Pria Paling Brengsek

884 94 0
                                    

Tamara menatap layar ponselnya. Matanya berkaca-kaca dengan seluruh tubuh yang terasa menggigil. Dia menggigit bibirnya saat isakan tangis hendak keluar dari bibirnya. Dia menatap jendela besar di depannya. Telapak tangannya mengusap dahi yang sudah berkeringat dingin.

"Brengsek!" umpatnya dengan nada rendah dan dalam.

"Ada apa?"

Tamara sontak menoleh ke belakang dengan wajah kagetnya. "Ga? Kenapa lo masih ada di sini? Tadi katanya ada urusan?" Tamara mencoba menyunggingkan senyuman palsu.

Gangga masih berdiri dengan tatapan yang tak lepas dari wajah Tamara. Pria itu kemudian berjalan dengan pelan mendekati wanita dengan mata basah itu. Gangga menghela napas dalam saat melirik ponsel yang ada di genggaman Tamara.

"Ada apa?" Gangga nampaknya tidak akan berhenti bertanya.

Tamara mengusap matanya dengan cepat dan menggelengkan kepalanya. "Nggak ada apa-apa. Mata gue kelilipan debu kayaknya," jawabnya asal.

"Jangan bohong! Kita sahabatan udah bertahun-tahun, Ras!" Gangga tertampar dengan kata 'sahabat' yang baru saja ia ucapkan.

Tamara menunduk dengan helaan napas beratnya. "Gue dikirimin foto-fotonya Mas Pras," ucapnya pada akhirnya.

Gangga menaikkan alisnya tinggi. "Siapa?" tanya pria itu dengan nada yang masih terdengar tenang di telinga Tamara.

"Gue nggak tahu. Nomor nggak dikenal. Nomornya baru." Tamara menatap Gangga dengan wajah sedihnya.

Gangga mengusap wajahnya dengan kasar. "Memangnya fotonya kayak gimana?" tanyanya.

Tamara membuka kembali pesan yang tadi sempat ia buka. Dia kemudian mendekat dan menyerahkan ponselnya kepada Gangga. Bibirnya terkunci rapat. Dia duduk di samping Gangga dengan tubuh yang terasa lemas.

Gangga menatap pesan yang ada di layar ponsel milik Tamara dengan otak yang berpikir dengan cepat. Matanya memicing kala dia tahu siapa orang yang mengirimi Tamara pesan tersebut. Matanya melirik Tamara yang kini menunduk sambil memilin jemarinya di atas paha.

"Suami lo kayaknya bahagia banget ketemu sama gue. Lebih kelihatan ceria setelah lo pergi dari hidupnya."

Satu kalimat yang berhasil membuat Gangga menggenggam ponsel milik Tamara dengan kuat. Dia tidak tahu jika pada akhirnya hatinya sakit ketika melihat wanita yang ia cintai menderita seperti ini.

"Lo nggak perlu mikir tentang Pras lagi. Dia udah dewasa jadi seharusnya dia udah bisa mikir kalau dia udah punya istri," ucap Gangga.

Dia memberikan ponsel itu kepada Tamara. "Lo benar, Ga. Gue hanya tinggal nunggu waktu yang tepat untuk meminta cerai dari Mas Pras," jawab Tamara dengan nada bergetar.

Matanya terlalu lemah untuk menahan desakan air yang hendak menjebol pertahanannya. Tamara mengusap matanya supaya pipinya tidak ikut basah. Rasanya terlalu menyakitkan saat dia melihat foto-foto Pras. Pria itu nampak tertawa lebar dengan wajah yang bersinar. Sepertinya Pras memang tidak membutuhkan Tamara di dalam hidupnya.

"Lo udah yakin sama keputusan itu?" tanya Gangga.

Dengan berat, Tamara memaksa kepalanya untuk mendongak dan menatap mata Gangga. Dia tersenyum dan mengangguk kecil. Kakinya terasa lemas. Padahal keputusan untuk bercerai dari Pras baru ia pikirkan semalam. Tapi rasanya perpisahan yang belum benar-benar terjadi itu sudah ada tepat di depan matanya.

"Gue yakin. Lagipula, Mas Pras kelihatan sehat dan baik-baik aja tanpa gue. Jadi, mungkin sebaiknya gue mundur dari pernikahan kami ini. Ternyata gue nggak sekuat wanita di luar sana yang bisa bertahan dalam pernikahan yang di dalamnya penuh kebohongan." Tamara kembali melayangkan senyumannya.

Meski terpaksa tapi setidaknya Tamara tidak terlihat terlalu terpuruk. Gangga meraih tangan wanita itu dan menggenggamnya erat. Seperti ditampar oleh tangan tak kasat mata. Gangga mendapati sebuah sorot hampa dari mata Tamara. Wanita yang sudah ia tunggu sejak lama untuk menjadi miliknya itu seperti tidak bernyawa.

"Apa lo akan baik-baik aja?"

Pertanyaan yang Tamara harap tidak akan keluar dari bibir Gangga di saat dia sedang sedih seperti ini. Pertanyaan berat yang seharusnya Gangga sudah tahu jawabannya. Tamara hanya terkekeh pelan.

"Kemungkinan besar gue nggak akan baik-baik aja," jawabnya dengan menahan rasa sakit di dadanya. "Tapi kalau dengan gue mundur maka Mas Pras akan menemukan kebahagiaan sejatinya, gue akan ambil langkah besar itu. Dia sepertinya lebih membutuhkan wanita itu daripada gue," lanjutnya dengan suara yang semakin lirih di akhir kalimatnya.

Gangga hanya mampu mengangguk pelan dan tidak berani memberikan tanggapan apapun. Matanya memerah. Bahkan hanya dengan melihat Tamara yang mati-matian menahan tangisnya supaya tidak pecah, Gangga merasa jantungnya diremas dengan kuat.

"Ya udah! Jangan nangis lagi!" ucapnya.

Dia berdiri dan mengacak rambut Tamara sekilas. Dia harus segera pergi dari sana sebelum dia benar-benar meneteskan air matanya.

"Gue pergi dulu, kalau lo butuh sesuatu langsung kirim pesan aja atau telepon gue," ucapnya tanpa menatap Tamara lagi.

Tamara menoleh dan mengikuti punggung Gangga yang semakin menjauh dari pandangannya. Pria itu langsung keluar dari apartemen dan membuat Tamara merasa heran. Di depan pintu apartemen, Gangga berdiri dan menatap dinding di depannya dengan wajah kusut.

"Gue ternyata pria paling brengsek di dunia!" geramnya sambil mengepalkan kedua telapak tangannya.

***

Pras melambaikan tangannya saat Melly mulai menjalankan mobilnya meninggalkan area rumah pria itu. Matanya kemudian menatap ke arah jalanan di depannya. Sepi, perasaan itu kembali muncul di dalam hatinya.

Kehadiran Melly cukup membuatnya merasa terhibur meski setelahnya hampa kembali terasa mencengkram jiwanya. Wanita dengan segala pemikirannya memang tidak mudah untuk ditebak.

Selama menikah dan tinggal di satu atap yang sama dengan Tamara, dia ternyata tidak terlalu paham bagaimana watak sang istri jika sedang merajuk. Ucapan Melly terngiang di telingannya.

"Ada banyak tipe wanita di dunia ini, Pras. Ada yang mencari pelarian saat dia disakiti, ada yang memilih menyingkir dan menepi untuk menyembuhkan lukanya dan ada yang memilih menghadapi luka itu setiap hari tanpa bersembunyi. Sekarang kamu tinggal tebak sendiri, istrimu tipe yang seperti apa."

Pras memutar tubuhnya dan masuk kembali ke rumah. Untuk memastikan tipe seperti apakah istrinya itu, dia segera menyambar kunci mobil, ponsel dan juga dompetnya. Berbekal sebuah alamat yang ia dapatkan kemarin, Pras pergi mengendarai mobilnya dengan jantung yang sudah berdegup kencang.

Setelah sebelumnya dia sama sekali tidak memiliki pikiran buruk tentang sang istri, sekarang semuanya nampak meragukan. Pras hanya berharap bahwa dia keliru. Dia masih memiliki sebuah keinginan untuk melanjutkan pernikahannya dengan istrinya. Menanti sang buah hati terlahir ke dunia dengan hati yang kembali utuh. Mimpinya sederhana. Dia ingin menua bersama Tamara dan anaknya.

Pria itu telah sampai di tempat tujuan. Dia berdiri di depan sebuah pintu dengan kaki gemetaran. Dia sedang menunggu seseorang supaya membuka pintu itu. Dan sebuah suara yang ia kenali tertangkap oleh gendang telinganya bersamaan dengan pintu yang terbuka.

"Kenapa balik lagi, Ga?"

Pras mendongak. Dadanya terasa sesak. Hatinya membeku seketika. Wanita yang ia rindukan ada di depan matanya. Dengan rambut dicepol ke atas dan pakaian rumahan serta wajah polos tanpa riasan.

"Dari sekian banyak tempat di dunia ini, kenapa kamu memilih kabur ke sini?"

_______________________________________________________________________________

Hai! jangan lupa tinggalin jejak ya! 

Enjoy ~ 

TerberaiWhere stories live. Discover now