66. Villain yang Manipulatif

44.5K 4.7K 618
                                    

Makasi udah mampir.
Makasi udah mau baca.
Makasi udah nunggu🌼

***

"Semua manusia akan bertindak ketika muak karena batinnya diabaikan."

***

"You will die?"

Ia mengulang kalimat itu dengan nada tanya. Tidak ada perasaan gentar meski sosok tersebut semakin mendekat ke arahnya. Sama-sama manusia, kenapa harus takut?

"Takut?" Tanya sosok itu.

Alda terkekeh sinis. "Ucapan lo lebih cocok buat diri lo sendiri." Balas Alda.

Sosok itu menarik sudut bibirnya, berdiri tepat di hadapan Alda dengan tatapan menghunus. "Baru jadi ceweknya aja udah banyak selebrasi. Norak tau gak?" Ungkapnya.

"Kenapa Van? Lo iri?" Tanya Alda menatap Vanya dengan remeh.

Bukan marah justru Vanya tertawa, Alda hampir bepikir bahwa gadis itu sudah gila. "Gua? Iri? Kenapa harus iri kalo gua bisa rebut dia dari lo dalam waktu singkat." Ujar Vanya. "Gak perlu setahun, Al." Tambahnya mengejek.

Alda melipat tangannya bersidekap. "Wah ngeri ya, temen gua aja dapetin cowoknya kurang dari seminggu." Kata Alda menarik sebuah topik yang sensitif.

Raut Vanya berubah semakin muram. Rahangnya bahkan sudah menegang menahan rasa geram. Alda memang bukan orang sembarang tanding, jika Vanya bergerak tanpa bantuan orang itu, Vanya tidak mungkin seberani ini dengan Alda.

"Mata Divel bagus, seenggaknya temen gua lebih pantes daripada lo."

"Dia cuma sampah!" Balas Vanya geram.

"Kalo dia sampah, lo apa? Limbah?" Tanya Alda dengan kekehan di akhir, tentu saja membuat emosi Vanya semakin naik.

"Lo akan nyesel sama ucapan lo sendiri." Peringat Vanya.

Alda menggeleng. "Sayangnya gua udah lupa cara buat nyesel."

"Denger ya. Gua gak masalah mau Divel di embat sama temen murahan lo itu atau enggak. Karena gua, gak niat punya hubungan sama dia."

"Murahan lo Van,"

Srek.

Vanya mengangkat tangannya mencengkram rahang Alda dengan kuat. Alda hanya menyeringai tidak memberontak, membiarkan Vanya merasa unggul karena tenaganya masih berharga jika harus di gunakan untuk menghadapi manusia kurang kerjaan di hadapannya.

Vanya maju mendekat. "Kalo lo berani sekali lagi ngatain gua. Tempat ini akan jadi tempat terakhir sebagai penutupan kehidupan lo." Desis Vanya.

"Oh, dan pintu itu akan jadi pintu terakhir yang lo liat." Balas Alda membuat Vanya mematung.

Vanya melepaskan cengkramannya saat melihat tatapan Alda yang tidak menggambarkan rasa takut sedikit pun. Sorot mata Alda sangat tajam seperti menyimpan dendam.

"Gua tau, lo yang nyebabin baju gua basah minggu lalu." Kata Alda bermaksud pada kejadian pagi dimana seluruh badannya basah kuyup terkena air pel an.

"Gua gak niat buang waktu gua cuma buat ngurusin lo." Balas Vanya.

"Karena lo gak suka gua deket sama Raksa. Lo deketin Divel karena lo mau deket sama Raksa, kan?" Tanya Alda lagi.

Vanya mendengus sarkas. "Gak usah sok tau deh, lo bukan level buat gua saingin."

"Yang mau jadi saingan lo emang siapa? Masa gua saingan sama yang mainnya gak rapi." Kekeh Alda meremehkan.

Tentu saja Vanya menggertakan rahangnya merasa kesal. "Liat aja, Raksa gak akan jadi milik lo." Tekan Vanya dan melangkah keluar meninggalkan Alda yang hanya diam menatap kepergiannya.

KANAGARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang