New Version!!!
Cameron King Galaksa, leader dari geng motor generasi ke-3 yang ditakuti seantero sekolah. Apalagi jika bukan Asteroid. Satu sekolah menyebutnya dengan 'kulkas berjalan' laki-laki yang mempunyai hobby futsal dan basket itu kerap terli...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Setelah kejadian disekolah. Cameron meminta izin mengantar Caramel untuk pulang, dengan alasan tak enak badan. Dan disinilah mereka, dalam mobil milik Cameron, sedari tadi keheningan tercipta antara mereka. Tak ada yang mau mengeluarkan suara lebih dulu, bahkan Caramel pun hanya diam.
Beberapa menit kemudian mobil Cameron berhenti didepan rumah Caramel, laki-laki itu sama sekali tak memandang wajah Caramel. Ia lebih fokus menatap jalanan didepannya. Caramel hendak membuka pintu mobil, namun suara Cameron menghentikannya.
"Kita butuh waktu."
Caramel mengurungkan niatnya memegang handle pintu, ia sama sekali tak bergeming atau berganti posisi.
"Aku butuh waktu. Butuh waktu nerima kenyataan kalo kamu anak dan keponakan dari orang yang udah bikin keluarga aku hampir hancur." Jelas Cameron tanpa sedikitpun mengalihkan pandangannya.
Caramel terkekeh hambar, ia kemudian berbalik. "Kamu pikir, kamu aja yang butuh waktu? Nyatanya aku juga Cameron, kamu." Tunjuk Caramel pada Cameron. "Keluarga kamu yang buat keluarga aku masuk penjara, itu karena keluarga kamu." Lanjut Caramel.
Cameron menoleh, ia menatap gadis itu dengan tatapan tajam. "Kamu nyalahin keluarga aku? Itu karena keluarga kamu pantas dapetin itu. Ingat! Ada harga yang harus dibayar, mereka yang duluan memulai bukan orangtua aku." Desis laki-laki itu.
"Mungkin kalo kamu anak orang lain, kita nggak bakalan kayak gini. Keluarga aku belum memaafkan kelakuan ibu kamu dan tante kamu yang fatal itu, dan aku juga bukan laki-laki yang mudah memaafkan jika bersangkutan dengan orangtua aku, Caramel." Lanjut Cameron, ia menatap manik mata Caramel.
"Ohh begitu? Jadi kalo kamu dan keluarga kamu belum maafin keluarga aku, berarti hubungan kita nggak ada artinya kan? Aku." Tunjuk Caramel pada dirinya sendiri. "Aku harusnya sekolah, mikirin gimana ujian akhir, mikirin aku mau masuk ke universitas yang mana, ngejar cita-cita aku. Bukan mikirin gimana hubungan aku sama kamu, bukan mikirin anak ini." Cecar Caramel dengan mata menyiratkan kemarahan.
"Kamu pikir aku suka kayak gini? Kamu pikir enak jadi a─"
"Dan kamu pikir aku senang-senang tanpa beban? Kamu pikir aku nggak mikirin sekolah? Kamu pikir aku nggak mikir cita-cita aku? Aku cowok Caramel, aku yang terbebani lebih daripada apa yang kamu bayangin. Jangan jadi cewek yang punya pikiran dangkal," sela Cameron, ia merasa berang terhadap perkataan Caramel─ yang seolah-olah hanya dia yang mempunyai kehidupan.
Mata Caramel melesat. "Secara tidak langsung kamu ngatain aku beban, kamu keberatan dengan keadaan kita? Harusnya sedari awal anak ini emang nggak ada, biar aku sama kamu nggak harus mikirin gimana nasib anak ini," tutur Caramel. "Kita adalah kesalahan."