43. Jahatnya Semesta☑️

65.7K 5.2K 124
                                    

"Semesta tidak jahat. Yang jahat itu penghuninya."

***

PRANG!

Plak!

Plak!

Plak!

Suara tamparan keras menggema di dalam kamar itu. Sedangkan gadis yang saat ini baru saja melangkah keluar dari kamarnya hanya bisa menutup mata rapat.

Ia ketakutan.

Rasanya ingin sekali Syabina membuka pintu besar itu dan masuk ke dalam sana untuk menghentikan pertengkaran yang terjadi. Namun tidak begitu, dirinya lemah, hatinya akan semakin sakit jika ia melihat wajah Ibunya yang penuh lembam kebiruan setelah suara ini mereda nanti.

"KAMU YANG NGAJAK SAYA BERTAHAN!"

PRANG!

"TERIMA SAJA AKIBATNYA! INI YANG KAMU MAU KAN?!"

Plak!

Syabina menutup matanya rapat-rapat. Tubuhnya bergetar dengan air mata yang menetes tanpa permisi. Ia menutup telinganya dengan kedua tangan dan berjalan menuruni anak tangga dengan tergesa.

"Maafin Bina ma.." Lirihnya seraya terisak dan pergi dari rumah besar itu.

Hujan yang deras di malam ini tidak menghentikan langkahnya untuk pergi. Syabina hanya menangis membiarkan seluruh tubuhnya basah kuyup karena hujan. Gadis itu memeluk tubuhnya yang dingin dan berjalan tanpa tujuan. Lagi-lagi air matanya turun dengan deras.

"Bukan ini yang gua mau Tuhan!" Pekiknya dengan suara yang terendam suara hujan deras di bumi.

Ia menangis sesenggukan. "Gak gini caranya.. gak harus dengan ini supaya gua kuat. Banyak cara lain.." Lirihnya pasrah.

Sepatu putihnya basah kuyup menyentuh aspal jalanan. Tangannya terkepal berusaha merendam amarah yang ingin diluapkan. Syabina menggeleng lemah tanda dirinya sudah lelah sekarang.

"Cape.."

"Gua terlalu lemah buat hidup." Isaknya dengan air mata yang belum berhenti, malah semakin deras.

***

Menikmati malam yang terdengar menyenangkan apalagi berjalan dengan pasangan nyatanya tidak berlaku bagi Alda.

Malam ini sudah hujan, ditambah ia harus terjebak bersama sepupunya yang menyebalkan di halte. Terpaksa mereka berhenti di sana dan turun dari motor karena Gibran tidak membawa mantel. Niatnya mereka akan mampir ke MCD malam ini.

"Gila Raksa, besok gua tonjok tu anak." Gerutu Gibran seraya melihat baju nya yang sedikit basah.

"Ck.. lagian gua juga gak mau pulang sama dia Gib, barin aja."

Cowok itu mengacak rambut sepupunya. "Nyari cowok tuh yang bertanggung jawab, jangan kaya dia."

"Temen lo juga kan?" Gibran hanya mendengus kesal. Karena urusan darurat Raksa tidak jadi mengantar Alda pulang, dan dengan terpaksa Gibran lah yang harus mengantarnya.

"Gib, lo ke MCD mau mesen apa?" Tanya Alda memecah keheningan.

Gibran menoleh. "Ya apa aja yang penting bukan pecel." Balasnya.

Alda mencebik kesal. "Lo emang gak pernah serius kalo ngomong."

"Selagi masih bisa bercanda ngapain serius. Lo pasti nyesel kalo suatu saat mau bercanda aja harus bayar karena lingkungan nanti terlalu hidmat." Ucap cowok itu.

"Mana ada yang kaya gitu, ngawur." Balas Alda heran dengan pemikiran cowok di sampingnya.

"Ada lah.. Jaman kan makin berotasi."

KANAGARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang