77. Dia Pecundang

43.6K 4.3K 293
                                    

"Beberapa teman seperti uang, bermuka dua tapi dianggap berharga."

***

Sebagai validasi dari semboyan 'Datang Menantang, Pulang Sempoyongan'.

Di hari yang sepertinya akan mencetak sebuah sejarah bagi sekumpulan kelompok geng bernama Dargez. Seluruh motor milik anggota Dargez sudah berjejeran di parkiran Wabyo hingga memenuhi bengkel milik Wakil Ketua mereka di sana, seakan memberikan jawaban terhadap siapapun yang berani mengusik nama Dargez.

398 anggota hadir beserta ketuanya, Raksa Kanagara.

Sosok yang di kenal sebagai Kanagara bermata elang itu sudah berdiri bergabung bersama ke tujuh inti, tidak lengkap karena sampai saat ini Galuh, selaku wakil tidak menunjukan tanda-tanda keberadaan dirinya, padahal hari sudah mulai senja dan mereka sudah menunggu kedatangan Galuh sejak tadi pagi.

"Galuh masih gak bisa gua hubungi Rak." Ujar Arza.

Raksa terdiam, sedikit marah karena orang penting seperti Galuh tidak ada saat ini. Cowok itu mendengus kasar. "Kita udah di intruksi buat mulai." Balasnya.

"Gimana bisa dia gak ada? Kemarin dia yang bilang dia akan ke sini." Saut Gibran yang masih keheranan.

"Itu dia, gua sama Banu rencana mau ngecek area pagi ini sama Dia. Tapi Divel bilang dia gak ada, setau gua dia pagi ini ke sini." Ujar Kenzo.

"Tapi lo liat dia Nu?" Tanya Giana yang di balas anggukan oleh Banu.

"Gua sama dia di markas tadi, terus dari markas gua cabut, dia bilang mau ke Wabyo sama Divel, yaudah, gua tinggalin."

Divel mengerutkan keningnya. "Cargion gak ngabarin?"

Raksa menoleh, lalu dia segera mengecek ponselnya. "Kelvin bilang mereka udah siap, mau ke posisi."

"Semalem kita briefing juga, jadi tinggal ke posisi masing-masing, ya emang tinggal mulai sesuai waktu, cuma wakil lo yang gak ada." Kata Giana.

"Sial udah sore, bentar lagi mulai." Desis Banu resah.

"Gua mau intruksi ke yang lain." Ujar Divel dan meninggalkan mereka. Divel memilih mengintruksi beberapa anggotanya untuk pemberangkatan mereka ke arena.

Arza mendesah gelisah. Ia tampak menghubungi seseorang lewat ponselnya. "Hallo Ga, Galuh sama lo?"

Arza sedang menghubungi Dirga, wakil Cargion yang juga sekelas dengan Banu dan Galuh di sekolahnya. Mereka hanya mendengarkan sampai Arza memutuskan sambungan telefonnya.

"Gimana?" Tanya Giana.

Arza menggeleng. "Cargion gak ketemu Galuh sama sekali."

"Ah anjing, waktu udah mepet kaya gini." Dumel Gibran mengusap keningnya.

Raksa menatap ke arah bengkel yang di penuhi anak-anak Dargez. Mata elang itu menyorot tenang, namun tajam seakan ada hal yang tengah ia rancang dalam pikirannya.

Sejak dulu, Raksa memang andil sebagai otak dari pertempuaran yang terjadi. Kemenangan Dargez memang sudah ada pada genggamannya. Bukan alasan biasa Raksa di tunjuk sebagai ketua, tapi pemilik nama Dargez, Kapten Gara yang bahkan menyebut nama Raksa pada saat itu, hari dimana sebelum pertempuran satu tahun lalu terjadi. Dan saat Raksa diam, bukan berarti ia akan kalah, kalah tidak pernah ada dalam ceritanya. Karena di situasi apapun, Raksa cerdik dalam mengambil celah kemenangan.

"Belati yang gua temuin gimana?" Divel menyaut membuat Raksa menoleh kesamping.

"Itu bukan belati biasa, tapi alat perekam." Balas cowok itu.

KANAGARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang