80. Tengah Malam

54.3K 4.6K 1K
                                    

"Setiap tindakan punya alasan. Tapi setiap tindakan juga punya balasan." -Raffa Ardigan

***

Suasana tegang menyelimuti gudang. Hawa dingin menjadi saksi di mana orang-orang yang sempat ada di cerita tahun lalu itu kembali bertarung di tengah-tengah gelapnya malam. Mereka saling menodongkan senjata api satu sama lain, tidak peduli jumlah inti Dargez lebih sedikit dibanding orang-orang berbaju hitam di sana, nyali mereka tidak terusik sedikitpun. Galuh, Arza, Divel, Banu dan Kenzo masih setia dalam posisinya.

"Pengacau." Desis Damar membuang rokoknya asal.

"Ketua gua adalah kemenangan yang harus bertahan." Balas Arza.

"Kalo lo mau lawan dia, jangan lupa sama kita, anggota yang rela banting nyawa demi ketua." Tambah Kenzo.

Damar mengangguk seraya memiringkan senyumannya. Ia merebut pistol dari tangan anak buahnya dan memasukan peluru kusus di tangannya dengan cekatan.

"Dargez," Damar mendecih. "Sejak dulu kalian memang meletakan ketua, solidaritas dan nyawa di atas segalanya. Bertingkah seakan yang terbaik, padahal kalian picik dalam pertempuran." Cibir Damar.

"Kami beraliansi dengan yang terhormat sesuai aturan. Kalo harus sama lo, terlalu kotor." Balas Galuh mencerca.

Sesuai apa yang Galuh pegang sejak pertama masuk ke dalam Dargez. Aturan-aturan yang ia jalankan tidak mungkin dirinya langgar apalagi di saat harga mati tengah di pertaruhkan sekarang. Wakil harus ada bagi ketua, dan jika ketua gugur, maka kemenangan harus dirinya dapatkan. Ketua diajarkan untuk menggenggam kemenangan, dan wakil diajarkan menggenggam jalan keberhasilan, mereka tidak diperuntukan untuk pulang dengan kekalahan apalagi gelar pengkhianatan.

Damar berbalik menatap Farel. "Gak becus, pecundang." Maki Damar membuat Farel terdiam. Pria itu salah, bekerja sama dengan Farel ternyata tidak terlalu menguntungkan baginya.

Regal meremat bahu Farel membuat cowok itu terdiam kaku. Rahang Regal mengeras. "Kalo semuanya kacau, lo yang mati." Acam Regal.

Cowok itu pun bangkit dan mengeluarkan senjatanya seperti mereka. Ia berdiri di belakang ayahnya berjaga, posisi terlihat seimbang dan Regal tidak akan membiarkan targetnya menang.

"Bumerang nya tepat sasaran, Sa." Kata Galuh melirik Raksa.

Raksa tersenyum dengan tawa kecil. Ia menatap Damar dengan senyum kemenangan. "Gimana? Seru?" Tanya Raksa dengan ekpresi seakan rasa sakit itu sudah hilang dari tubuhnya.

"Rencana kalian memang tidak terbaca. Drama yang sangat rapi, bahkan anak saya pun lengah." Kata Damar membuat Regal tediam, ia sedikit kesal, tidak suka jika di remehkan oleh ayahnya sendiri seperti ini.

"Tapi akan lebih menarik," Damar mengangkat benda itu mengarahkannya tepat pada dada Raksa, "Jika drama ini berakhir dengan ending yang membahagiakan, bagi saya."

Raksa menatap todongan pistol itu dengan raut datar. Lalu mata elangnya menatap Damar dengan menantang. "Perlu gua bantu hitung?" Tawarnya. "Gua gak yakin di hitungan ketiga peluru itu bisa mendarat."

"Habisi mereka!" Perintah Damar membuat anak buahnya langsung menyerang kelima inti Dargez. Mereka beradu dengan otot, karena sasaran Dargez hanyalah senjata itu bukan untuk melumpuhkan lawan.

Melihat situasi, Alda berusaha melepaskan diri, Regal dengan gesit menariknya namun Alda terlalu cepat dan menendang tulang keringnya hingga Regal merasa ngilu. "Anjing," ringis cowok itu.

Alda langsung berlari setelah berhasil memberontak, gadis itu mendekati Raksa dan langsung memeluknya.

"Sa,"

KANAGARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang