Menunggumu Pulang

763 55 0
                                    

Ada yang nungguin Tamara nggak?

Jangan lupa follow akun wattpad penulis dan instagram (at)author.angeelintang yaaa :)

Vote dan comment dipersilahkan!

Happy reading! :)

_______________________________________________________________________________

"Kita bicara besok pagi aja, aku capek!" Pras kemudian berbalik dan memunggungi istrinya yang menatapnya dengan sorot kecewa.

Tamara menghela napas pelan. Dia kemudian memiringkan tubuhnya. Menatap punggung suaminya yang kini sudah tertidur membuat kerutan di dahi Tamara berkerut dalam. Pras bahkan tidak menanyakan tentang hasil pemeriksaan kehamilannya hari ini.

Tamara mengulurkan tangannya, dia hendak menyentuh punggung kokoh di depannya itu. Namun, mengingat sikap Pras yang sepertinya tidak benar-benar peduli kepadanya membuat Tamara mengurungkan niatnya. Wanita itu kemudian memilih menatap langit-langit kamar dengan pikiran yang melayang kesana kemari.

Lambat laun, suara dengkuran halus Pras membuat mata Tamara terasa berat. Dia mulai mengantuk dan mengeratkan selimutnya. Tamara jatuh tertidur.

Keesokan harinya, Tamara bangun dan menoleh ke samping. Suaminya masih tidur dengan nyenyak. Hari Sabtu Pras memang libur bekerja. Tamara ingin sekali membangunkan suaminya itu dan mengajaknya jalan pagi di sekitar kompleks perumahan.

Namun, mengingat bagaimana sikap Pras kemarin membuat Tamara mengenyahkan pikirannya itu. "Hari ini kita bersenang-senang di rumah aja ya, Nak!" gumam Tamara dengan riang.

Wanita itu mengaduk nasi goreng sapi tanpa cabai dengan wajah sumringah. Dia tidak menyangka bahwa hamil membuatnya merasa memiliki seseorang yang bisa di ajak berbicara.

"Aku pergi dulu!"

Tamara menoleh ke belakang dan menemukan Pras yang sudah memakai kaos berkerah dan juga celana jeans. Wajahnya terlihat segar dengan rambut yang nampak di sisir dengan rapi. Tamara mengamati gerakan Pras yang sedang meminum teh hangatnya dengan terburu-buru.

Tamara berkedip. "Kamu mau pergi ke mana?" tanya Tamara dengan nada polos.

"Aku ada janji dengan teman," jawab Pras.

"Tapi hari ini ka-"

"Aku harus segera pergi, jaga dirimu!" Pras kemudian pergi begitu saja tanpa menoleh ke arah Tamara.

Tamara yang belum selesai mengatakan kalimatnya hanya bisa berdiri dengan wajah tertegun. "Dia kenapa lagi?" tanya Tamara dengan wajah heran.

Tamara memandang nasi goreng yang masih berada di atas wajan dengan tatapan sedih. "Gue masak susah payah tapi suami malah keluyuran di hari liburnya, apa salah gue?" kata Tamara sambil mengaduk-aduk masakannya dengan perasaan jengkel.

Seharian itu, Tamara yang sedang hamil muda hanya berdiam diri di dalam rumah. Dia sudah melakukan banyak hal sejak pagi. Setelah memasak sarapan, Tamara bergegas mandi kemudian memakan sarapannya dengan wajah cemberut. Kemudian, dia juga membersihkan rumah supaya rasa jenuhnya menghilang.

Dan siang hari setelah makan siang, wanita itu membunuh waktu dengan membaca buku yang dirinya temukan di dalam laci kamar. Dia menganggukkan kepalanya seolah paham dengan judul buku yang ada di dalam tangannya.

"The fault in our stars."

Tamara kemudian membuka halaman demi halaman buku tersebut dengan earphone yang sudah menyumpal telinganya. Lagu dari Niall Horan yang berjudul too much too ask mengalun dengan nada sendu. Tamara memutar ulang lagu tersebut. Hingga di putaran lagu kedua, Tamara hanya mampu menatap halaman di dalam buku yang dia baca.

"Pernikahan ini tidak akan selamanya. Maka bersabarlah, Pras!"

Tamara membaca satu kalimat yang di tulis tangan pada bagian bawah halaman yang hendak dia baca. Bibirnya terasa kering dengan tenggorokan yang terasa seperti di sumpal batu. Matanya memerah memikirkan siapa yang menulis kalimat tersebut.

"Mas Pras."

Tamara tidak salah duga karena dia sangat hafal dengan tulisan tangan suaminya sendiri. Tamara terkekeh dengan tangan bergetar. Dia menutup dengan cepat buku tersebut dan mengusap matanya yang mulai berair.

"Sejak awal dia memang nggak mencintai gue tapi kenapa tetap aja rasanya sesakit ini?" gumamnya pelan.

Wanita itu kemudian menaikkan kedua kakinya ke atas kursi. Matanya menatap lurus ke depan. Dia bisa melihat langit siang itu yang gelap karena mendung sudah bergelayut manja di atas sana. Balkon kamarnya yang berada di lantai dua terasa sunyi senyap. Hanya suara angin yang sesekali berhembus sedikit kencang dengan hawa dingin yang menyapa kulit mulusnya.

Pesan yang sejak tadi dikirimkan olehnya untuk sang suami belum juga terbalas. Hatinya terasa tidak menentu. Batinnya terasa terkoyak setiap kali mengingat kalimat yang baru saja dibacanya.

"Mas Pras benar-benar nggak mau memberikan kesempatan untuk hubungan ini, gue harus bagaimana?" gumamnya dengan suara serak.

Tamara semakin mengeratkan dekapannya pada kedua kakinya sendiri. Wanita itu menggigit bibirnya dengan perasaan resah yang tidak kunjung usai. Bayangan Pras yang akan meninggalkannya begitu jelas terlihat.

Dia menggelengkan kepalanya. "Enggak! Gue harus berjuang lebih keras lagi mulai sekarang, demi anak gue!" kata Tamara berusaha terlihat baik-baik saja.

***

"Sudah pulang?" Tamara berjalan menuju ke arah Pras yang baru saja menginjak teras rumah.

Tamara sengaja menunggu suaminya pulang malam itu dengan duduk diam di teras rumah berteman secangkir teh hangat. Malam itu hujan masih turun mengguyur dengan derasnya. Tamara mengenakan piyama dengan motif bunga-bunga kecil yang menyebar di seluruh permukaannya.

Pras mematung memandang wajah lelah istrinya. Pras menatap jam di pergelangan tangannya. Pukul sepuluh malam dan Tamara menunggunya seorang diri di teras rumah mereka. Ada gelenyar aneh yang dirasakan Pras. Dia menghela napas lelah sambil berjalan mendekati istrinya.

"Kenapa belum tidur?" Pras tidak menjawab pertanyaan dari Tamara.

Tamara tersenyum hangat. "Aku menunggumu, aku nggak bisa tidur sendirian." Tamara menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga.

Pras kemudian berjongkok di depan Tamara dan membuat wanita itu menelan salivanya dengan gugup. Jantung Tamara berdetak dengan keras. Dia mencoba untuk tetap waras dengan sikap Pras yang kini menggenggam tangannya yang berada di atas paha.

"Maaf," kata Pras.

Tamara mengedipkan mata dengan ekspresi bingungnya. "Ada apa?" tanya Tamara yang tiba-tiba merasa tidak nyaman dengan pernyataan maaf dari Pras.

Pras terlihat memasang wajah datar. "Mulai besok, jangan menungguku pulang lagi, hm?" kata Pras.

Tamara tidak mengerti kenapa aura Pras malam itu terasa berbeda. "Aku istrimu dan aku berhak untuk melakukannya. Kalau kamu nggak suka, kamu bisa mengabaikanku dan masuklah ke dalam rumah!" jawab Tamara dengan hati kecewa.

Dapat dia rasakan dinginnya tangan Pras yang menggenggamnya dengan erat. Tamara merasa tidak enak hati setelah mendengar Pras mengatakan hal tersebut. Hatinya seperti sedang disentil beberapa kali.

"Baiklah kalau itu maumu, aku sudah mengingatkanmu. Kamu sedang hamil tapi kamu masih aja keras kepala." Pras kemudian melepaskan tangannya dan berdiri.

Tamara menatap suaminya kemudian ikut berdiri dan berjalan di samping Pras sambil membawa cangkirnya yang sudah kosong. Tamara hanya terkekeh pelan.

"Oh, ya! Apa kamu udah makan?" tanya wanita hamil itu.

Pras tidak menoleh. "Udah," jawabnya singkat.

"Apa kamu ingin meminum sesuatu? Aku akan membuatkannya untuk kamu," kata Tamara dengan kepala yang masih menoleh ke samping supaya bisa menatap suaminya dengan jelas.

Pras berhenti melangkah. Dia memutar tubuhnya ke samping di mana istrinya berada.

"Aku tidak ingin apapun malam ini, aku hanya ingin tidur." Pandangan mata Pras terlihat dingin dan tidak tersentuh.

Tamara mengatupkan rahangnya kuat. Dia mengangguk dan membiarkan suaminya pergi ke kamar mereka dengan tatapan kecewa.

TerberaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang