Dalang di Balik Hancurnya Sebuah Hubungan

821 77 0
                                    

"Mahal banget!"

Pras menahan senyumnya.

"Kenapa kamu senyum-senyum kayak gitu, Mas?" Tamara menatap suaminya yang sedang memakan sarapannya dengan wajah yang jauh lebih cerah dari sebelumnya.

"Aku? Enggak," jawab Pras.

"Bohong," Tamara menyipitkan matanya.

Akhirnya tawa Pras pecah. "Lagipula kenapa kamu ngomel terus dari tadi? Tapi nggak apa-apa, kamu tetap cantik meskipun galak," ucap Pras.

Pipi Tamara merona. Dia segera memutus kontak mata dengan suaminya yang akhir-akhir ini terlihat manja padanya. Tamara sendiri tidak tahu kenapa Pras berubah menjadi seperti anak kecil yang selalu meminta perhatian darinya.

"Nggak perlu malu, kamu istriku." Pras tersenyum lebar.

"Kamu aneh banget, Mas," ucap Tamara.

"Nggak apa-apa aneh. Yang terpenting kamu istriku," Pras menjulurkan lidahnya saat Tamara mendongak dan menatap dirinya.

Tamara mengerjapkan matanya. Dia melongo melihat sikap Pras. Pria itu seperti pria yang berbeda. Tamara mengangguk kaku namun dia sama sekali tidak tertawa.

"Kenapa?" tanya Pras.

"Kamu aneh banget. Kayak Mas Pras yang berbeda dari sebelumnya. Tapi..." Tamara memiringkan kepalanya sedikit. "Perbedaannya seperti kamu mulai memperlihatkan tingkah yang nggak pernah orang lain pikirkan," lanjutnya.

Pras tersenyum. "Aku mau mulai semuanya dari awal sama kamu. Kamu nggak perlu risih."

"Aku nggak risih, hanya saja..." Tamara ikut tersenyum. "Aku belum terbiasa."

"Nggak apa-apa, nanti juga kamu akan terbiasa," sahut Pras dengan penuh percaya diri.

Tamara hanya mengangguk dan melanjutkan sarapannya. Pagi itu, Pras mengajak Tamara untuk sarapan di salah satu restoran yang menurut Tamara lumayan mahal. Wanita itu memang cukup perhitungan jika menyangkut pengeluaran dana. Meskipun Pras selalu memberikannya uang bulanan yang bisa dibilang lumayan, hanya saja Tamara masih belum bisa yakin secara penuh dengan Pras dan masa depan rumah tangga mereka.

"Apa yang sedang kamu pikirkan?" Pras menoleh ke kiri di mana sang istri berada.

Mereka sedang berada di dalam perjalanan pulang. Pras sudah terlihat segar dan wajahnya juga sudah tidak sepucat sebelumnya. Pria itu nampak bugar. Tamara tentu saja merasa sangat lega.

"Nggak ada," jawab Tamara.

Pras menatap lurus ke depan. "Aku udah bilang kalau kita mulai semuanya dari awal. Kenapa kamu masih menyembunyikan isi pikiranmu?" tanya Pras.

Tamara tersentak. Pras tahu dia sedang memikirkan sesuatu. Tamara menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Dia tidak ingin merusak momen bersama Pras pagi itu. Tamara memilih menggelengkan kepalanya. Bukan waktu yang tepat bagi mereka untuk membicarakan masalah yang sebenarnya belum selesai.

"Aku nggak lagi mikirin apa-apa, Mas. Aku cuma ngantuk," kata Tamara berpura-pura serius.

Ekspresinya bahkan terlihat sangat meyakinkan ketika Pras melirik wanita itu. Pras menghela napas dalam.

"Kamu belum bisa percaya sama aku." Pras menghentikan mobilnya di depan rumah mereka.

Tamara meneguk ludah dengan perasaan resah. Dia menoleh dan mendapati Pras yang sudah lebih dulu keluar dari mobil. Wanita itu jadi merasa serba salah.

"Padahal dia yang salah, kenapa sekarang jadi aku yang merasa salah? Menyebalkan!" gerutu Tamara.

***

"Kenapa lo kirim pesan ke Tamara?" pria di depan Melly melotot dengan wajah tidak suka.

Melly tertawa. "Gue terpaksa, Ga. Lagipula gue udah berbaik hati mau ngomong sama lo kalau gue kirim pesan ke Tamara. Seharusnya lo bantuin gue supaya rencana gue berhasil." Melly bersedekap.

Gangga memalingkan wajahnya. "Gue nggak suka kalau lo berbuat macam-macam ke Tamara."

Melly kembali tertawa. Apartemen Gangga terasa senyap seketika saat Melly menutup mulutnya. Dia memandang Gangga dengan wajah yang tiba-tiba berubah menjadi kesal. Gangga hanya memikirkan egonya sendiri, itulah yang ada di dalam kepala Melly.

"Dia lagi hamil, jangan pernah mencoba berbuat jahat pada Tamara!" Gangga menegakkan tubuhnya dan mengacungkan jari telunjuknya.

"Terus lo mau seperti apa, Ga? Gue harus menggoda Pras dan lo seolah-olah adalah pria baik yang bersedia menampung Tamara tanpa mau ikut campur menghancurkan hubungan mereka?" Melly menggelengkan kepalanya. "Tanpa sadar, lo udah ikut campur sejak awal. Dan semuanya ini adalah ide dari lo, Ga! Seharusnya lo sadar, dengan lo meminta bantuan gue, itu berarti lo adalah otak atau dalang di balik hancurnya hubungan mereka." Melly tersenyum sinis. "Lo nggak bisa cuci tangan setelah hubungan mereka hancur nantinya," lanjut wanita itu.

Gangga mematung. Dia kemudian memilih berdiri dan meninggalkan Melly begitu saja. Pria itu masuk ke dalam kamarnya dan membiarkan Melly tersenyum memikirkan kalimat apa yang akan ia katakan kepada istri Pras saat mereka bertemu.

***

"Hai!" Tamara tersenyum dan segera duduk di depan wanita cantik yang sedang meminum kopinya itu.

Melly segera meletakkan cangkirnya dan tersenyum. "Halo! Lo tenang aja, gue belum lama sampai di sini, kok."

Tamara menghembuskan napas lega. "Gue kira gue telat, gue masak dulu biar nanti malam kalau Mas Pras pulang udah ada makanan di meja."

Melly terkekeh pelan dan mengangguk. "Kehidupan seorang istri, gue paham." Melly tersenyum.

"Eh, lo nggak masuk kerja?" Tamara seketika tersadar bahwa Melly adalah sekertaris Pras.

Melly menggeleng. "Gue ambil cuti beberapa hari. Wanita juga butuh waktu untuk memanjakan diri," jawab Melly.

Tamara mengangguk. Dia kemudian meminum jus mangga yang sudah dipesankan oleh Melly lebih dulu. Matanya melebar.

"Segar banget," ucapnya. "Oh ya, ada apa lo mau ketemu gue?"

Melly menatap Tamara selama beberapa detik dengan wajah yang tiba-tiba berubah mendung. "Gue mau lapor sama lo, tapi sebelumnya gue mohon jangan stres mikirin hal ini karena lo lagi hamil!"

Tamara terdiam dan masih menunggu ucapan Melly selanjutnya.

"Pak Pras selingkuh," ucapnya pelan.

Tamara masih bisa mendengarnya. Dia hanya diam dan tidak memberikan tanggapan apapun. Melly belum selesai mengatakan semuanya dan Tamara perlu untuk menggali hal yang sudah bukan rahasia lagi baginya.

"Dia sempat bercumbu dengan wanita lain, Tam." Melly memberikan mimik wajah prihatin di depan Tamara.

Meski sudah tahu bahwa Pras pernah berselingkuh tapi entah kenapa hati Tamara masih saja terasa sakit saat mendengar penuturan Melly. Tamara tidak tahu harus berkata apa. Baginya kasus perselingkuhan Pras memang belum sepenuhnya selesai. Masih banyak hal yang mengganjal di hatinya. Tamara merasa Pras masih belum bisa jujur padanya.

"Gue hanya bisa bilang itu sama lo. Gue sendiri tahu karena Pak Pras pernah bertanya," Melly melirik ke arah kopinya yang masih mengepulkan asap. "Apa hadiah yang cocok untuk seorang wanita yang ia cintai," lanjutnya.

Tamara mengepalkan tangannya. "Cincin?" bisiknya.

Melly tersenyum dan mengangguk. "Ya, gue pernah lihat ada kotak cincin di atas meja kerja Pak Pras. Awalnya gue pikir itu untuk lo. Dan setelah dia bilang kalau cincin itu untuk cinta pertamanya, gue agak ragu kalau itu untuk lo."

"Gue udah tahu, Mel." Tamara tersenyum.

"Saran gue, lo tanya langsung ke Pak Pras. Kalau perlu lo paksa supaya dia mau ngaku. Lo berhak melakukan itu. Gue bicara gini karena gue peduli sama lo. Kita sama-sama wanita yang ingin memiliki pasangan setia." Melly tersenyum lembut.

TerberaiWhere stories live. Discover now