Chapter 59

306 33 13
                                    

"Ketika aku ingin menggantungkan harapan sekali lagi padamu, lagi dan lagi aku diingatkan fakta bahwa kamu tidak pernah mau diharapkan olehku. Aku tau itu, aku selalu tau akan fakta itu. Bodohnya aku masih berharap padamu, aku bodoh bukan? Jadi, apakah aku harus benar-benar menyerah padamu kali ini? Katakan padaku, apakah aku benar-benar harus menyerah kali ini?"

Xiao Zhan to Wang Yibo

•••••


Kehidupan Xiao Zhan selama dua Minggu ini berjalan sangat lancar, tidak bertemu Wang Yibo lebih banyaknya menyumbang ketenangan dalam hari-harinya. Minggu depan adalah reuni sekolah dan dia sebenarnya tidak siap jika harus pergi kesana, sungguh melelahkan rasanya.

Minggu keempat November suhu udara sudah mulai terasa sangat dingin di siang hari, Xiao Zhan benci musim dingin. Hari ini, di depannya dirinya mendapatkan sebuah surat atau entah apa itu, surat itu hanya dipandanginya sedari tadi. Tak berminat untuk membuka dan membacanya.

Kertas putih polos itu nampak mencurigakan dari sudut pandangnya, tak ada pilihan lain dirinya membuka dan membaca apa yang ada di dalamnya.

Apa aku akan mendapatkan ucapan terima kasih darimu? Aku secara khusus menciptakan set serupa yang sama persis seperti di masalalu. Apakah kau mungkin secara kebetulan berpikir bahwa itu terlihat tidak asing?

Tapi sayangnya baik saat ini atau di masalalu aku gagal melenyapkanmu, pangeran menyedihkan itu selalu saja menggangguku.

Tidak ada nama atau tidak ada petunjuk apapun dari dalam surat itu, Xiao Zhan membaca satu demi satu kata dan dia tidak bisa banyak berpikir setelah selesai membacanya. Apa maksudnya semua ini?

Jadi ini sudah direncanakan?

Sama seperti masalalu?

Masalalu yang mana?

Apa mungkin ....

Tidak, tidak mungkin bukan? Pemikiran bodoh itu harus dia enyahkan sejauh mungkin.

"Pangeran menyedihkan?" Entah mengapa dua kata ini membuat Xiao Zhan merasa aneh, seperti tidak asing namun terasa sangat asing. Sungguh membingungkan.

****

"Mama masak sebanyak ini untuk apa?"

Perempuan akhir empat puluhan itu menghentikan aksi memasaknya, menoleh ke belakang melihat anak sulungnya berdiri tak jauh darinya, berjalan mendekat ke arahnya lalu berhenti tepat di sampingnya.

"Papamu ada tamu malam ini," ucapnya santai.

"Sebanyak apa tamunya sampai aku rasa mama tidak akan berhenti memasak setelah memasak sepuluh hidangan."

Wanita itu tertawa, memukul pelan punggung anak sulungnya lalu kembali melanjutkan aksi memasaknya mengabaikan suara kesakitan di sampingnya.

"Mama akan menjodohkanmu dengan anak teman mama," ucapnya sengaja dengan nada memancing, diliriknya lagi putranya itu nampaknya membuat perubahan pada raut wajahnya. Dia tidak bisa menebak kenapa tapi dia tidak bereskpestasi akan hal itu.

Terlanjur Mencinta (YiZhan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang