Jangan Tinggalkan Aku

1.2K 66 1
                                    

"Mama maunya nanti kamu keluar dari kantor Pras." Wanita anggun di depan Tamara itu kemudian meminum jus jeruknya.

Tangan Tamara berhenti mengiris daging di piringnya yang masih tersisa seperempat porsi lagi. Dia meletakkan pisau dan juga garpunya kemudian meraih gelas yang berisi jus strawberry. Tamara meminumnya dengan mata yang melirik ke arah calon mertuanya sekilas.

"Mama nggak mau nanti Pras jadi nggak ke urus kalau kamu masih nekat bekerja," suara mama Pras terdengar mengintimidasi Tamara.

"Kalau gue nggak kerja, keluarga gue makan apa?" batin Tamara sambil melihat piring di depannya dengan tatapan kosong.

"Bagaimana Tamara?" suara Vena berhasil mengembalikan kesadaran Tamara ke tempat semula.

"Em... maaf, Ma. Nanti Tamara bilang ke Pras dulu, ya?" Tamara meremas roknya untuk menghilangkan segala rasa takutnya.

"Pras?" Vena mengulang satu kata yang di lontarkan oleh Tamara.

Tamara mengernyitkan keningnya dalam. "Iya, Pras." Tamara menelan salivanya dengan gugup.

"Ada salah nih gue!" batin Tamara.

Vena terkekeh dan membuat Tamara melirik ke kanan dan kirinya yang memang sedang banyak pengunjung. "Panggil Mas Pras, paham?" Vena menatap Tamara dengan sorot yang kembali berubah teduh.

Tamara tersenyum sambil mengangguk. "Iya, Ma," jawabnya.

"Harus di biasakan sejak sekarang, biar nggak kaku besok setelah menikah, ya?" Vena kembali terkekeh.

Tamara tersenyum dan mengangguk lagi sebagai jawaban. Perempuan dengan riasan sederhana tapi tetap terlihat cantik itu kembali memakan steak di depannya dengan gerakan anggun.

"Gue harus mengambil hati calon ibu mertua, kan?" bisik Tamara di dalam hati.

"Oh iya, setelah ini kamu nggak perlu balik ke kantor lagi." Vena kembali menatap Tamara. "Mama udah minta izin sama Pras, hari ini kita ke lab buat periksa rahim kamu." Vena tersenyum.

Deg!

Tamara berkedip sekali. "Ba... Baik, Ma." Tamara menelan salivanya dengan berat hati.

Vena tersenyum senang. Tamara adalah calon menantu yang sepertinya akan mudah untuk dia atur. Wanita yang sudah berumur itu mengambil ponselnya kemudian membuka aplikasi untuk berfoto. Tamara mengamati setiap gerakan calon ibu mertuanya.

"Ayo kita foto dulu!" kata Vena dengan tangan yang sudah mengarahkan ponselnya kepada mereka berdua.

Vena mengambil foto selfie dengan kamera depan. Tamara memasang wajah seceria mungkin. Dia bahkan tersenyum dengan menunjukkan gigi-giginya yang rapi. Gadis itu benar-benar impian calon ibu mertuanya.

***

Tamara mengucek matanya pelan. Dia menatap lurus ke depan dalam keadaan diam.

"Aku ketiduran, ya?" Tamara buru-buru menegakkan tubuhnya dan menoleh ke samping. "Pras?" Tamara tidak menemukan pria itu di kursi pengemudi.

Kepalanya menoleh ke belakang dan ke samping kanan serta kiri. Pras tidak ada di manapun. Pras menyandarkan kembali punggungnya ke belakang sambil menghela napas. Dia mengusap wajahnya yang sudah pasti terlihat sangat berantakan sekarang.

"Gue di tinggalin sendirian di dalam mobil." Tamara melepas sabuk pengamannya.

Di luar, hari sudah beranjak malam. Hari ini, tubuh Tamara terasa remuk redam. Dia tidak tahu bahwa mengikuti ke mana calon ibu mertuanya pergi bisa sangat menguras tenaganya. Perempuan yang masih memakai baju kerja itu lantas keluar dari mobil. Dia merapatkan cardigan-nya kala angin malam menyapa kulitnya yang putih dan mulus.

TerberaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang