Kasta Yang Berbeda

1K 78 2
                                    

"Pantes aja! Kok bisa, sih?" tanya Tamara.

"Gue juga pengen liburan dan menikmati udara segar di sini." Gangga menaik-turunkan kedua alisnya jenaka.

"Pokoknya makasih deh! Lo emang nggak ada duanya jadi sahabat," kata Tamara.

"Kan emang sahabat lo yang setia cuma gue," ucap Gangga.

Mereka berdua tertawa dengan obrolan-obrolan yang terkadang tidak jelas. Tamara sedikit melupakan rasa sedihnya. Dia tadi pagi sudah mengirimi chat kepada Pras yang menerangkan bahwa dirinya sudah pulang lebih dulu, kemudian gadis itu mematikan ponselnya karena sedang tidak ingin diganggu.

***

Pras hanya membaca pesan yang Tamara kirimkan ketika masih berada di tempat resepsi. Pria itu benar-benar tidak menjawab maupun mencoba menjelaskan sesuatu kepadanya. Sudahlah memangnya Tamara bisa apa. Dia hanya karyawan dan Pras adalah pemilik perusahaan. Beda level. Tamara berpikir orang sepertinya memang tidak seharusnya berharap banyak. Apalagi menurut Tamara, mereka beda kasta.

Sementara itu, Pras mengemudikan mobilnya sambil menyugar rambutnya. Pria itu terdengar mendesah frustasi. Rasa bersalah kini memenuhi pikiran dan hatinya. Pras ingat kondisi Tamara semalam yang sangat memprihatinkan. Pras menduga Tamara berjalan kaki menuju villa yang mereka tempati.

"Bodoh!" Pras berkali-kali menyebut dirinya sendiri bodoh. "Kamu dimana Tamara?" Pras bergumam.

Sudah beberapa kali Pras mencoba menghubungi Tamara ketika pagi hari dia terbangun dan mendapati pesan yang dikirimkan gadis itu. Tamara pulang lebih dulu entah dengan siapa. Ponsel gadis itu tidak aktif. Pras ingin berbicara langsung bukan melalui pesan singkat.

Pria itu sedang dalam perjalanan menuju Jakarta. Setelah ini, hubungannya dengan Karin akan benar-benar tamat.

***

"Kamu datang?"

"Pras?" Karin tersenyum lembut. "Tentu saja aku datang," jawabnya disertai anggukan kepala.

"Kamu ke sini sendirian?" Pras menolehkan kepala ke kanan dan ke kiri seperti sedang mencari seseorang.

"Aku datang ke sini berdua." Karin menyelipkan anak rambut ke belakang telinga dengan elegan.

"Oh, ya?" Pras menaikkan satu alisnya. "Dengan..." Pras sedikit melirik ke arah lain sebelum kembali menatap Karin. "Dengan Danial?" tanyanya dengan suara pelan.

Karin terkekeh merdu. Dia menggelengkan kepalanya sambil terus menatap Pras dengan pandangan teduhnya.

Pras mengerutkan keningnya dalam. "Lalu dengan siapa kamu pergi ke sini?" Pras kembali menoleh ke kanan dan ke kiri kemudian kembali fokus dengan sosok wanita cantik di depannya itu.

"Dengan sopir pribadiku." Karin kembali terkekeh melihat ekspresi lega yang ditunjukkan oleh Pras.

"Maaf, aku kira kamu ke sini bersama dengan Danial." Pras tersenyum miring.

"Emm... ada yang ingin aku bicarakan denganmu," kata Karin.

Pras terdiam dan menatap manik mata Karin yang selalu membuat dadanya berdebar tanpa henti bahkan hingga kini. "Ayo ikut aku!" Pras kemudian menggandeng tangan Karin dan mengajak wanita itu pergi dari tempat pesta.

"Kita mau ke mana?" Karin menatap Pras dari belakang dengan tatapan bingungnya.

Pras hanya diam dan terus berjalan tanpa peduli dengan pertanyaan Karin apalagi tentang keberadaan Tamara. Sesampainya di parkiran, Pras segera membuka pintu mobil bagian belakang dan memutar tubuhnya supaya bisa menatap wajah Karin.

"Masuklah!" Pras bertitah.

Karin berkedip. Kemudian senyumnya terkembang. Dia mengangguk dan segera melangkah masuk ke dalam mobil diikuti oleh Pras. Pria itu menutup pintu mobilnya dan menghela napas dalam.

"Ada apa? Di sana pembicaraan kita mungkin bisa di dengar oleh orang lain." Pras menatap wajah cantik Karin.

Karin mengangguk setuju. "Aku..." Karin menggantungkan kalimatnya. "Aku ingin membatalkan pernikahanku dengan Danial," Karin berkata dengan satu tarikan napas.

"Apa?!" Pras melebarkan netranya.

Karin tersenyum. "Aku mencintaimu sejak dulu sampai sekarang dan kamu tahu akan hal itu, bisakah kamu menerima kami?" Karin memegang perutnya yang masih datar.

Mata Pras beralih menatap perut rata milik Karin. "Karin dengarkan aku!" Pras sedikit mengubah posisi duduknya supaya bisa menghadap Karin. "Maafkan aku." Pras menggenggam tangan Karin. "Aku nggak bisa meskipun kamu juga tahu bahwa aku masih sangat mencintaimu." Pras melirik perut Karin sejenak. "Bayimu membutuhkan Danial sebagai ayahnya." Pras mengeratkan genggamannya.

"Tapi aku mencintaimu!" Karin mulai sedikit menaikkan nada bicaranya.

"Dan cinta saja tidak cukup!" sahut Pras cepat. "Setengah hatimu sudah bersama dengan Danial," suara Pras sedikit memelan. "Aku mohon mengertilah! Ada hal-hal yang memang nggak bisa kita paksakan dalam hidup, seperti harus menikah dengan orang yang kita cintai setengah mati." Pras menatap Karin dalam.

Karin menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Perasaanku padanya hanya sesuatu yang semu yang pada akhirnya aku sadari bahwa rasa itu hanya euphoria belaka, percayalah padaku, Pras!" mata Karin seolah memancarkan harapan baru.

"Aku mohon jangan seperti ini." dahi Pras berkerut.

Sorot mata yang tadinya berbinar kini kembali meredup. "Kenapa?" suara Karin melirih.

Pras menghela napasnya kasar. "Nggak ada kepercayaan lagi yang menjadi pondasi selain cinta di dalam hubungan ini." Pras membuang muka ke samping.

"Kita bisa memperbaiki semuanya, Pras!" Karin menarik kembali tangan Pras yang sebelumnya menggenggamnya hingga Pras kembali menatap wajah Karin.

"Katakan padaku! Katakan bagaimana kita bisa memperbaiki hubungan pertunangan kita yang sudah bobrok ini?" Pras menatap mata Karin tajam.

Karin menggigit bibirnya. Dia memejamkan matanya sejenak. Terdengar helaan napas kembali lolos dari bibir Pras yang semakin membuat Karin gemetar.

"Aku udah ikhlas kamu akan menikah dengan ayah dari bayimu. Jadi, bisakah kamu juga ikhlas mengakhiri hubungan yang udah nggak bisa dilanjutkan ini?" Pras menarik tangannya namun segera di tahan oleh Karin.

Dengan gerakan cepat dan tanpa di sadari Pras, Karin memajukan tubuhnya. Bibirnya menjangkau bibir Pras kemudian melumatnya dengan kasar. Pras melebarkan matanya. Dia terlalu lemah dengan ciuman Karin. Hanya dalam hitungan detik mata Pras ikut terpejam dan mengikuti permainan yang sedang di mulai oleh Karin.

Pras meraih tengkuk Karin dan memperdalam ciuman mereka. Pras bisa merasakan rasa asin dari air mata yang sudah membasahi wajah gadis itu. Ada bimbang yang sedang coba Pras tepis tapi hatinya terlalu bodoh untuk menghentikan semuanya. Sampai mereka saling melepaskan pagutan bibir yang memabukkan itu untuk mengambil oksigen sebanyak mungkin.

"Jangan tinggalkan aku!" Karin mulai terisak.

Pras meraih tubuh Karin dan mendekapnya erat. Bibir pria itu tidak berhenti mengecup dahi Karin dengan penuh rasa frustasi.

"Aku akan menjadi yang terbaik untukmu, Pras," Karin terus meracau dalam tangisnya. "Aku berjanji akan memperbaiki semuanya. Jika kamu nggak bisa, aku akan berusaha mendapatkan kembali kepercayaanmu tapi aku mohon beri aku kesempatan, hm?" tangisan Karin semakin menjadi.

Ada sembilu yang mengiris hati Pras. Ngilu. Dia hanya mampu mengunci rapat bibirnya dan terus menikmati rasa sakit yang merobek hatinya tanpa ampun.

TerberaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang