Pras Yang Bodoh!

1.2K 89 4
                                    

Pras melajukan mobilnya menuju villa yang yang di tempati oleh Karin. Sampai di sana, Pras memilih menunggu di dalam mobilnya.

"Kamu yakin nggak mau menungguku di dalam aja?" Karin menoleh ke sampingnya.

Pras menggeleng dengan cepat. "Masuklah! Aku akan menunggumu di sini." Pras tersenyum samar.

Karin mengangguk kemudian membuka pintu mobilnya dan segera masuk ke dalam villa untuk mengganti pakaiannya. Sementara itu, Pras menatap arloji di pergelangan tangannya.

"Pesta sebentar lagi selesai," Pras bergumam.

Dia mengetukkan jarinya pada kemudi sambil sambil menatap ke arah villa yang di tempati Karin. Tidak lama berselang matanya menangkap sosok wanita yang masih setia berada di dalam hatinya tengah berjalan keluar dari villa dan segera menuju ke mobilnya. Pras terus mengamati setiap gerakan wanita anggun tersebut tanpa berkedip.

"Kamu masih aja berdiam di sini, Rin," gumam Pras lirih sambil meraba dadanya.

"Maaf ya, aku lama." Karin masuk ke dalam mobil sambil tersenyum simpul.

Pras hanya menjawab Karin dengan senyuman.

"Kamu mau ajak aku ke mana?" Karin fokus menatap Pras dari samping.

"Kita ke villa yang aku tempati aja, ya? Anak-anak sepertinya udah kembali dari pesta, kamu nggak ada keperluan, kan?" Pras mulai melajukan mobilnya meninggalkan villa yang yang bernama Harmony tersebut.

"Enggak ada." Karin menggeleng. "Pras?" Karin mengamati wajah Pras yang masih saja membayangi malamnya.

"Hm?" Pras tidak menoleh.

"Apa setelah ini, kita benar-benar..." Karin menggigit bibirnya.

Pras mengangguk cepat. "Ya, setelah malam ini hubungan kita benar-benar berakhir, kamu yang meminta kenangan terakhir bersamaku malam ini, kan?" Pras bertanya.

"Ya." Lidah Karin terasa kelu. "Tapi maksudku..." Karin menggigit bibirnya dengan mata menatap kedua tangannya yang saling bertaut. "Tidurlah denganku malam ini!" Karin memejamkan matanya sesaat.

Pras diam sebentar untuk mencerna semua ucapan Karin. "Kamu tahu bahwa aku tidak akan melakukannya, bukan?" Pras masih tidak menoleh.

"Baiklah." Karin tidak ingin di tolak lagi.

Dia memilih membuang wajahnya keluar jendela daripada harus malu jika tetap merayu Pras dan berakhir dengan penolakan.

"Rin?" Pras melirik ke samping.

"Ya?" Karin masih sibuk mengamati jalanan.

"Kamu bisa datang padaku kalau Danial melukaimu, aku akan membantumu," kata Pras.

Karin terdiam sampai kemudian dia menarik kedua ujung bibirnya membentuk senyuman. "Baiklah!" ini saja sudah cukup bagi Karin.

***

Pras masih mengingat semuanya dengan sangat baik, sampai Tamara datang dengan kondisinya yang acak-acakan.

"Bodoh!" Pras memukul kemudinya. "Kamu di mana, Tamara?" Pras gusar.

***

Pras seketika membatu di tempatnya duduk. Dia melupakan Tamara. Gadis itu masih bisa tersenyum meskipun Pras tahu Tamara sengaja memaksakan senyumnya kepada semua orang yang ada di ruang tamu demi kesopanan. Pras hendak berdiri.

"Pras, aku sedikit mual!" Karin memegang perutnya. "Aku juga merasa pusing." Karin meringis pelan.

Pras mengurungkan niatnya dan menatap wajah Karin. "Aku antar pulang sekarang, ya?" tawar Pras.

"Hm." Karin mengangguk.

Pras kemudian mengantarkan Karin kembali ke villa tempat wanita itu menginap dan menemani Karin sampai tertidur. Hanya menemani. Tidak lebih. Karena badannya yang sudah lelah, Pras tertidur di sofa ruang tamu dan Pras kembali lupa untuk menanyakan keadaan Tamara.

***

"Sial!" Pras mengumpat.

Lupa sampai dua kali. Betapa bodohnya pria itu.

Di lain tempat, Tamara meminta kepada Gangga supaya pria itu mau menampungnya sampai malam ini. Dan setelah hari menjelang malam, Tamara berjanji kepada Gangga akan kembali ke kosannya.

