13. Mulai Terluka

83K 6.8K 92
                                    

"Marah adalah salah satu ego paling tersisa selain sedih ketika jiwa terluka itu sudah dalam titik lemahnya."

***

Manik hazelnya menatap langit mendung dari balik kaca ruangan ini. Rintik hujan mulai turun kian menderas menciptakan suasanya yang semakin sunyi. Nyatanya Bumi pun tahu bahwa kepergian seseorang itu mengundang kedatangan hujan untuk menemaninya agar menangis.

Ini hari kedua sejak kematian ibunya. Tak ada kata yang tepat menggambarkan perasaanya selain 'Hampa'. Pikirannya berusaha menerima bahwa orang yang paling ia cintai di dunia sudah berada di pangkuan Tuhan, namun hatinya tetap menolak untuk menerima.

Dalam lubuk hatinya masih banyak berharap.

Berharap bahwa saat ini dirinya tengah bermimpi.

Berharap besok ia bangun dan sarapan bersama ibunya lagi seperti biasa.

Berharap ia bisa memeluk lagi satu-satunya sosok yang bisa memberinya kehangatan paling tulus tanpa merasa perih.

Tapi ketika Alda mengharapkan segala hal itu, hanya air mata yang menjadikan jawaban dari segala harapan yang ia buat, Alda hanya bisa menangis. Sebanyak apapun Alda berharap dan menunggu hari besok untuk membuktikan apakah ia sedang bermimpi atau tidak. Namun jawabannya sudah ada sejak kemarin, ini nyata, dan ibunya sudah pergi.

Lagi-lagi tangisnya pecah memenuhi ruangan kamarnya. Kehilangan seseorang untuk selamanya secara mendadak itu seperti sebuah fatamorgana. Ingin tak percaya, namun itulah faktanya.

"Mamaaa.." isaknya parau sambil menangkup figura berisi foto dirinya dan ibunya yang tersenyum disana tanpa menyiratkan beban sedikitpun. Mungkin saat itu tidak ada sedikitpun sebuah pikiran yang membuat Alda takut akan namanya kehilangan.

"Aku takut.." lirih gadis itu sambil menatap foto dimana ibunya merangkulnya dengan penuh hangat saat masa kelulusan SMP nya.

Rindu.

Satu kata yang mungkin bisa ia ungkapkan dalam hati, dikatakan pun tak bisa memenuhi rasa rindunya. Alda rindu pelukan itu, Alda rindu pelukan ternyaman yang hanya bisa ibunya berikan, lalu Alda harus apa sekarang agar teriakan rindunya bisa diam?

"Pelukan favorit Al kok pergi?" Isaknya nelangsa.

Alda bersandar pada pintu kamarnya, air matanya tak berhenti menetes seolah tak ada hari esok untuknya, seolah dunia tidak membiarkannya benapas sejenak, seolah dunia benar-benar membenci kehadirannya. Semesta memang sedang mengajaknya bercanda untuk mendapatkan hal berharga paling serius di jagat raya.

"Apa semua orang menganggap dunia jahat juga?" Bisiknya.

Gadis itu memejamkan matanya, "Gimana cara aku hidup sendiri mulai sekarang ma?"

"Aku gak punya siapa-siapa."

Alda memeluk tubuhnya. Ia berusaha menenangkan pikirannya, namun bukannya tenang, ia malah terpikir akan satu hal. Satu hal yang menjadi alasan ibunya meninggal--

"Mama meninggal gara-gara kerja buat aku kan?"

Dan kenapa alasan itu adalah dirinya? Alasan yang menjadikan orang tersayangnya pergi.

"Kenapa harus buat Al?" Bisik nya dengan nada yang bergetar seolah ketakutan.

"KENAPA HARUS ALDA?!" Teriaknya kalut sambil memukul kepalanya berulang kali. "KENAPA HARUS GUA KENAPA?!"

"KENAPA TUHAN?! JAWAB GUA KENAPA!!"

Seluruh tubuhnya bergetar hebat. Ia meringkuk tak berani menatap dunia sedikitpun. Baginya semuanya telah berubah menjadi monster, memori yang tadinya sempat berwarna malah kian pudar berganti dengan abu-abu yang sangat tidak baik di ingat, dan semuanya tiba-tiba menjadi menakutkan.

KANAGARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang