67. Lima Manusia Salju

265 6 0
                                    


Björn telah pergi. Saat itu pagi-pagi sekali, sehari sebelum ulang tahunku.

Erna yang senang melihat suaminya bangun pagi dalam waktu lama untuk memulai hari, memandang Björn yang duduk di depan meja dengan bingung. Dia sepertinya sudah siap untuk pergi.

"Karena itu....Maksudmu kamu akan pergi berburu bersama para pangeran Velia? Mulai hari ini hingga besok?"

Bahkan saat dia mengatakannya dengan mulutnya sendiri, Erna tidak dapat mempercayainya.

"Hah."

Kata-kata Björn, yang diberikan dengan anggukan ringan, sangatlah mudah.

"Bukankah aku sudah memberitahumu?"

"Tidak. Itulah hal pertama yang kudengar pagi ini."

"Ya?"

Björn dengan cepat mengalihkan pandangannya dari Erna ke koran di tangannya.

Membaca koran atau laporan sambil makan adalah salah satu kebiasaan Björn. Erna benci jika sedikit waktu yang mereka habiskan untuk bertatap muka terbuang sia-sia seperti itu. Meskipun aku tidak bisa mengungkapkan perasaanku.

"Kapan kamu kembali besok?"

Erna yang sedang mengutak-atik cangkir tehnya dengan gugup, bertanya dengan suara yang tidak bisa menahan kegelisahannya.

mustahil. Aku berjanji. mustahil.

"Ini tidak akan terlambat."

Björn melipat koran dan tersenyum.

"Lagi pula, perburuannya berakhir hari ini. Paling lambat waktu makan siang besok?"

Tatapan Erna juga selembut senyuman itu. Di saat-saat seperti ini, kami benar-benar merasa seperti sepasang kekasih. Kekasih sejati yang sangat mencintai satu sama lain.

Erna menghela nafas lega lalu tersenyum dan mengangguk. Sebagian besar pertemuan sosial yang dihadiri Björn selama turnya berada dalam lingkup urusan resmi. Erna telah mengetahui hal itu selama dua bulan terakhir perjalanan, jadi dia tidak ingin mengeluh sia-sia.

Björn yang tidak lagi memperhatikan koran, lebih sering memandang Erna dari biasanya dan banyak berbicara dengannya. Berkat waktu yang hangat dan penuh kasih akung itu, Erna bisa mendapatkan kepercayaan diri.

aku tidak lupa.

Meski jadwalku rumit karena menjalankan tugas pangeran, aku memutuskan untuk tidak kecewa. Karena itu hanya satu hari. Wajah Erna menjadi cerah seperti biasanya saat dia memikirkan ulang tahun yang akan dia habiskan bersama Björn yang kembali.

"Pangeran, ini telegram penting."

Saat jamuan makan hampir berakhir, aku mendengar seorang pelayan membawa telegram. Percakapan lembut antara kedua orang itu meresap ke dalam ruang sarapan yang damai.

Erna menoleh ke arah Björn yang duduk diagonal, dengan tangan yang meletakkan cangkir tehnya terlipat rapi di atas lutut. Rasa penasaran baru terlihat dari caranya memandang pakaian berburu suaminya yang baru pertama kali dilihatnya.

Dari jaket merah hingga sepatu bot hitam. Tatapan Erna yang bergerak perlahan terhenti seolah tertuju pada tangan Björn yang sedang menulis sesuatu dan menyerahkannya padanya. Itu adalah momen ketika keberanian tiba-tiba muncul.

"Björn. Ada sesuatu yang ingin aku terima."

Saat pelayan yang mengambil catatan itu pergi, Erna merendahkan suaranya dan berbisik. Björn menatapku seolah menyuruhku mengatakan sesuatu. Menarik sekali melihat kemunculan tak terduga dari seorang wanita yang jarang menunjukkan keserakahan seperti ini.

Pangeran Bjorn BermasalahWhere stories live. Discover now