"Lo kenapa deh?" Gangga menatap Tamara bingung.

Gadis itu kini sedang merebahkan diri di sofa depan TV yang kini menyala karena Gangga sedang bermain PS. Gangga berhenti sejenak dari permainannya karena masih merasa ada yang aneh dengan Tamara.

"Kenapa gimana? Gue baik-baik aja, Ga!" Tamara kemudian melempar bantal sofa yang sebelumnya dia gunakan untuk guling.

"Lo aneh, kenapa nggak mau langsung pulang ke kosan?" Tanya Gangga setengah menyelidik.

"Ya gue lagi males aja di kosan, pokoknya lagi suntuk." Tamara kemudian bangkit untuk duduk sambil menatap Gangga menyelidik. "Lo mau ena-ena disini ya, Ga? Makanya lo males gue numpang di apartemen lo sampai malam?" tanya Tamara yang membuat Gangga tersedak minuman sodanya.

"Uhuk... uhuk!" Gangga terbatuk. "Mulutnya, Ras!" Gangga melotot ke arah Tamara.

"Ya habis lo bikin gue curiga. Jangan-jangan lo udah punya pacar terus mau ena-ena di sini dan gue jadi pengganggu lo." Tamara kemudian berdiri dari duduknya. Gadis itu meregangkan badannya.

"Gue nggak punya pacar!" Gangga kemudian kembali memainkan PS-nya.

"Oke." Tamara mengangkat bahunya acuh kemudian berjalan menuju dapur Gangga.

Gadis itu membuka lemari penyimpanan Gangga untuk mengambil sebungkus mie instan. Kemudian Tamara menghentikan kegiatannya yang baru akan mengambil air di panci.

"Ras?!" Gangga berteriak.

Tamara memejamkan matanya sambil menghembuskan nafas dengan keras.

"Lo mau bikin gue jantungan apa gimana, sih?!" Tamara ikut berteriak.

"Gue mau mie juga kalau lo bikin!" ucap Gangga masih dengan berteriak.

"Iya, bawel!" Tamara kemudian melanjutkan kegiatannya.

Memasak dua mie instan rebus untuknya dan Gangga. Siang itu hujan mengguyur kota Jakarta dan Tamara tiba-tiba merasa lapar. Tentu saja! Tamara baru ingat jika dirinya dan juga Gangga belum makan siang. Tidak memerlukan waktu lama, dua mangkuk mie instan siap untuk di santap.

"Ya udah makan siang sama mie rebus aja pakai telur, sosis dan keju, mantap!" Tamara meneguk ludahnya ketika melihat dua mangkuk mie rebus yang masih mengepulkan asapnya.

"Udah jadi?" Gangga datang dan langsung mengambil duduk di depan Tamara.

"Udah, yuk makan! Gue lapar," kata Tamara.

Mereka berdua makan dengan lahapnya. Hujan di luar membuat rasa mie rebus di mangkuk Tamara terasa sangat nikmat.

"Hujan dan mantan, eh salah! Maksud gue hujan dan mie instan adalah satu kesatuan yang nggak bisa terpisahkan," ucap Gangga sambil kembali menyedokkan mie instan ke dalam mulutnya.

"Betul!" sahut Tamara kemudian meneguk air putih dari dalam gelasnya.

***

"Sial!" Pras mengacak rambutnya frustasi.

Hujan turun dengan derasnya. Pras sedang berada di depan kosan Tamara. Pria itu berniat meminta maaf karena sudah melupakan Tamara. Namun, Tamara tidak ada di kosannya. Dia sudah bertanya kepada teman kos Tamara dan mereka bilang Tamara pergi dari hari sabtu dan belum kembali sampai sekarang.

"Kamu pergi dengan siapa sih, Tam?" Pras berkata sambil menyandarkan punggungnya ke belakang. "Kamu harusnya pulang ke Jakarta denganku, bukan dengan orang lain." Pras menatap kosan Tamara.

Dia tidak tahu alamat rumah Tamara di Bandung. Lagipula tidak mungkin Tamara kesana. Pras memikirkan kondisi Tamara yang terlihat tidak baik-baik saja ketika gadis itu memasuki villa. Pras dengan bodohnya hanya menatap Tamara tanpa mengejar gadis itu.

"Ckh!" Pras berdecak. "Besok aja di kantor." Pras akhirnya menjalankan mobilnya meninggalkan kosan Tamara.

TerberaiDove le storie prendono vita. Scoprilo ora