5. Perjalanan Menuju Markas

99.9K 7.8K 213
                                    

"Rasa yang paling buruk adalah merasa tidak diinginkan." -Aldaraya

***

Ia mendongak, matanya menyipit saat retinanya menangkap sinar kendaraan yang berlalu lalang. Gemuruh dari jalanan tiba-tiba membuat dadanya terasa sesak, sampai suara motor yang ia kenali pun datang lagi.

"Kek anak ilang, naik."

Tidak berekspresi senang seperti biasa, Alda malah menatap Raksa dengan tatapan ragu. Ia meremat ujung jarinya karena debaran jantungnya semakin cepat. Keringat mulai bermunculan di area pelipisnya.

"Gua hitung." Ujar Raksa yang menunggu.

Cowok itu menoleh saat tidak mendapat resepon. "Kenapa?"

Alda menggeleng cepat. Ia mundur satu langkah seraya menatap ujung sepatunya. Napasnya terasa semakin berat, getaran di tangannya juga semakin kentara. Sontak Raksa turun dari motor dan mendekat saat merasa gadis itu sedang dalam kondisi cemas yang berlebihan.

"Anxiety lo kambuh?"

Alda menggeleng. "Pergi." Bisiknya.

Raksa menatap jemari Alda yang sedikit bergetar. Cowok itu perlahan menarik tangan Alda dan menggenggamnya, ia menatap mata gadis itu yang berkaca-kaca.

"Gua denger sirine mobil." Lirih Alda.

"Tiba-tiba sesek rasanya."

Raksa perlahan menarik gadis itu ke dalam pelukannya, ia mengusap pelan rambut Alda memberinya penenangan. Entah kenapa Raksa kehilangan kendali kali ini. Melihat raut cemas yang terkesan menyiksa di wajah gadis itu membuat perasaanya tidak karuan.

Mata gadis itu terpejam beberapa saat. Getaran di tangannya mulai hilang. "Sa..."

"Lo gak perlu takut." Ucap Raksa.

Meski perasaan cemasnya sudah sirna. Tetap saja jantungnya malah berdebar tiga kali lebih cepat karena Raksa memeluknya saat ini. Alda hanya berharap waktu berhenti dan membiarkan pelukan ini bisa ia rasakan selamanya.

"Udah hilang, udah normal."

Kanagara bermata elang itu langsung melepaskan pelukan mereka. Ia melirik kaki gadis itu yang hanya memakai rok pendek di atas lutut. Lantas Raksa melepaskan jaket yang dia pakai membuat Alda semakin terdiam. Perasaannya bergejolak hebat, semburat merah di pipinya muncul ketika cowok itu melilitkan jaketnya pada pinggang Alda, membiarkan tubuhnya hanya dibalut kaos putih saja. Jantung Alda berdegup tak karuan, seperti sebuah candu aneh bagi dirinya karena tidak bisa mengalihkan pandangan dari ciptaan Tuhan yang sempurna ini. Melihat paras Raksa dari jarak dekat sangat memicu debaran dalam dadanya.

"Lo yang ganteng gua yang pusing." gumamnya menatap pahatan wajah Raksa. Keningnya mengernyit saat menyadari ada lebam kebiruan di wajah cowok itu. "Wajah lo kenapa? Kok luka? Abis berantem?"

Tidak menggubris Raksa hanya fokus melilitkan jaketnya di pinggang gadis itu. "Naik." titah Raksa yang mulai menyalakan motornya.

Raksa memang tidak pernah membiarkan diri Alda tahu banyak tentang hidupnya. Alda segera naik, melingkarkan tangannya di pinggang Raksa.

Kanagara bermata elang itu menghela napas kasar. "Ngerepotin."

Motor itu kemudian melaju membela jalanan kota. Ini pertama kalinya mereka berada dalam satu motor, dekat satu sama lain tanpa jarak yang biasanya Raksa bangun agar membuat Alda pergi. Di tengah-tengah kota malam Jakarta, dengan perasaan yang tidak ada kejelasan, Alda sudah bahagia bisa sedekat ini dengan Raksa.

"Sa?"

"Hm,"

"Tau nama gua gak?"

Tak ada jawaban dari Raksa. Alda menghela napas sabar karena tahu bahwa Raksa memang bukan tipe yang bisa di ajak basa-basi. "Sa, tau nama gua gak? Cewek tercantik yang udah ngejar lo se abad lamanya." Kata gadis itu hiperbol.

KANAGARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang