53. Gak Sengaja

48.6K 5K 601
                                    

"Merawat luka paling baik tidak harus bicara, tapi diam." -Raksa Kanagara.

***

"INI YANG LO BILANG HARGA MATI?!"

Teriakan menggelegar memenuhi ruangan megah yang luas di sana. Bukan markas, itu adalah mansion Raksa, dimana mereka semua ada disana.

Galuh ingin melerai keduanya yang sama-sama di penuhi kabut emosi. Namun saat mengingat alasan Gibran menjadi semarah ini kepada Raksa, Galuh sepertinya tidak berhak melerai.

"Dia sakit anjing!" Maki Gibran mengeratkan cengkraman tangannya pada kerah jaket Raksa.

Raksa mendengus. "Bukan urusan gua."

BUGH!

Pukulan keras itu langsung mendarat sadis di rahang Raksa. Raksa tersungkur begitu saja, sedangkan Gibran menatap nyalang sosok teman yang sudah menjadi sahabatnya sejak SD itu.

"Ini bukan lo, Rak." Tekan Gibran dingin.

Napasnya memburu karena amarah yang menumpuk. Gibran menyisir rambutnya saat sadar bahwa ia telah menghajar temannya meski itu bukan tindakan salah.

Banu duduk menatap sedih kepada Raksa yang bangkit. "Ketua yang gua kenal gak gini." Saut Banu.

"Ketua gua itu adalah orang yang menghargai namanya perempuan, gak dari baik atau buruknya tapi dia tau cara menghargai mereka selayaknya. Apalagi kalo perempuan itu orang yang berharga." Ujar Banu membuat mereka menyetujuinya.

Gibran menatap Raksa tajam. "Denger kan?" Dinginnya.

Raksa membenarkan letak jaketnya seakan tidak peduli dengan apa yang mereka katakan. "Lo semua gak akan ngerti."

"Ngerti gimana, hah? Emang lo pernah cerita sama kita? Pernah lo ngomong sama kita tentang semua yang bikin lo sulit?" Tanya Gibran.

"Gua ceritapun hal ini gak akan selesai anjing." Balas Raksa.

"Ayah lo bukan?" Tanya Arza lagi, ia belum menemukan titik masalah dari segalanya sekarang.

Raksa tertawa sinis. "Gak usah ikut campur."

"KITA TEMEN LO BANGSAT!" Maki Gibran kembali menarik kerah jaket Raksa sekuat mungkin.

Mata Gibran memerah. Cowok itu menatap sorot Raksa yang datar seperti tidak memiliki perasaan. Gibran tertawa sarkas. "Ketua? Cih.. Ketua nyali pecundang." Cibirnya dan menghempaskan kerah Raksa kasar.

Kenzo yang sejak tadi diam tidak berniat menegur apapun, Kenzo sudah muak, ia memilih merebahkan diri di sofa dan menutup matanya dengan telinga yang menyimak.

Divel bangkit, setelah ia berpikir lama mungkin setidaknya Divel bisa menemukan serpihan masalah dari apa yang tengah terjadi.

Divel menahan bahu Gibran melerai. "Kasih dia waktu, seperti yang lo tau di gak gegabah." Ucapnya.

Gibran menatap Raksa yang saat ini menatap Galuh. Galuh menatap  Raksa dengan sirat kecewa, ada perasaan marah yang ingin Galuh luapkan karena tidak bisa mengerti temannya. Mereka kenal bukan hanya seminggu atau dua minggu, mereka sudah saling mengenal selama bertahun-tahun dan sangat jelas sikap Raksa yang seperti ini bukanlah Raksa yang sebenarnya.

"Lo nyembunyiin apa lagi, Sa?" Tanya Galuh.

Raksa tidak membalas dan berjalan mengambil ponselnya di sofa. Ia pun melangkah pergi tanpa bicara dan keluar dari mansion itu.

***

Motor hitam itu melaju sangat kencang membelah angin malam. Dikarenakan enggan melihat padatnya kendaraan kota, Raksa memilih jalan lain yang lebih sepi. Ia membelokan setirnya dan menarik gas sekencang mungkin meluapkan segala emosinya berharap segalanya hilang.

KANAGARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang