81. Salam Harga Mati

77.8K 5.2K 1.7K
                                    

Karena aku lagi berbaik hati jadi part ini dipublish ulang ya guys🤍

Part selanjutnya hanya ada di novel, siap-siap season 2 'ARUNIKA' juga akan terbit bulan November.

Happy reading❤

***

"Sekalinya kawan, kawan selamanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sekalinya kawan, kawan selamanya." -DARGEZ

***

"Sampai jumpa." Desis Damar.

DOR!

Tepat di depan manik hazel itu, suara tembakan masuk kedalam rungunya menyampur bersama percikan darah yang mengenai wajahnya. Gadis itu mematung dalam keheningan, matanya menatap kosong dengan akal yang sudah kabur. Air matanya meluruh, tubuhnya melemas membuat orang yang ia peluk juga ikut meluruh.

"GIB!" Teriak Galuh.

Deg.

Hati Raksa mencelos, seraya menahan tubuh Alda yang lemas kepalanya menoleh kebelakang perlahan, ia berusaha menyingkirkan segala pikiran negatifnya sebelum matanya dengan jelas melihat bagaimana posisi tubuh sahabatnya yang sudah terkulai lemah di atas tanah.

"Gib," lirih Raksa.

"Enggak," Lirih Alda parau menyingkirkan tubuh Raksa. Gadis itu berusaha mendekat ke arah Gibran yang sudah terkapar.

Melihat hal yang tidak di sangka ini membuat amarah Arza naik. Arza mengangkat sejatanya dan langsung menembak kaki Damar tatkala pria itu hendak kabur.

DOR!

"SINI LO ANJING!" Teriak Arza seraya mendekat sembari menodongkan senjatanya. Matanya menatap nyalang dengan emosi yang tampak ada di ujung batas.

DOR!

Damar membalas tembakan itu, namun beruntungnya meleset, Arza masih berani maju tidak peduli jika dirinya akan habis juga. "Kalo nyawa anggota berkurang, lo hidup di manapun gak akan tenang!" Geram Arza.

"G-gua panggil ambulan." Ujar Kenzo meraih ponsel Divel dan segera keluar mencari sinyal.

Dengan gerakan lesu seakan belum bisa mencerna segalanya, Banu duduk membantu Divel menjaga Syabina, ia tidak mampu mendekat kearah Gibran, hanya bisa melihatnya dari posisi ini. Melihat sahabat seperjuangannya terkapar membuat Banu merasa sesak, ia tidak mampu menerima segalanya yang sedang terjadi. "Hidup gua berwarna karena sahabat." Lirih Banu, kepalanya terangkat melihat Divel yang tengah menangis. "Gua bahagia Vel. Tapi gua lupa untuk berdoa biar punya waktu yang lama sama mereka." Lanjut Banu.

Divel terisak, matanya menatap nanar ke arah sana. "Maaf Gib," ujarnya merasakan rasa bersalah karena tidak bisa menolong temannya. Sakit, posisi mereka sama-sama sakit. Divel tak bisa meninggalkan gadisnya yang sudah tidak berdaya seperti ini.

KANAGARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang