Chapter CVI (Mark and Haechan's Universe: Jisung and Chenle's Destiny Vol. 1)

994 88 29
                                    

"Sial, pantas saja Lele langsung beralih ke pihakmu."

Bagaimana tidak?

Tak hanya Chenle, bahkan siapapun termasuk Haechan juga akan langsung beralih haluan berpihak pada Mark, mengingat betapa sang singa mampu mengemas seluruh kisah peliknya, ke dalam cerita yang bisa mengikat simpati siapa pun saat mendengarnya, seperti apa yang baru saja Mark ungkapkan kepadanya.

Sungguh.

Benar-benar bakat story telling yang mengerikan.

Sebuah tanggapan dari Haechan, yang berhasil memancing Mark untuk terkekeh kecil.

"Tapi serius, Pudu," balas Mark pada akhirnya, "Dari sekian banyak orang yang aku temui, hanya anak kita satu itu yang membuatku merasa terancam."

Sembari menautkan kedua alis, Haechan lantas menolehkan wajahnya ke belakang; tepatnya ke arah Mark yang juga membalas tatapannya.

"Kenapa bisa Lele membuatmu merasa terancam?" tanya Haechan heran.

"Insting dan kepekaannya yang di luar nalar," balas Mark tanpa keraguan, "Hal mengerikan yang bisa mengacaukan rencanaku."

"Huh?" balas Haechan masih kebingungan.

"Coba bayangkan, Bear," kata Mark berusaha menjelaskan, "Apa jadinya jika Chenle mempercayai instingnya, lalu membongkar identitasku sebagai Azure di hadapanmu saat itu juga?"

"Saat itu juga? Maksudmu saat kau mengantar kami keluar dari area Underground?" tanya Haechan.

Mark mengangguk.

"Bisa saja kau langsung marah besar padaku, tanpa mau mendengar alasan sesungguhnya kenapa aku harus merahasiakan segalanya darimu selama ini," kata Mark mengungkapkan probabilitas yang terpikirkan di kepalanya, "Bahkan kemungkinan besar kau juga langsung minta 'cerai' dariku."

Iya... sih.

Meski Haechan tahu Mark mengemukakan praduganya tersebut dengan sirat canda yang terselip di nadanya. Tapi Haechan tidak memungkiri bila tebakan Mark itu bisa saja... tepat sasaran.

Tentu saja.

Haechan bukan Mark yang mampu mengendalikan pergejolakan emosinya seperfeksionis itu. Sebab walau Haechan juga seorang jenius sekalipun, Ia sama sekali tidak bisa mengabaikan perasaan apapun itu yang bersarang di benaknya, apalagi menganggapnya tidak ada, tepat setelah mendapati sebuah fakta yang mampu memancing amarahnya ke ubun-ubun.

Dengan alasan ini pula, Haechan tidak bisa terlepas begitu mudahnya dari perasaan bersalahnya pada Mark, karena Ia selalu memposisikan dirinya sebagai sang belahan jiwa, seperti:

Bagaimana kalau situasi diputar-balik, dengan Mark yang bertindak gegabah demi kebahagian Haechan, hingga mengorbankan nyawanya sendiri untuk membongkar kebiadaban Project X?

Bagaimana kalau Haechan lah yang ada di posisi Mark, sebagai pihak yang dibohongi berbulan-bulan dengan skenario palsu maupun kepura-puraanya untuk hilang ingatan secara total?

Jujur.

Jika Haechan adalah Mark.

Entah dengan tujuan yang mulia sekalipun.

Haechan... pasti akan marah.

Marah sekali.

Begitu marah karena merasa dipermainkan dan dibodohi.

Tapi,

Tapi,

Ugh.

Apa Haechan begitu tidak tahu diri, kalau dirinya merasa lega Mark bukanlah dirinya, sehingga Ia tidak perlu merasakan amarah menyakitkan dari sang singa, lantaran belahan jiwanya itu memiliki pengendalian emosi melebihi manusia normal?

ReverseWhere stories live. Discover now