Chapter XXXI (Scenario & Drama)

1.5K 144 7
                                    

Chenle tampak mengerjapkan kelopak matanya pelan ketika pada akhirnya Ia terbangun dari ketidaksadarannya. Ia lantas mendudukan diri di ranjang demi mengumpulkan seluruh kepingan-kepingan kesadaran yang masih berserakan sebelum membuka matanya secara sempurna. Sempat terdiam sejenak, Ia lantas mengedarkan pandangan ke seluruh sudut ruangan dengan cepat ketika isi kepalanya secara otomatis menayangkan beberapa memori.

Apa ini?

Kenapa pemandangan dari isi kamarnya lah yang tertangkap oleh manik Chenle sekarang?

Bukankah Ia sedang berada di "apartemen" Mark?

Apa yang terjadi?

Dimana Jisung?

Dimana kedua sahabatnya, Jaemin dan Renjun?

Chenle segera menyibak selimutnya dengan cepat, kemudian melangkahkan kaki menuju pintu kamarnya dengan langkah sedikit terhuyung. Ketika tangannya nyaris memutar knop pintu itulah mendadak Chenle menghentikan segala pergerakannya lantaran terjun bebas dalam pemikiran yang membuatnya tertegun seketika.

Tunggu,

Jangan gegabah,

Mari berpikir sebelum bertindak.

Berkat kata batin yang mendadak menyambangi benaknya ini, Chenle langsung mengurungkan niatnya untuk merangsak menemui Baba-nya secara membabi buta. Dengan kaki yang melangkah mundur hingga akhirnya kembali membuatnya terduduk di sisi ranjang itulah, Chenle refleks memandang ke arah ornamen dari karpet yang menghiasi lantai kamarnya sebelum jatuh ke dalam renungan untuk kedua kalinya di pagi hari menjelang siang kala itu.

Tidak.

Jangan gegabah.

Kendalikan sikap impulsif yang sangat menggoda sekali untuk dituruti.

Sungguh.

Jangan sampai Chenle bertindak gegabah hingga membuatnya membahayakan orang lain lagi.

Chenle pun menangkup wajahnya dengan kedua tangan ketika dirinya terjebak dalam mode berpikir.

Tidak.

Sungguh.

Bukan tanpa alasan ketika pada akhirnya Chenle memilih untuk bersikap seperti ini dibandingkan menuruti kata hatinya seperti hari lalu. Jujur ketika kepalanya mengilas balik tentang penyerangan yang membuat Jisung sampai terluka, Chenle tidaklah menampik jika semua itu juga bagian dari kesalahannya.

Bagamana tidak?

Andaikan Chenle tidak penasaran dengan jati diri Jisung.

Andaikan Chenle tidak menuruti kata hatinya untuk mendesak Jisung agar membongkar identitasnya.

Andaikan Chenle tidak mengajak Jisung pergi ke Kedai Churros dengan niatan untuk memaksanya mengakui segala rahasianya.

Penyerangan itu pasti tidak terjadi.

Jisung tidak perlu mempertaruhkan nyawa untuk melindungi dirinya.

Dan Jisung tidak perlu terluka karena dirinya.

Meski Chenle tahu jika semua itu merupakan tugas dari Jisung yang Ia duga sebagai—mungkin—bodyguard khusus yang dipersiapkan oleh Baba-nya, bukan berarti Chenle bisa seenak jidat membahayakan nyawa orang lain demi dirinya.

Tidak, Chenle bukan orang yang seperti itu.

Terlebih jika tebakan Chenle mengenai jati diri Jisung yang ternyata bukan hanya sekadar bodyguard biasa, melainkan—mungkin—seorang agen rahasia yang sengaja disewa oleh Baba-nya untuk melindunginya itu merupakan sebuah fakta, Chenle sangat yakin jika riwayat Jisung benar-benar akan tamat gara-gara rasa penasarannya.

ReverseWhere stories live. Discover now