Aku Ingin Dihargai

1K 66 4
                                    

Tamara menggeliat kemudian dahinya mengernyit kala merasakan lilitan di bagian perutnya. Wanita itu membuka mata dengan cepat kala tersadar bahwa sebelumnya dirinya berniat menunggu suaminya pulang.

"Mas Pras?" gumam Tamara lirih ketika dia menemukan Pras tengah tertidur pulas dengan lengan kokoh yang membelit tubuhnya.

Tamara kemudian beranjak dari tidurnya namun Pras sepertinya tidak membiarkan dirinya pergi begitu saja. Tamara kembali terjatuh di pelukan Pras. Wanita itu mengerutkan keningnya dalam.

"Mas? Aku ingin ke kamar mandi," kata Tamara lembut.

"Hm?" Pras kemudian membuka matanya dan dia mampu melihat istrinya tengah memandangnya tanpa berkedip.

Tamara menyingkirkan tangan Pras dari atas perutnya. "Aku belum gosok gigi dan mencuci wajahku," kata Tamara.

Pras kemudian membiarkan istrinya beranjak dari ranjangnya. "Kamu berdandan malam ini?" tanya Pras yang tidak di jawab oleh istrinya.

Tamara memilih pergi ke kamar mandi tanpa menghiraukan suaminya yang sudah membuatnya menunggu tanpa kepastian. Tiba-tiba saja dadanya terasa panas. Rasanya usaha yang telah dia lakukan sejak sore hari sia-sia belaka. Tamara yakin, hidangan yang telah dia masak dengan sepenuh hati pasti masih utuh di meja makan.

Wanita itu terlebih dahulu mengganti pakaiannya dengan baju tidur. Pras memandangi tubuh indah Tamara tanpa berkedip. Hanya sebatas memandangi tanpa melakukan apapun. Bahkan Pras hanya diam tanpa kata.

Tamara segera masuk ke dalam kamar mandi untuk melaksanakan tujuannya yaitu membersihkan diri. Setelah selesai, wanita itu keluar kamar untuk menyimpan semua hidangan yang masih ada di atas meja supaya bisa dirinya makan esok hari.

"Tamara?"

Wanita yang sedang mengelap meja makan tersebut berbalik dan menemukan suaminya yang bermuka bantal tengah berdiri di tepat di depannya. Tamara hanya memandang Pras sekilas tanpa berminat untuk bercakap-cakap.

"Kamu marah?" tanya Pras.

Tamara menahan napasnya kala kedua lengan Pras tiba-tiba melingkari perutnya. Pras bahkan dengan sengaja meletakkan dagunya ke atas pundak Tamara yang masih saja diam. Wanita itu seperti mati kutu. Dia terlalu gagap untuk menjawab pertanyaan dari suaminya sendiri.

"Maaf, aku lupa nggak memberimu kabar kalau aku pulang terlambat malam ini," kata Pras.

Tamara menghela napasnya. "Setidaknya kamu bisa menghargai aku sebagai istrimu, Mas." Tamara berbalik.

Pras menegakkan tubuhnya dan menatap mata Tamara yang penuh dengan kekecewaan. "Maaf," kata Pras.

"Aku sudah susah-susah masak. Aku hanya ingin kita berdamai, tapi sepertinya kamu nggak kepikiran sama sekali tentang hal itu." Tamara kemudian mengalihkan perhatiannya ke arah leher Pras.

"Bukan begitu! Aku hanya sedang sibuk dan nggak ada waktu untuk buka ponsel sama sekali." Pras membela diri.

Jari telunjuk Tamara kemudian menyentuh leher Pras yang berwarna sedikit kemerahan. "Kamu di gigit nyamuk?" tanya Tamara sambil mengerutkan keningnya dalam.

Pras tergagap. "Hah?!" Pria itu menyentuh lehernya sendiri. "Oh, ini. Iya, sepertinya aku di gigit nyamuk," jawab Pras berusaha tenang.

"Syukurlah!" sahut Tamara dengan cepat.

Pras menatap istrinya dengan ekspresi bingungnya. "Syukurlah?" Pras mengulang kata yang di keluarkan oleh istrinya barusan.

"Hm." Tamara mengangguk. "Setidaknya lehermu berwarna sedikit merah bukan karena telah berbuat di luar batas dengan wanita lain," kata Tamara.

TerberaiWhere stories live. Discover now