Chapter LIX (Limit & Recall)

1.3K 141 16
                                    

Renjun tahu, bahwa tidak semudah itu baginya untuk mengabaikan kepingan memori yang masih tersisa di kepalanya, meski beberapa hari telah berlalu semenjak peristiwa tersebut. Sebuah peristiwa yang membuatnya tidak lagi merasa terkejut ataupun mempertanyakan kehadiran sosok Mark di kelasnya saat ini, hanya untuk memastikan dengan kedua bola matanya sendiri bila Haechan telah terduduk aman di bangkunya. Bahkan tanpa mempedulikan reaksi dari seluruh murid di kelas yang lagi-lagi menjadikan adegan tersebut sebagai pusat perhatian, Mark malah tersenyum lembut setelah sempat menepuk kepala Haechan pelan.

"Aku akan menemuimu lagi saat pulang sekolah."

Diiringi anggukan pelan dari Haechan tanda tak memprotes apapun, lagi-lagi Mark sempat tersenyum tipis sebelum sosoknya menghilang sempurna di balik pintu kelas, meninggalkan Haechan yang hanya bisa melempar ringisan canggung kepada Jaemin dan Chenle, sebelum membenamkan wajahnya sendiri di kedua tangannya yang tertekuk di atas meja; merasa malu akan sikap Mark yang memang terkesan berlebihan itu, meski Renjun sendiri tahu jika sebenarnya Haechan sangat menyukainya.

Tentu saja rutinitas baru antara Mark dan Haechan ini tak luput dari pemikiran Renjun yang membuatnya mengilas balik segala apapun yang telah terjadi di Arena kala itu. Tepatnya saat Renjun tidak mampu menahan rasa terkejutnya akan sebuah adegan yang secara gamblang tertangkap retina matanya. Sebuah adegan berupa sosok Mark yang berjalan tergesa menuju pintu keluar di bagian bawah menara dengan Haechan dalam gendongannya. Renjun juga masih ingat betapa panik Ia saat itu hingga berlari secara membabi buta demi mengonfirmasi kondisi sahabatnya yang terlihat tidak baik-baik saja.

Namun yang tidak Renjun sangka, nyaris seluruh penduduk di atas Menara ternyata turut turun bersamanya, demi melihat kondisi Mark dan Haechan yang bagi khalayak umum memang tergolong langka. Gara-gara semua itu, Renjun ingat Ia bahkan tidak sanggup melampiaskan reaksi khawatirnya, saking terlampau syok akan seruan marah penuh penekanan dari Mark oleh karena kerumunan yang tidak sengaja tercipta dari mereka, tampaknya menghambat langkah Mark untuk membawa Haechan pergi menuju mobil kepunyaan Jeno.

"Minggir!"

Di saat itulah, Renjun pun tidak menduga jika tubuhnya akan secara refleks mengikuti alur kerumunan yang membelah ke kedua sisi, sebagai respon dari seruan Mark yang secara tidak langsung telah menitahkan pada para anggota guild lain yang membaur menjadi satu, untuk menciptakan jalur yang kondusif demi memperlancar niat Mark membawa Haechan pergi dari Arena secepat yang Ia bisa.

Pada waktu yang bersamaan pula, Renjun nyaris saja membeku di sepanjang perjalanan menyaksikan semua itu, andaikata maniknya tidak menangkap sirat kesakitan dari Haechan dengan bibir yang merapalkan sebuah kata yang sama berulang kali. Seakan tersadar jika Ia tidak memiliki banyak waktu untuk merasa tercengang, Renjun bergegas menyusul langkah Mark yang telah menghilang bersama Haechan di balik pintu gerbang.

Renjun juga memahami jika mereka tidak memiliki kesempatan berlebih untuk melakukan penghakiman, saat dirinya bersama Mark dan Haechan yang telah sampai di tempat tujuan, tanpa sengaja menemukan sosok Chenle yang entah bagaimana ceritanya bisa terdampar di pangkuan Jisung dalam posisi yang lumayan "mencurigakan" di jok belakang dari mobil kepunyaan Jeno. Beruntung sekali Renjun maupun Mark saat itu tidak terlalu—atau lebih tepatnya tidak sempat—mengambil pusing adegan antara kedua maknae mereka tersebut, lantaran kekalutan mereka benar-benar terfokus pada kondisi Haechan dengan reaksi kesakitannya yang sangat berbeda kali ini.

Maka dari itu, bukanlah sebuah hal yang mengherankan, ketika pada akhirnya mereka berlima mengendarai mobil Jeno dengan Renjun yang berperan sebagai pengemudi, menuju Kediaman Seo dalam durasi setengah jam. Selama di perjalanan yang diawali dengan keheningan akan rasa canggung dari Jisung yang terduduk di sampingnya, dan kekhawatiran Chenle pada Haechan yang terbias begitu jelas dari kaca spion tengah mobil, Renjun tidak akan sekalipun melupakan perkataan macam apa yang sempat terlontar di bibir Mark, diiringi racauan Haechan yang terus-menerus mengucap kata "maaf".

ReverseWhere stories live. Discover now