Harmonis

1.6K 101 3
                                    

Tamara menatap wanita yang terlihat tersenyum hangat kepadanya. Melly menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga. Warna rambut wanita itu berbeda dari yang dulu ketika Tamara terakhir kali bertemu dengannya.

"Sejak kapan rambut lo ganti warna?" tanya Tamara sambil tersenyum.

Melly yang awalnya menatap ke arah depan kemudian menoleh dan ikut tersenyum. "Sejak satu minggu yang lalu," jawabnya dengan sedikit malu-malu.

Tamara mengangguk paham. Mereka berdua kini tengah berada di kursi tunggu yang ada di depan taman rumah sakit. Helaian rambut yang semula berwarna hitam dan kini berubah menjadi berwarna golden brown membuat Tamara sedikit terkejut.

"Apa Mas Pras kasih izin lo untuk warnain rambut?" Tamara menatap wajah Melly yang terlihat segar.

Melly terkekeh pelan. Dia mengangguk mantap.

"Ya! Pak Pras kasih izin ke gue. Lagipula nggak ada hubungannya antara warna rambut dan pekerjaan gue. Jadi, gue rasa karena itu Pak Pras memakluminya."

Dulu, Mas Pras nggak pernah suka dan nggak pernah memberikan izin sekertarisnya buat warnain rambut, baik gue atau mantan-mantan sekertarisnya yang lain sebelum gue.

Siang itu matahari cukup terik. Suasana rumah sakit yang cukup sibuk membuat beberapa orang berkali-kali berlalu-lalang melewati dua orang tersebut. Ingatan yang melintas di kepala Tamara membuat wanita hamil itu terdiam sejenak dan menatap lurus ke depan. Dia tidak mungkin mengatakan hal yang memicu perdebatan saat itu.

Tamara memilih menelan bulat-bulat pernyataannya yang berdasarkan pengalaman nyata. Pras memang sudah berganti sekertaris beberapa kali. Kalau Tamara ingat jumlahnya tiga orang termasuk dirinya sendiri. Sejak awal menjadi sekertaris pria itu, Tamara benar-benar berusaha mematuhi seluruh aturan yang Pras tetapkan. Termasuk tidak mewarnai rambut dengan warna yang tergolong mencolok.

Pras secara pribadi juga pernah mengatakan hal yang tidak bisa dilupakan oleh Tamara begitu saja. Saat itu mereka berdua baru saja selesai makan malam tepat beberapa hari setelah mereka berdua menikah. Sebelum Pras beranjak berdiri dari kursinya dan pergi ke kamar, pria itu mengatakan hal yang berhasil membuat Tamara menduga-duga.

"Aku suka warna rambutmu yang alami, kamu terlihat seksi tanpa mewarnai rambutmu."

Oleh sebab itu, Tamara tetap mempertahankan warna rambutnya sampai sekarang. Melihat Melly yang kini duduk di sisi kiri dengan warna rambut barunya membuat Tamara hanya mampu menghela napas samar.

Lo adalah istri sah Mas Pras jadi wajar kalau suami lo nggak mau lo mengubah warna rambut. Sedangkan Melly hanya karyawan Mas Pras dan mungkin Mas Pras sekarang sudah mulai sedikit melonggarkan aturannya!

Tamara terus berpikir positif. Dia tidak harus menampilkan wajah curiga terhadap Melly yang kini terlihat mengamati dirinya dari atas sampai bawah. Tamara tersenyum.

"Ada apa? Apa ada yang salah dengan penampilan gue?" tanya Tamara.

Melly menggeleng pelan. "Enggak ada! Lo cantik, Tamara," ucap Melly.

Tamara hanya terkekeh geli. "Terima kasih atas pujian lo," katanya.

"Kalau gue boleh tahu, apa yang bikin lo bisa berada di rumah sakit ini seorang diri? Apa lo sedang periksa kandungan?" tanya Melly penasaran.

Sejak tadi, sejak saat dirinya menoleh ke belakang karena mendengar namanya dipanggil dan melihat Tamara yang tersenyum sambil melambaikan tangan ke arahnya, Melly terus saja menahan rasa penasarannya akan wanita hamil itu. Bukankah Pras kurang ajar kepadanya jika berani mengantarkan Tamara ke rumah sakit tapi membiarkan dirinya melewati hari di sana seorang diri?

"Enggak! Gue lagi nunggu Mas Pras. Dia lagi sakit dan dirawat di sini," jawab Tamara.

Raut wajah Melly berubah seketika. Rasa marah karena dugaan-dugaannya kini musnah sudah dan berganti dengan perasaan terkejut dan juga khawatir dalam waktu yang bersamaan. Kemarin, Pras masih terlihat sehat dan juga baik-baik saja. Tapi hari ini, dia mendapat kabar dari istri sah pria itu bahwa Pras sedang sakit.

"Pak Pras sakit apa?" tanya Melly dengan dahi berkerut.

"Kelelahan dan juga stres," jawab Tamara lirih dengan wajah sedihnya.

Melly terdiam selama beberapa detik. Dia kemudian memaksakan senyumnya di depan Tamara. Bagaimanapun, Melly membutuhkan sedikit informasi dari Pras karena sejak kemarin ketika pria itu pergi dari hadapannya, Melly sama sekali tidak bisa menghubungi Pras. Pria itu benar-benar mengacuhkan dirinya dan membuatnya sampai berpikir ingin kabur dari rumah sakit.

"Gue pikir Pak Pras baik-baik aja selama ini," ucap Melly.

Tamara menoleh ke samping. "Maksudnya?"

"Kami bekerja bersama dari pagi sampai sore bahkan malam hari. Gue jelas tahu kalau Pak Pras memang baik-baik aja. Dia sama sekali nggak menampilkan wajah lelah atau bahkan sampai tertekan di kantor, apa kalian sedang ada masalah lain?"

Tamara menelan ludahnya dengan kepayahan. Dari sekian banyak kemungkinan yang terjadi, kenapa harus pertanyaan semacam itu yang diberikan kepadanya? Oh! Tapi biasanya memang pihak terdekat yang pertama kali akan diintrogasi ketika terjadi sesuatu terhadap seseorang. Apalagi Tamara adalah istri sah Pras dan semua orang tahu itu.

"Kami baik-baik aja, hubungan kami bisa dibilang sangat harmonis," jawab Tamara berbohong.

Dia cukup percaya diri dengan ucapannya karena Tamara memang cukup pandai berakting. Kecuali berakting tidak mencintai Pras, Tamara kesulitan dalam melakukannya. Wanita itu terlalu payah jika sudah menyangkut hatinya yang kini hanya terisi oleh nama suaminya sendiri.

"Benarkah?" ucap Melly yang terdengar aneh di telinga Tamara. "Wah, baguslah!" lanjutnya dengan senyuman yang terlihat seperti setengah hati.

"Apa lo tahu masalah Mas Pras di kantor?" tanya Tamara.

Melly menggelengkan kepalanya setelah beberapa saat terlihat seperti sedang berusaha mengingat sesuatu. "Ah! Nggak ada," jawabnya. "Semua permasalahan di kantor bisa dia tangani dengan baik dan gue rasa penyebab dia kelelahan dan juga stres bukan karena pekerjaan."

Wajah Tamara langsung berubah muram. Apa yang dikatakan Melly seperti sebuah tuduhan kepadanya. Apa karena dirinya? Apa semuanya karena Pras harus hidup bersama wanita yang tidak dicintai oleh Pras? Apa Tamara sangat mengerikan sampai membuat Pras tidak mampu mengatasi istrinya sendiri?

"Tamara? Apa lo baik-baik aja?" Melly mengibaskan tangannya ke depan wajah Tamara karena wanita itu terlihat seperti sedang melamun.

Tamara terkesiap dan memaksakan senyumnya. Senyum yang terlihat kaku dan berhasil membuat Melly bersorak dalam hati.

"Gue baik-baik aja!" jawabnya. "Mungkin Mas Pras punya masalah lain," katanya dengan tenang.

Melly mengangguk. "Hm!"

"Kalau lo sendiri, kenapa bisa masuk ke rumah sakit?" tanya Tamara.

Melly tersenyum. "Gue tiba-tiba jatuh sakit, cuma sakit perut sebenarnya."

"Apa sekarang udah membaik?" Tamara melebarkan matanya.

Sakit perut macam apa yang membuat wanita itu sampai harus memakai baju pasien dan menjadi penghuni rawat inap di rumah sakit tersebut?

Melly mengangguk. "Ya! Lo bisa lihat kalau wajah gue udah penuh dengan make up," Melly tertawa.

Tamara mengangguk dan ikut tertawa. Tamara sebenarnya menyukai pembawaan Melly yang menyenangkan, tapi jika teringat pertanyaan Melly tentang hubungan rumah tangganya bersama Pras membuat Tamara harus lebih berhati-hati terhadap Melly. Menurutnya pertanyaan semacam itu tidak etis diberikan kepadanya.

TerberaiWhere stories live. Discover now