Jangan Pergi Sampai Dini Hari!

1.4K 101 2
                                    

"Tamara?!" bukan Gangga yang memanggil gadis itu.

Tamara dan Gangga melihat ke arah orang yang memanggil gadis itu secara bersamaan. Gangga mengerutkan dahi sementara mata Tamara membulat sempurna.

"Lo kenal dia?" Gangga berbisik sambil melihat ke arah Tamara.

"Pak Pras?" sapa Tamara sopan sambil tersenyum.

"Kamu belum pulang?" Pras sudah memesan nasi goreng kambing dan meminta untuk dibungkus, kemudian dia melihat Tamara berada di tempat yang sama.

Dia jelas kaget dengan pertemuan mereka di hari yang sudah sangat malam itu.

"Emm... belum, Pak." Tamara tersenyum kaku.

"Kamu bahkan masih pakai baju kantor," ucap Pras yang membuat Tamara melihat ke arah tubuhnya.

"Iya, soalnya tadi memang ada janji sama teman saya ini jadi sekalian saja berangkat dari kantor," jelas Tamara.

Pras yang duduk di meja depan Tamara nampak manggut-manggut. Kemudian pria itu terdiam sejenak.

"Tunggu sebentar, ya, Tam!" ucap Pras seraya berdiri dan berlalu menuju mobilnya.

Tamara hanya mengangguk patuh.

Gangga yang sedari tadi bertanya-tanya siapa pria yang tiba-tiba menyapa Tamara tersebut akhirnya bertanya lagi.

"Lo kenal dia? Dari tadi gue nanya nggak dijawab," sungut Gangga.

"Dia bos gue," jawab Tamara sambil meyuapkan nasi goreng kambingnya ke dalam mulut.

Mata Gangga tidak lepas dari Tamara. Sepertinya mereka memang tidak ada hubungan apapun selain atasan dan bawahan. Begitu kira-kira yang dipikirkan Gangga. Namun, beberapa saat kemudain hancur sudah prasangka baiknya terhadap Tamara dan atasannya ketika Pras kembali ke meja mereka dan menaruh paper bag di hadapan Tamara.

"Dipakai! Besok saya telepon kalau saya udah jalan buat jemput kamu."

Tamara masih terdiam menatap Pras yang sekarang sedang berbicara kepadanya.

"Nanti malam atau besok pagi tolong share loc kosan kamu, ya?" kata Pras lagi yang membuat Gangga tersedak.

***

"Jadi, lo yang bikin pasangan tadi berantem?" Gangga bertanya kala Pras sudah meninggalkan warung makan tersebut.

Tamara melotot dan menggeleng dengan cepat. Mereka sudah selesai makan namun rasa penasaran yang amat sangat membuat Gangga memutuskan untuk langsung bertanya sebelum mereka pulang.

"Terus, kalian mau pergi ke mana? Dan apa itu?" Gangga menunjuk paper bag di depan Tamara dengan dagunya.

"Gue cuma disuruh nemenin bos ke acara temannya besok. Udah, deh! Yuk kita pulang! Gue capek, mau rebahan." Tamara kemudian mengemasi ponselnya dan segera berdiri dari duduknya.

Tamara berjalan langsung ke arah mobil yang dia tumpangi, sementara Gangga segera berjalan menuju kasir untuk membayar pesanan mereka yang sudah ludes tidak bersisa.

Di dalam mobil, Tamara masih enggan membahas acara apa yang akan dirinya hadiri dengan Pras kepada Gangga.

"Lo udah mulai main rahasia-rahasiaan, ya?" Gangga berdecak sebal.

"Udah! Gue lagi nggak mau ditanya-tanya. Besok aja, ya?" Tamara menampilkan senyuman manisnya kepada Gangga.

Gangga hanya melengos sambil cemberut. "Lo nggak asik!" kata Gangga.

"Emang!" Tamara hanya menambah rasa kesal Gangga.

Mereka berdua sudah tiba di kosan Tamara yang memang terletak tidak jauh dari tempat makan yang tadi mereka kunjungi. Tempat makan tadi memang biasa buka sampai jam dua dini hari. Anehnya, semakin malam malah semakin ramai pengunjung. Tamara pikir mungkin karena banyak yang merasa lapar di tengah malam dan malas untuk memasak. Malam-malam memang cocok makan nasi goreng kambing. Tamara sangat suka rasanya. Khas sekali, dimasak memakai arang dan juga rasa bumbunya yang juara.

Gangga langsung pergi ketika dilihatnya Tamara sudah masuk ke dalam halaman kosan. Sementara Tamara yang memang biasa membawa kunci gerbang dapat leluasa masuk karena di sana memang tamu tidak diperbolehkan tinggal selama dua puluh empat jam. Namun, bagi para penghuni kos bisa pulang kapan saja mereka mau karena mereka semua membawa kunci cadangan seperti yang dimiliki oleh Tamara.

Sesampainya di kosan, Tamara segera mandi kemudian memakai piyama panjangnya. Dia segera merebahkan diri di atas ranjang karena badannya rasanya seperti mau patah. Hari ini benar-benar melelahkan namun ditutup dengan traktiran Gangga dan kebawelan pria itu yang selalu bisa membuatnya tertawa.

Tamara sudah tertidur selama lima menit. Namun ponselnya terus berdering seolah tidak membiarkan Tamara beristirahat dengan tenang. Dengan malas Tamara membuka matanya dan segera mengambil ponselnya yang berada di samping bantal.

Mata gadis itu terbelalak kala mengetahui siapa yang tengah meneleponnya pada pukul setengah tiga pagi. Pras. Ada apa dengan pria itu? Tamara tidak habis pikir kenapa atasannya itu nekat menghubunginya. Bukankah besok pagi juga bisa jika hanya untuk menanyakan lokasi kosannya?

"Halo?" Tamara akhirnya mengangkat telepon tersebut.

"Hai, kamu baru saja pulang?" Pras langsung menanyakan hal yang sebenarnya aneh menurut Tamara karena terdengar seperti seseorang yang peduli kepadanya.

"I... iya, Pak," jawab Tamara.

"Lain kali, jangan pergi sampai dini hari begini, Tamara!" ada nada yang terdengar seperti menahan geram dalam setiap kata yang diucapkan Pras.

"Hm?" Tamara masih tidak mengerti kenapa Pras seperti ini.

"Kamu nggak paham saya ngomong apa?" Pras bertanya kemudian terdengar helaan nafas dalam.

"Anda nggak lagi mabuk, kan?" Tamara memukul kepalanya karena bisa-bisanya dia menanyakan hal yang aneh di telinganya sendiri.

"Enggak, saya khawatir sama kamu karena pulang pagi seperti ini. Bagaimanapun kamu kerja sama saya dan kamu seorang wanita. Ayolah, Tamara! Jangan berpikir terlalu jauh!" Pras menjelaskan karena takut Tamara salah tanggap.

"Oh, iya, Pak! Saya juga nggak mikir terlalu jauh, kok. Hanya saja, saya rasa anda terlalu berlebihan karena menelepon saya di jam segini hanya untuk mengatakan hal itu." Tamara jengkel dengan sikap sombong Pras.

Memangnya wanita mana yang tidak akan salah mengartikan sikap Pras yang seperti itu? Tamara mencibir dalam hati. Tamara pikir Pras memang mengkhawatirkannya namun ternyata dia salah. Tamara sudah sangat mengantuk dan Pras dengan santainya meneleponnya. Lagipula, apa yang perlu dia takutkan keluar sampai pagi dengan Gangga? Yang ada, Gangga takut pulang pagi dengan Tamara karena pasti Tamara akan merampok isi dompet pria itu dengan senang hati.

"Jangan terlalu percaya diri! Saya memang peduli dengan karyawan saya. Coba bayangkan kalau kamu tidak kembali besok pagi? Saya juga pasti akan repot karena harus dimintai keterangan dari pihak yang berwajib, lagipula saya tidak suka sekertaris saya dicap sebagai wanita malam," kata Pras pedas.

Tamara melotot. Pras mengatakan bahwa dia tidak mau Tamara dicap sebagai wanita malam. Dada Tamara bergerak naik turun menahan emosi. Namun, otaknya masih bisa berfungsi dengan baik untuk tidak meneriaki Pras yang tanpa merasa berdosa sudah mengganggunya dan membuatnya emosi di jam segini.

"Bapak, maaf, saya bukan wanita seperti itu. Tadi saya pergi bersama sahabat saya sejak SMA dan keluarga kami juga saling mengenal dengan baik." Tamara mengambil jeda sejenak.

"Lagipula tidak mungkin Gangga akan memutilasi saya, Pak. Karena nggak ada untungnya buat dia yang memang sudah kaya memutilasi gadis miskin seperti saya. Tadi kami pergi nonton dan makan dulu setelah itu kami pulang." Tamara menjelaskan dengan nada dibuat setenang mungkin padahal wajahnya sudah menyiratkan bahwa dia sedang menahan emosi yang memuncak akibat ucapan Pras yang tidak dipikir lebih dulu.

"Oke, terserah kamu! Oh, ya! Tolong share loc sekarang, ya? Terima kasih." Pras langsung mematikan teleponnya sepihak.

_____________________________________________________________________________

Hai! update lagi nih
jangan lupa follow dan kasih dukungannya yah 💐
boleh mampir ke instagram : @author.angeelintang
semoga suka dengan chapter kali ini

love,

Angeelintang ❤


TerberaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang