72. Rela Terluka

50.6K 4.6K 460
                                    

Flashback

Tiga tahun lalu dimana Raffa masih ada di dalam ruangan itu dengan beberapa alat medis yang membuat dirinya tampak lemah.

"Jika kamu menginginkan posisi Raksa. Kamu harus memenangkan Olimpiade itu nanti." Ujar Stevan.

Raffa menatap ayahnya sendu. "Saya tidak bisa menjamin Pah."

Stevan menyeringai. "Lihat. Kamu bahkan ragu dengan diri kamu sendiri Raffa."

"Lalu jika saya gagal?" Tanya Raffa membuat Stevan bangkit.

Stevan menatap putra pertamanya itu dengan sorot dingin. "Saya tidak sudi punya keturunan yang gagal dalam dirinya sendiri." Balas Stevan dan melangkahkan kakinya menuju pintu.

Pintu kamar rawat itu tertutup meninggalkan Raffa yang diam dengan perasaan sakit bercampur marah yang berbaur. Raffa mengeraskan rahangnya, ia menatap bangunan menjulang ke arah jendela kamarnya. Cukup sedih saat menyadari bahwa ayahnya dan diri nya sudah seperti dua orang asing tanpa ikatan darah.

Raffa tersenyum getir. "Apa gua harus mati dulu biar mereka peduli?" Tanyanya.

Laki-laki itu kemudian terkekeh miris, diantara banyak orang yang tidak peduli padanya, Raksa adalah orang yang tersisa ketika Raffa merasa sendiri. Perkatannya memang terkesan kasar, namun Raksa sebenarnya tidak begitu ketus. Bahkan buah yang ada di nakasnya adalah buah yang Raksa simpan saat dirinya tidur kemarin.

Krek..

Pintu kamar tiba-tiba terbuka. Raffa melihat Dokter yang menanganinya masuk bersama seseorang yang tidak ia kenali. Dokter Stefy datang bersama seorang pria membuat Raffa sedikit was-was akan kedatangannya.

"Gak ada keluhan dari kamu Raffa?" Tanya Dokter Stefy, dia adalah dokter spesialis jantung yang menananginya sejak lama.

"Maaf, dia siapa?"

Dokter Stefy menoleh kepada orang yang Raffa tunjuk. "Oh iya, perkenalkan dia Tuan Ganara." Jawab dokter itu.

"Kamu bisa panggil saya Kapten Gara." Lanjut sosok itu dengan suara beratnya.

Melihat raut Raffa Dokter Stefy pun tersenyum simpul. Ia menarik kursi dan mempersilahkan pria itu agar duduk di sana.

"Dia mantan ketua Badan Intelijen Keamanan Polri." Ujar Dokter Stefy membuat Raffa sedikit terkejut.

Raffa menahan napasnya sesaat. "Mantan ketua? Untuk apa anda ke sini?" Tanya Raffa.

"Menurut kamu?"

"Saya yakin ada hal serius sampai seorang Komisaris Jendral rela berkunjung ke sini."

Kapten Gara menarik sudut bibirnya. "Tertarik untuk bersandiwara?"

"Bersandiwara?" Ulang Raffa dengan raut tidak mengerti.

"Mereka harus menganggap kamu mati dan kamu hidup tanpa ada yang tau."

Raffa terkekeh kecil. "Anda bercanda?" Ada nada ketidaksukaan dalam kalimatnya. Raffa berpikir bahwa dia adalah orang aneh, orang asing yang tiba-tiba mengajaknya untuk bersandiwara dengan skenario tidak masuk akal. Apa-apaan?

"Dengarkan dulu alasannya Raffa." Nasihat Dokter Stefy.

Raffa terdiam menimbang. Memang bukan sembarang orang yang membuat sosok mantan ketua Badan Intelijen Keamanan Polri apalagi Komisaris Jendral seperti Kapten Gara bisa mendatanginya seperti ini. Tentu saja ada alasan yang mungkin lebih besar dari dugaannya.

KANAGARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang