74. Hanya berharap baik

50.4K 4.1K 443
                                    

"Dan semua orang akan rela membayar untuk sesuatu. Karena terkadang pilihan mereka adalah apa yang tidak bisa mereka miliki."

****

Waktu istirahat telah berakhir, namun tidak bagi Raksa dan teman-temannya. Bagi mereka pagi sampai sore adalah waktu istirahat terbaik, buktinya mereka tidak masuk kelas dan masih setia berdiri di depan pintu XI IPA 3.

Raksa memasuki kelasnya dan mendekat ke meja Alda. Gadis itu tengah menidurkan kepalanya pada meja dengan Syabina yang duduk di depan seraya bercerita dengan ocehannya seperti biasa.

"Al,"

Alda membuka matanya perlahan. "Hm?"

Raksa menepikan anak rambut yang menghalangi wajah Alda. "Bolos bentar mau?" Ajaknya.

"Kalo ngajak yang bener Rak, masa temen gua di ajak maksiat." Protes Syabina.

Alda terkekeh kecil dan bangkit dengan gerakan lambat, ia menguap lebar membuat tangan Raksa refleks menutupi mulutnya.

Syabina yang melihat hal itu mengerling. "Dulu aja nyinyirin gua kalo liat gua uwu. Eh sekarang kena karma, basi lo." Cerca Syabina membuat Alda terkekeh.

"Na,"

Mereka menoleh ke arah pintu, dimana Divel ada di sana dan baru saja memanggil Syabina dengan sebutan 'Na'. Panggilan yang hanya Syabina dapat dari cowok itu.

Syabina tersenyum. "Uwu aja ya lo berdua sampe mampus. Gua mau ke pelaminan bye!" Katanya dan keluar menghampiri Divel.

"Ngimpi!" Balas Alda. "Beda agama gitu." Ejeknya namun kedua manusia yang menjalin hubungan dengan kepercayaan yang berbeda itu sudah pergi dari sana.

Raksa terkekeh. "Mau juga ke pelaminan?"

Alda sontak menatapnya tajam. "Gak minat."

"Masih ngambek?" Tanya Raksa seraya duduk di hadapan Alda yang tengah cemberut.

Alda masih diam membuat Raksa menghela napasnya. Matanya melirik ke arah meja tatkala cowok itu tiba-tiba meletakan coklat putih di sana. Alda menatap Raksa dengan tatapan menyelidik, dari gerak-geriknya sudah pasti ada hal yang ingin cowok itu bahas, sedangkan Raksa menipiskan bibirnya tersenyum menatap Alda.

"Berminat baikan?" Tanyanya lagi.

Namun bukannya merespon Alda malah semakin acuh. Ia memalingkan wajahnya dengan ekspresi acuh.

Melihat itu Raksa hanya pasrah. Jari telunjuknya menekan manik serigala pada gelang di tangan Alda.

"Maaf," ucap Raksa.

Raksa menekan-nekan manik itu dengan gerakan kecil persis seperti anak kecil yang tengah membujuk.

"Maafin," ujar Raksa lagi.

Mati-matian Alda menahan dirinya agar tidak merespon tingkah Raksa. Ia memilih untuk tetap diam karena masih marah dengan cowok di hadapannya. Alda sebenarnya ingin memberi tahu bahwa tidak semua hal bisa di selesaikan dengan kata maaf, karena kesalahan itu banyak jenisnya, meski kecil dampaknya justru bisa besar bagi orang lain.

"Bentuk marah paling tega adalah diam. Lo tau kenapa?" Tanya cowok itu lagi dengan tatapan yang memaku pada wajah gadis di hadapannya.

Kanagara yang katanya ketua geng itu menggenggam tangan seorang perempuan bernama Arunika yang sekarang sudah berstatus sebagai pacarnya. Ia menarik-narik pelan jari tangan Alda, dan perlakuannya membuat Alda gemas. "Sikap lo sekarang kejam," gumam Raksa.

"Ngediemin seseorang itu bikin ngerusak pikiran. Kalo mau marah, marah aja. Ngomong dengan bahasa manusia yang bisa gua pahami. Gua gak mampu baca hati lo, bilang salah gua dimana, bagian mana yang lo gak suka? Dan gua akan belajar buat lebih baik lagi nantinya." Tutur Raksa berharap Alda bisa memahami kalimat panjang yang ia ucapkan.

KANAGARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang