tidak heran bila mereka sering mabal berjamaah seperti ini.

Lalu ada juga Gibran Algefari Widaranatama. Sosok cowok berperawakan tinggi dengan rambut lurus yang di potong dengan model comma hair. Bukan hal tidak mungkin jika rambutnya menjadi sumber permasalahan, meski sudah mendapat terguran ratusan kali dari guru BK nya ia tetap tak mendengar. Menurutnya semuanya adalah hak nya, entah itu gaya, sikap, dan cara bergaul, itu hak setiap orang bukan?

"Eh Rak, kemarin balapan siapa yang menang?" Saut Gibran seraya meletakan kaleng sodanya dan duduk di samping Raksa.

Raksa menoleh, lalu ia mengangkat dagunya menunjuk sosok yang saat ini sibuk menulis macam-macam angka di buku tulisnya.

"Ni orang emang kagak bosen-bosenya ngitung astaga Vel Vel.." decak Gibran menggeleng melihat temannya.

Divel Vanderantio. Anak XI IPA 5 yang mempunyai kegemaran lebih dalam pelajaran Kimia. Mereka semua memang berandal, tapi tentang tugas hanya Divel dan Raksa yang rajin, sisanya termasuk kaum pencontek masal pagi hari.

"Berisik." Respon Divel ketus dan kembali fokus menuntaskan tugasnya. Diantara mereka mungkin dia yang paling irit bicara, paling sering diam dan mengamati daripada ngobrol. Dan bisa di akui bahwa dia pembaca situasi yang cukup handal.

"Haha," Kenzo tertawa. Cowok berkalung salib itu bangkit dan duduk. "Kayaknya pas pembagian otak gua ngantri paling belakang ditambah wadah punya gua bocor. Kurang pinter jadinya." Ujar Kenzo.

Da Kenzo Andrana, dia lebih akrab di panggil Kenzo.

"Sebut aja lo oon, gak usah dihias tu omongan." Sambar Arza yang membuat Kenzo tersentak.

Gionarza Reinoalo, biasa dipanggil Arza. Omong-omong, dia adalah salah satu pembicara yang sarkas diantara mereka. Meskipun begitu ucapannya selalu saja benar, jarang di saring pula. Tak heran bila ia sering di juluki mulut cabe.

KANAGARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang