23. Tahan Rindu

90.4K 6.8K 415
                                    

"Sudah saatnya aku menjadi rindu paling menyakitkan bagimu." -Aldaraya

***

Waktu dimana semua murid merasa ada di dunia baru dengan jiwa mereka yang masih segar membuat keenam cowok dengan seragam putih abu-abu yang tidak rapih itu semakin bersemangat dengan permainannya yang tengah bermain sepak bola di lapang outdoor.

Sejak 15 menit yang lalu mereka sparing dengan anak kelas XI IPS 2, namun Banu berada di tim Raksa dan teman-temannya. Permainan mereka di pagi hari ini cukup mengundang banyak pasang mata terutama dari siswi Padja Utama yang ada di koridor. Tak sedikit dari mereka yang menghentikan niatnya untuk berjalan lagi karena memilih menonton pertandingan kecil ini, tepatnya menonton pangeran mereka, Raksa Kanagara.

"AAAAA GANTENG BANGET!" Teriak salah satunya.

Mendengar itu Banu merasa semakin bersemangat, ia menyunggingkan senyumnya membuat siswi disana semakin histeris.

"AYO NU, LO BISA NU!" Teriak Bella, teman sekelasnya. Tentu saja Banu semakin semangat, berhubung bola sedang ada dalam kendalinya Banu menggiringnya semakin mendekati gawang.

"Lo aja!" Teriak Kenzo membiarkan Banu agar mencetak gol dengan tendangannya.

Banu mengangguk dan mengambil ancang-ancang sambil menggiring bola itu untuk semakin mendekat. Hingga ujung sepatunya bertabrakan membuat bola tersebut melambung jauh dan—

PRANG!

"AAAHK!"

Pekikan siswi Padja Utama yang berada di lorong kelas Bahasa membuat semua atensi warga sekolah teralih ke sana. Bunyi pecahan kaca jendela kelas membuat segala kegiatan mereka terhenti begitu saja. Terutama mereka yang berdiri di tengah lapang, Banu dengan segela keterkejutannya.

"Emak, sial gua.." lirihnya menatap nanar kaca jendela kelas yang pecah karena mendapat tendangan bola darinya.

"Lah Nu! Lo gimana si?! Itu gawangnya bukan di sana!" Protes Kenzo.

Arza mendekat sambil terkekeh. "Ngigo ni anak. Baru bangun tidur lo Nu?" Tanyanya.

Gibran melihat orang-orang mulai mendekati area kelas disana, ia terbahak mengejek Banu. "APES NU! YA ROBBI YA KARIM!" Katanya.

"BK lagi." Saut Divel yang sejak tadi ada disamping Raksa.

Raksa menghela napas kasar. "Kita mulu yang kena." Gerutunya berkacak pinggang, sedangkan Banu sudah menggaruk kepalanya kebingungan.

Jelas mereka yang akan di hukum. Bukan anak IPS yang memang sedang dalam pelajaran Pejaskes hari ini. Namun Banu, ia akan ikut masuk ke dalam ruang BK sepertinya.

"SIAL MULU GUA!" Pekik Banu meratapi nasibnya. Cowok itu mengacak rambutnya kesal. "Mana Bu Caca cerewet lagi kalo soal ginian. Ck.. Ahk!" Gerutu Banu.

Arza mendesah kasar. "Lagian lo, ngajak kita buat sparing. Kena lagi kan gua, gara-gara lo Nu." Cecar Arza merasa paginya apes karena teman kurang adabnya ini.

"INI SIAPA YANG MECAHIN KACA KELAS?!" Teriakan melengking yang membuat koridor menjadi hening itu membuat Banu meringis.

"Kiamat ini mah Nu.. Nu." Ujar Gibran pasrah.

"Ge-aga we-awat, gawat." Kata Kenzo semakin pasrah.

Semua mata kontan terfokus kepada mereka. Bu Caca yang sudah siap dengan ceramah dan perkataan pedas nan sadisnya itu berjalan ke tengah lapang. Banu meneguk ludahnya susah payah, ia sudah merutuk habis-habisan dalam hatinya.

"Hehe.. Bu, good morning?" Sapanya tatkala Bu Caca sudah ada di hadapan mereka.

Bu Caca menatap nyalang keenam cowok satu persatu. Ia menghembuskan napasnya karena sudah jengah.

KANAGARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang