Dia Tamara

7.3K 193 2
                                    

"Kelak kalau aku sudah dewasa aku mau jadi sehebat Ayah!" seru anak kecil berkuncir kuda tersebut kepada laki-laki yang baru saja memberikannya es krim.

"Kenapa?" tanya laki-laki tersebut.

"Soalnya Ayah kuat kerja setiap hari buat aku, ibu dan juga adik2," jawab gadis kecil dengan mata bulat lucu itu.

"Ayah bangga sama Tamara, pokoknya Tamara harus jadi anak kuat dan selalu jagain ibu dan juga adik-adik, ya?" kata laki-laki tersebut seraya mengelus pucuk kepala gadis kecil yang bernama Tamara tersebut.

"Pasti, Ayah! Tamara sayang banget sama Ayah! Pokoknya jangan tinggalin Tamara atau Tamara bakal ngambek!" seru gadis itu sambil memeluk ayahnya erat dan bibir yang mengerucut.

"Ayah!"

Gadis dengan piyama pendek bergambar spongebob tersebut terbangun dari tidurnya dengan peluh yang membanjiri dahi. Dirinya langsung terduduk dengan nafas tersengal-sengal.

"Mimpi itu lagi," gumamnya seraya mencoba menetralkan debaran jantungnya yang berdetak cepat.

Gadis berambut panjang sepunggung itu kemudian mengambil ponsel pintarnya di atas nakas samping tempat tidurnya. Angka empat terpampang jelas di layar ponselnya kala dirinya menyalakannya.

"Masih pagi banget, bakal susah tidur lagi kalau begini!" gerutunya jengkel.

Dengan bermalas-malasan dia meletakkan ponsel pintarnya ke atas nakas kembali kemudian menguncir asal rambutnya dengan ikat rambut berwarna hitam yang selalu dia pakai di pergelangan tangannya.

Dengan langkah gontai, gadis bernama lengkap Tamara Sarasvati tersebut berjalan menuju kamar mandi yang berada di dalam kamar kosnya untuk sekedar mencuci muka dan menggosok gigi.

Masih terlalu pagi dan Tamara sadar akan hal itu. Namun, kalau tidak dengan segera menggosok gigi dan juga mencuci muka maka Tamara akan menunda kesenangannya yaitu membaca novel online sambil memakan cemilan. Tamara sangat tidak suka makan tanpa menggosok giginya terlebih dahulu setelah bangun tidur. Baginya hal tersebut adalah hal yang jorok. Bangun tidur dimana mulut dan nafas tidak enak dirasa bagi Tamara adalah hal yang wajib segera dibereskan.

Selesai melakukan ritual menggosok gigi mencuci muka, Tamara segera mengambil masker wajah yang dia simpan di laci meja belajarnya. Bukan meja belajar Tamara. Dia tidak membawa atau membeli meja tersebut melainkan memang sudah fasilitas dari kos termasuk dengan springbed yang berukuran single yang ada di kamarnya tersebut.

Harga kamar kos Tamara sangatlah murah dibanding kamar kos yang lain meskipun sama fasilitasnya. Itu karena sang pemilik kos kebetulan adalah sahabatnya sendiri, Gangga. Beruntungnya dia!

Tamara bukan seorang gadis yang gemar merias ataupun memakai skincare sampai berlapis-lapis. Tamara bahkan hanya memilik lipstick 2 warna dan juga lipcream 1 warna yang baru saja dibelinya setelah mendapatkan gaji pertamanya seminggu yang lalu. Masker wajahnya juga merk lokal. Masker satu-satunya yang dia punya dan sekarang hanya tinggal beberapa kali pakai.

Gadis berperawakan tinggi dan langsing tersebut kemudian memakai maskernya dan segera mengambil cemilan yang tadi sore sempat dia beli sepulang bekerja. Sebungkus wafer cokelat, Sebungkus tortilla chips dan juga sebungkus biskuit kelapa kesukaannya.

Sejujurnya, Tamara selalu mengendalikan diri ketika membeli sesuatu meskipun sebuah cemilan sekalipun. Dia harus pandai berhitung supaya dapat menghemat uang yang dia miliki. Gadis itu sangat penuh perhitungan jika sudah membahas soal keuangannya. Dia tidak ingin sampai terbawa pergaulan yang banyak diikuti banyak anak muda zaman sekarang seperti pergi ke club. Itu sebuah pemborosan yang tidak berfaedah menurut Tamara.

Dengan satu tangan menggenggam ponsel yang sudah menyajikan novel online kesukaannya dan juga sebuah cerita yang menarik dan tentu saja baru dia temukan tadi malam, Tamara segera kembali ke ranjangnya dengan membawa toples cemilan dan juga sebotol air mineral.

Tamara menghabiskan waktunya dengan membaca novel online sampai pukul enam pagi. Kebiasaan Tamara semenjak ayahnya meninggal sekitar dua bulan lalu. Tamara akan susah tidur kembali jika sudah bermimpi tentang ayahnya yang berkata bahwa dirinya harus menjaga ibu dan juga adik-adiknya.

****

"Iya, halo! Selamat pagi! Mohon maaf dengan siapa saya bicara?" sapa Tamara melalui telepon yang kini sudah menempel di telinganya.

".............................."

"Ya, baik, Pak! Nanti akan saya sampaikan kepada Bapak Pras," ucap gadis itu ramah. "Ada lagi yang bisa saya bantu, Pak?"

".............................."

"Baik, Pak! Sama-sama, semoga hari anda menyenangkan dan selamat pagi." Senyum yang tidak lepas dari bibirnya membuat aura Tamara terasa sangat menyenangkan.

Pekerjaannya sebagai seorang sekertaris direktur utama tidaklah mudah. Dia kerap kali harus lembur. Misalnya karena atasannya bisa tiba-tiba atau kapan saja meminta reschedule jadwal satu minggu yang sudah Tamara kerjakan dengan rapi di sore hari ketika jam sudah mendekati waktu pulang kantor. Tamara sangat menyukai pekerjaannya, setidaknya dia bisa menghidupi keluarganya dengan layak.

Tamara segera mengambil dan memeriksa berkas yang akan dia berikan kepada sang direktur utama untuk segera di tanda tangani. Hanya membutuhkan waktu kira-kira sepuluh menit untuknya memeriksa apakah ada tulisan yang salah atau yang lainnya dari dokumen-dokumen yang dia pegang. Pagi ini hanya ada dua laporan yang masuk dan juga kebetulan atasannya tidak memintanya untuk melakukan ini dan itu, jadi Tamara bisa sedikit santai di pagi hari.

Dengan segera, gadis berbaju kemeja cream dan juga rok hitam selutut tersebut segera berjalan menuju ruangan direktur utama. Tamara mengetuk pintu ruangan atasannya dengan hati-hati.

Tok....tok.....tok!

"Masuk!" jawab seseorang yang suaranya sudah Tamara hafal sekarang.

Dengan pelan Tamara membuka pintu ruangan dan menutupnya kembali.

"Permisi, Pak! Maaf mengganggu," ucap Tamara masih berdiri di depan meja atasannya.

"Ada apa, Tam?" Pria dengan setelah jas hitam.

Pria tampan dengan perawakan tinggi itu bernama Prasadi Ganindra Setiaji. Dia merupakan atasan Tamara. Pria itu bertanya dengan tatapan yang tetap fokus pada kertas-kertas yang ada di atas mejanya.

"Saya ingin menyerahkan dokumen penawaran dan juga ada pesan dari Bapak Hendra kalau rumah di Bogor sudah 70% jadi dan anda diminta ke sana besok untuk memeriksa langsung mengingat rumah tersebut adalah rumah pribadi anda, Pak," kata Tamara menjelaskan maksudnya datang ke ruangan atasannya tersebut.

Pria tersebut manggut-manggut dengan tangan yang memberikan isyarat supaya dokumen yang dibawa Tamara diserahkan kepadanya. Dengan cepat, Pras membubuhkan tanda tangannya di atas kertas-kertas tersebut setelah membaca isinya dengan baik.

"Kamu nggak duduk?" tanya Pras kepada Tamara sambil menaikkan satu alisnya ke atas.

"Oh! Iya, Pak," Tamara tersenyum kemudian duduk.

"Kebiasaan kamu, Tam. Selalu merasa nggak enakan sama orang lain," ucap Pras lagi.

Tamara hanya terkekeh tanpa menanggapi. Bukannya dirinya tidak mau mengobrol santai dengan atasannya yang terkenal mengintimidasi dan juga tampan dalam satu waktu yang bersamaan, hanya saja dia masih menjaga kesopanan dan juga masalah pribadi mereka berdua.

"Ini! Sudah semua." Pras menyerahkan dokumen-dokumen yang sudah selesai ke hadapan Tamara.

"Terimakasih, Pak! Kalau begitu saya permisi." Tamara mengambil dokumen-dokumen tersebut kemudian pamit kepada Pras.

Tamara masih harus membuatkan jadwal pertemuan antara Pras dan juga investor penting dari Amerika. Dia ingin pulang tepat waktu jadi dia tidak mau membuang waktu dengan banyak berbasa-basi dengan atasannya itu.

______________________________________________________________________________

Hai! Jangan lupa follow penulis dan kasih vote ke novel ini ya 😊 kalian juga bisa kepo2 novel penulis yang lainnya di instagram/tiktok @author.angeelintang ❤

TerberaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang