Siapa Cinta Pertamamu?

1.7K 109 5
                                    

"Kenapa kamu melihatku dengan wajah seperti itu?" tanya Pras.

Tamara, wanita itu sedang berbaring di atas sofa bed yang ada di dalam ruangan Pras dengan selimut yang membungkus tubuhnya dengan rapat. Matanya sama sekali tidak beralih dari sang suami sekalipun. Tamara tidak berkedip, dia menarik bibirnya sampai membentuk satu garis lurus. Pras jelas tahu, bahwa Tamara sedang memikirkan sesuatu tentang dirinya.

"Aku..." Tamara berhenti sejenak.

Dia menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan. Pras menahan geli melihat raut serius yang kini begitu nampak di wajah istrinya. Tamara seperti sedang menyimpan sesuatu di dalam kepalanya. Pras sangat ingin tahu. Dia hanya diam dan tetap menanti, kira-kira kalimat apa yang akan dikatakan oleh istrinya itu?

"Kenapa kamu nggak melanjutkan ucapanmu? Kamu sedang nggak enak badan?"

Tamara menggelengkan kepalanya. Mungkin ini adalah saat yang tepat. Dirinya harus mengenal lebih jauh siapa suaminya itu. Meskipun dia sudah mengenal baik kedua orang tua Pras, dia tetap ingin mendengarkan semuanya langsung dari sang suami. Tamara tidak tahu apakah Pras akan mengatakan hal yang sesungguhnya atau pria itu akan memilih menutupi sebagian atau bahkan keseluruhan cerita.

"Aku ingin mengobrol denganmu, Mas," ucap Tamara.

Pras menaikkan kedua alisnya dan menatap sang istri dengan wajah heran. Tidak biasanya Tamara secara jujur mengatakan ingin mengobrol dengannya. Pras tentu saja tidak akan merasa keberatan. Justru itu adalah saat di mana dia bisa mendekati istrinya dan mengambil hati wanita itu. Bukankah peribahasa sambil menyelam minum air masih bisa digunakan di kehidupan modern ini?

Pras beranjak bangun dari ranjang dan duduk dengan punggung bersandar ke belakang. Dia mengganjal punggungnya sendiri dengan bantal sehingga dia merasa lebih nyaman. Pras kemudian kembali menatap sang istri yang juga ternyata sudah duduk di pinggir sofa. Wanita itu nampak manis dengan baju tidurnya. Pras bahkan tidak bisa menahan gemas melihat gambar mickey mouse yang ada di depan baju tidur sang istri.

"Sini!" titah Pras sambil menepuk ruang kosong di sebelahnya.

Tamara menggigit bibirnya kemudian berdiri. Dia mengikuti perintah sang suami untuk duduk di samping pria itu. Dia beruntung karena lampu di ruang perawatan Pras sudah berganti menjadi lampu tidur, sehingga pria itu tidak bisa melihat rona kemerahan yang ada di pipi Tamara. Wanita itu merasa seperti menjadi gadis SMA yang sedang bertemu dengan kekasihnya. Kisah klasik yang mungkin kebanyakan orang alami ketika masa remaja.

Tamara duduk di samping Pras dengan mata yang tidak lagi berani memandang sang suami. Dia bahkan sejak tadi hanya menunduk malu sambil menautkan jemarinya satu sama lain. Gerak-geriknya tidak luput dari pengamatan Pras yang saat itu sudah mengulum senyum. Dia ingin memeluk sang istri saat itu juga.

"Kamu ingin ngobrol tentang apa malam ini? Atau kamu ingin bertanya tentang sesuatu padaku?" Pras menatap sang istri dari samping.

Pria itu menyingkirkan anak rambut yang jatuh ke depan karena Tamara masih saja menundukkan kepalanya. Pras bahkan terkekeh pelan kala Tamara sedikit berjenggit karena kaget. Tindakan Pras bahkan sudah sangat pelan, namun wanita itu masih saja terkejut dengan tindakan spontan sang suami.

"Aku hanya merapikan rambutmu, kenapa kamu kaget banget? Aku bahkan sudah pernah menjambaknya waktu kita..."

Tamara segera mendongak dan menoleh ke samping. Dia menatap Pras dengan mata melotot. Tamara seolah sedang memberikan Pras sebuah peringatan supaya pria itu tidak melanjutkan ucapannya. Oleh sebab itu, Pras berhenti bicara. Tamara memicingkan matanya kesal.

"Kamu nggak perlu melanjutkan kalimatmu itu!" kata Tamara.

"Kenapa? Bukankah kamu juga menikmatinya?" Pras menahan tawanya melihat Tamara yang kini terlihat sedang malu setengah mati.

"Ka- kamu nggak perlu membahasnya di sini, Pras!" Tamara mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Pras memicingkan matanya dan menyentuh paha sang istri. Tamara kembali terkejut dengan sentuhan Pras dan spontan wanita itu menyingkirkan tangan sang suami dari atas pahanya.

"Hei! Aku suamimu! Kenapa kamu nggak manggil aku dengan kata 'Mas' seperti biasanya? Dan juga kenapa kamu nggak mau aku pegang?" Pras nampak protes kepada istrinya dengan nada yang terdengar kesal.

"Aku lupa! Lagipula kamu mesum banget, Mas!" ucap Tamara ambil memutar bola matanya malas.

"Aku cuma pegang paha kamu, Tamara! Kamu lupa kalau aku udah sering pegang bagian tubuhmu yang lain?" tanya Pras dengan wajah geli.

Tamara menatap sang suami dengan mata mendelik. Suasana di ruang perawatan Pras terasa hidup karena interaksi mereka berdua. Sepasang suami istri yang duduk bersebelahan dengan detak jantung yang sama-sama menggila dan perut yang berisi banyak kupu-kupu.

"Lihat! Kamu sangat mesum! Jangan menggodaku terus!" kata Tamara.

Pras tertawa. Tawanya terlihat lepas dan juga menyenangkan jika dipandang mata. Tamara bahkan sampai tidak bisa mengedipkan mata melihat wajah Pras yang tengah tertawa itu. Tampan sekali, dan jangan lupakan aura Pras yang begitu terpancar malam itu. Diam-diam, Tamara ingin melihat tawa itu lebih lama lagi, atau mungkin untuk selamanya.

Pras menghentikan tawanya kala dia melihat tatapan Tamara. Dia tersenyum kecil dan mengelus puncak kepala sang istri dengan sayang. Tamara mengerjapkan matanya. Kesadarannya seolah sedang ditarik kembali ke posisi semula.

"Oke! Jadi, apa yang ingin kamu tanyakan sekarang?"

Tamara menelan salivanya dengan cepat. Dia nampak berpikir sebentar. Semua kalimat yang sejak tadi sudah dia susun dengan rapi kini berantakan hanya karena tingkah konyol Pras yang terus menggodanya dan berakhir dengan tawa menawan sang suami. Wanita itu kemudian membasahi bibirnya sejenak sebelum berbicara.

"Aku ingin tahu, sebenarnya aku cuma penasaran. Sebenarnya siapa cinta pertamamu?"

Pras terdiam. Dia menahan napas sejenak setelah mendengar pertanyaan dari sang istri. Dia tidak menyangka bahwa Tamara akan bertanya hal seperti itu. Dia pikir Tamara sama sekali tidak tertarik dengan pembahasan mengenai masa lalu seperti ini.

"Kenapa kamu bertanya tentang hal semacam itu?" Pras menaikkan alisnya tinggi.

"Aku nggak boleh tahu tentang masa lalu kamu, Mas?" Tamara terlihat kecewa.

Pras menghela napas panjang. "Bukan begitu! Cuma... untuk apa kita membahas masa lalu? Lebih baik kita membahas tentang masa depan, aku, kamu dan anak kita," kata Pras.

Tamara menggelengkan kepalanya. "Aku ingin tahu! Apa salahnya kita saling berbagi cerita tentang masa lalu masing-masing?"

"Sudahlah! Aku nggak mau bahas masa lalu, kita bahas hal lain aja, ya?" Pras masih mencoba merayu sang istri.

Tamara menghembuskan napas pasrah. "Aku istrimu, tapi aku tidak tahu tentang dirimu, bagaimana masa kecilmu, ketika kamu remaja. Kemudian saat kamu beranjak dewasa dan mungkin tentang para mantan kekasihmu?"

Pras meneguk ludah gugup. Dari sekian banyak pertanyaan, kenapa Tamara memilih pertanyaan yang terlalu sulit untuk dia jawab?

TerberaiDonde viven las historias. Descúbrelo ahora