Kalah

899 103 6
                                    

Siapin tissue!

Jangan lupa lagunya diputar hehe

________________________________________________________________________________

"Bangsat!"

Melly menoleh ke belakang saat seseorang membuka pintu apartemen dan spontan mengumpat. Mata wanita itu melebar kala melihat siapa yang datang. Gangga. Pria itu berjalan dengan langkah lebarnya menghampiri Melly dan Pras dengan tatapan mata yang terlihat seperti hendak menguliti mereka berdua.

"Lo ngapain di sini?!" tanya Melly dengan nada tinggi.

Pras mengernyitkan matanya kala melihat seorang pria masuk ke dalam apartemen tanpa mengetuk pintu terlebih dulu. Ya, Gangga masih ingat kata sandi yang pernah diberikan oleh Melly kepadanya. Sudah beberapa kali dia datang ke sana untuk menemui wanita itu.

"Siapa?" Pras berusaha bangkit dari tidurnya.

Gangga mengepalkan tangannya dengan kuat. Dia berjalan cepat dan mendorong tubuh Melly ke samping sampai wanita itu jatuh terduduk di atas sofa. Dengan segenap tenaga, Gangga memukul wajah Pras tanpa aba-aba. Wajah Pras terpelanting ke samping dan darah segar terlihat di ujung bibirnya.

"Bangsat lo!" teriak Gangga seperti kesetanan.

Pras memejamkan matanya dan merasakan nyeri di tulang rahangnya. Sementara itu, Gangga segera berdiri di depan Melly yang sedang menutup bibirnya karena terkejut dengan tindakan Gangga.

Dia mendongak dan menatap Gangga dengan mata melotot. "Apa yang lo lakukan?! Lo udah gila?!" ucapnya.

"Lo yang gila! Gue bilang berhenti! Berhenti hancurin rumah tangga Tamara!" Gangga menunjuk Melly dengan emosi yang memuncak.

Melly tertawa sinis. Dia berdiri dan bersedekap.

"Lo nggak bisa minta gue berhenti hanya karena lo merasa bersalah sama Tamara!" balasnya tak kalah emosi. "Bukannya lo yang udah ngajak gue masuk ke rencana lo ini demi bisa merebut Tamara dari Pras?" Melly tersenyum miring. "Lo otak dari hancurnya rumah tangga mereka, brengsek!"

Pras menatap dua orang yang sedang berdiri berhadapan sambil mencoba mencerna apa yang sedang terjadi. Sampai kemudian matanya menangkap seorang wanita yang berdiri di depan pintu dengan tatapan kecewanya.

"Tamara?" bisik Pras tak percaya.

Gangga dan Melly jelas mendengar bisikan Pras. Mereka menoleh dan menemukan Tamara yang kini sudah meneteskan air mata.

"Ras?!" Gangga nampak kaget.

Tak jauh berbeda dengan Gangga, Melly terlihat sama kagetnya. Wanita itu buru-buru merapikan rambut dan bajunya yang terlihat sedikit berantakan.

"Tamara?" ucap Melly.

"Ap- apa yang terjadi di sini?" tanya Tamara dengan kaki gemetaran.

"Ras, gue bisa jelasin." Gangga hendak berjalan menuju ke arah Tamara.

Tapi, Pras buru-buru menarik tangan Gangga sampai pria itu terhuyung ke belakang. "Jangan pernah deketin istri gue!" ucap Pras memperingatkan Gangga.

Pras kemudian berdiri dan berjalan dengan sempoyongan. Dia hendak meraih tubuh istrinya dan mendekapnya erat. Namun, Melly mencekal pergelangan tangannya.

"Kamu nggak bisa buang aku kayak gini, Pras!" Melly hampir menangis.

Dia merasa seperti perempuan tak berharga. Mengemis di depan wanita yang Pras cintai. Dia tidak pernah membayangkan nasib cintanya akan seperti ini.

"Kamu nggak perlu ke sini, Mas!" ucap Tamara. "Tetap di sana dan jelaskan semuanya padaku!" titah Tamara.

Pras menyentak tangan Melly dengan cukup keras. "Kami udah ngelakuin hal yang nggak akan pernah bisa lo bayangkan, Tam!" Melly mengeluarkan suaranya dengan tatapan mata angkuh.

Pras menoleh dan menatap Melly tak percaya. "Kita nggak pernah melakukan hal di luar batas, Mel!" desis Pras tak terima.

Gangga, pria itu mengusap wajahnya kasar. Dia akhirnya memilih duduk di sofa dan membiarkan mereka bertiga berbicara. Namun, matanya tak lepas dari sosok Tamara yang tengah berdiri sendirian dengan wajah penuh air mata. Seandainya bisa, Gangga ingin berlari dan memeluk tubuh rapuh itu.

"Oh, ya? Lalu apa mencium bibirku dengan penuh gairah adalah hal yang masih wajar bagimu?" Melly tersenyum.

Tamara mengerjapkan matanya. "Kalian sangat menjijikkan!" ucap Tamara dengan hati berdarah-darah.

Gangga tidak tahan. Bahkan baru beberapa saat dia duduk diam. Pria itu lantas berdiri dan berjalan memutari sofa. Dia menghampiri Tamara dan hendak menariknya pergi dari sana. Tapi ketika tangannya hampir mencapai tubuh Tamara, wanita itu dengan tegas segera menepisnya.

Tamara bergerak mundur dan menunjuk Gangga dengan mata merah. "Jangan dekatin gue! Awalnya gue pikir, lo sahabat terbaik yang selalu tulus bantuin gue. Setelah gue dengar semuanya di apartemen, gue agak nggak percaya. Tapi di tempat ini, gue dengar semuanya dengan sangat jelas." Tamara mengusap pipinya yang basah. "Lo jahat, Ga! Jahat banget!"

Gangga membeku di tempatnya berdiri. Sepertinya Gangga tidak akan bisa lari lagi. Bibirnya tidak bisa mengeluarkan sepatah katapun untuk menepis ucapan Tamara. Tamara benar, dia jahat. Sangat jahat.

"Jadi semua ini adalah ide lo?" Pras bersuara dan berjalan mendekati Gangga.

Dia memukul Gangga dengan kekuatan yang tersisa. Meski dengan sempoyongan, Pras kembali berdiri tegak dan memberikan peringatan untuk Gangga.

"Jauhin istri gue! Lo adalah manusia paling brengsek! Lo dan Melly memang cocok! Kalian berdua manusia gila!" Wajah Pras terlihat mengeras.

Gangga diam dan menerima pukulan itu dengan lapang dada. Sementara Melly, wanita itu hanya diam dan menikmati kehancuran orang-orang di depannya.

Tamara menelan ludahnya. Saat Pras hendak memeluknya, dia menghindar.

"Jangan sentuh gue!" ucapnya.

"Sayang?" Pras menelan ludah dengan hati cemas.

"Kemeja lo bahkan udah nggak berbentuk begitu." Tamara melihat tubuh bagian atas Pras yang terekspos sempurna. "Gue bahkan nggak pernah melakukan hal di luar batas seperti lo dan wanita murahan itu!" Tamara menangis sambil menunjuk Melly dengan dagunya.

Lidahnya terasa mati rasa. Dia menggigit bibir bawahnya guna menahan isakannya. "Sekarang kita perjelas semuanya. Ayo bercerai, Pras! Benar-benar berpisah," ucapnya.

Tamara kemudian menatap Melly dengan kepala sedikit terangkat. "Lo berhasil menghancurkan rumah tangga gue!" ucapnya. "Selama ini lo yang ngirim foto-foto itu ke nomor gue, ya?" Tamara terkekeh. "Selamat karena lo udah menang sekarang. Lo menang jadi wanita paling murahan yang pernah gue kenal!"

Setelah mengatakan itu semua, Tamara memutar tubuhnya dan berlari sekuat yang ia bisa. Dia meninggalkan apartemen Melly dengan derai air mata yang tak kunjung berhenti. Tamara menghentikan taksi yang lewat di pinggir jalan dan meminta untuk di antar ke stasiun.

Kepalanya terasa berat. Hatinya luluh lantah tak berbentuk. Tatapan matanya kosong dan bibirnya terkunci rapat. Dia hanya memandangi jalanan melalui kaca mobil dengan air mata yang masih terus berderai.

"Maaf, silahkan pakai tissue-nya, Kak." Sopir taksi sengaja mengurangi kecepatan mobilnya dan memberikan kotak tisu kepada Tamara.

"Terima kasih," ucap Tamara dengan wajah tertunduk.

Sopir taksi itu seolah-olah tahu bagaimana hancurnya perasaan wanita itu. Dia memilih mengangguk dan tersenyum. Kemudian keheningan kembali terjadi. Bahkan tidak ada musik yang terdengar karena sopir taksi itu ingin memberikan waktu bagi Tamara.

"Saya kalah dari wanita itu, Mas," ucap Tamara kepada sopir taksi.

Matanya menatap sopir taksi dengan kaki yang terasa lemas. Tenaganya seakan tersedot habis. Dia tidak tahu harus bagaimana setelah ini semua.

Sopir taksi itu melirik Tamara dari kaca mobil di depannya. "Nggak apa-apa, Kak. Setelah ini semua, Kakak pasti akan jauh lebih kuat. Mungkin Tuhan sedang menjauhkan Kakak dari hal-hal yang lebih buruk."

Tamara mengangguk dan tersenyum tipis. "Ya... mungkin."

________________________________________________________________________________

Credit :

Song by Stray Kids - Story that won't end 

TerberaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang